Alina terus berjalan dan berlari meninggalkan kantor Arvin. Sesekali mengusap air matanya yang tak berhenti mengalir. Rasanya sakit sekali, mendengar kebenaran itu. Alina berjalan menyusuri jalanan dan tak tahu arah tujuannya. Tiba-tiba Arvin sudah berada di belakangnya dan menarik tangan Alina dan memeluknya dengan erat. Alina memberontak minta dilepaskan. Namun Arvin malah semakin mengeratkan.
"Lepas kak!" pintanya sambil meronta dari pelukan Arvin.
"Sayang, dengarkan penjelasanku dulu. Semua yang kamu dengar tadi tak sepenuhnya benar kok," ucap Arvin menenangkan Alina.
"Apa lagi kak? aku sudah dengar semuanya dan aku rasa itu sudah lebih dari cukup! Aku tidak menyangka, kamu setega ini kak! Kamu anggap aku apa sih kak? punya tunangan tetapi masih mencari wanita lain, heh! Dasar brengsek!" ujar Alina dengan penuh kemarahan.
Alina mendorong Arvin dengan keras. Ia berjalan kembali meninggalkan Arvin. Arvin memburunya dan menarik tangannya. Mencari tempat yang lebih sepi. Karena tadi mereka berada di tepi jalan yang sangat ramai dan banyak orang lalu lalang. Alina meronta tak ingin ikut dengan Arvin. Namun usahanya gagal. sampailah mereka di bawah pohon besar. Arvin mendorong tubuh Alina dan langsung mencium bibirnya.
Air mata Alina mengalir kembali. Dadanya semakin sesak. Sebenarnya apa yang diinginkan Arvin dari Alina. Selalu saja seperti ini. Tiba-tiba memeluk, tiba-tiba menciumnya. Dan bahkan ini di tempat umum meskipun nampak sepi. Ciuman Arvin semakin memanas dan memburu. Alina tak bisa lagi menghentikannya.
Arvin menyudahi ciuman itu ketika dirasa Alina sudah tenang dan menatap dalam wajah Alina yang masih menangis. Tangan Arvin bergerak menyentuh pipi Alina mengusap air matanya. Alina menepis tangan Arvin. Ia memalingkan wajahnya dan mengabaikan Arvin. Mereka cukup lama diam dalam posisi ini. Melihat Arvin hanya diam saja tak mengucapkan sepatah kata membuatnya semakin marah.
"Maaf..." Kata pertama yang diucapkan Arvin.
Mendengarnya Alina tak sanggup membendung air matanya lagi. Kata itu cukup membuat hatinya seraya teiris. Apa maksud dari kata maafnya. Apakah ia telah membohongi Alina selama ini. Atau maaf karena ia sudah punya tunangan dan menjadikan Alina sebagai simpanan.
"Kita putus aja kak... Aku gak mau merusak hubungan orang. Terima kasih atas semua yang kamu berikan. Perhatian dan cintamu yang palsu, heh.." ujarnya dengan pilu.
"Dengarkan aku dulu sayang... Aku gak mau putus denganmu. Aku sungguh-sungguh mencintaimu. Soal tunangan, aku gak pernah menerima perjodohan itu, itu semua papaku yang ngatur. Aku hanya mencintaimu sayang," jelasnya pada Alina berharap Alina mengerti posisinya.
Namun Alina tak mendengar penjelasan Arvin sedikitpun. Ia masih meronta. Arvin yang kesal dengan sikap Alina mencoba memeluknya kembali.
Plakk..
Alina menampar Arvin. Ia dikuasai amarahnya pada Arvin.
"Ini untuk yang terakhir kalinya. Jangan mencoba mengejarku lagi atau aku akan berlari ke tengah jalan dan mengakhiri hidupku. Aku terlalu bodoh sehingga aku bisa jatuh cinta kepadamu kak. Mulai hari ini, aku sudah menghapus cinta itu dan hanya ada kebencian dimataku," ucap Alina dengan penuh amarah.
Alina berlari meninggalkan Arvin sendirian. Arvin hanya memandang Alina pergi dan tak mencoba menghentikannya, karena ia takut Alina akan membuktikan kata-katanya. Rasa bersalah menyelimutinya. Tak seharusnya ia menyembunyikan hal ini dari Alina. Hatinya hancur melihat Alina pergi.
"Kenapa kak? kenapa kamu begitu tega? apa kamu tahu, aku sangat menderita mendengar semua itu? apa kamu tahu hatiku hancur saat ini?" ucapnya dalam hati.
Alina berdiri di tepi jalan menunggu taksi. Tak butuh waktu lama, ia melambaikan tangannya ke arah depan untuk menghentikan taksi dan segera masuk ke dalam. Sopir tersebut melajukan taksinya.
Alina masih menangis mengingat kejadian tadi siang. Matanya nampak sembab karena dari tadi ia menangis. Alina menyandarkan tubuh dan kepalanya mencoba menenangkan pikirannya. Memejamkan matanya yang nampak lelah karena tak hentinya menangis.
"Mau ke mana non?" tanya sopir tersebut, karena Alina tak memberitahukan tujuannya.
"Jalan melati pak. Rumah nomor 85," jawabnya yang masih memejamkan matanya.
Sopirnya mengangguk paham. Sesekali melihat Alina dari spionnya dengan heran. Mungkin lagi ada masalah, pikirnya.
Beberapa menit kemudian, mereka sampai di tempat yang Alina sebutkan tadi. Dilihatnya dari spion ternyata Alina masih terlelap. Mungkin karena ia lelah menangis terus sehingga mengantuk. Sopir tersebut membangunkan Alina dengan pelan.
"Nona, kita sudah sampai," kata sopir tersebut.
Alina membuka matanya dan duduk dengan tegap. Sebelum ia keluar, ia memberi uang pada sopir dan mengucapkan terima kasih. Alina berjalan pelan masuk ke halaman rumah yang begitu besar dan megah yang nampak sepi. Alina melangkahkan kakinya ragu-ragu. Hingga sampai di depan pintu ia membuka pintu tersebut dan berjalan masuk begitu saja.
"Mama..." panggilnya yang melihat mamanya yang berada di ruang keluarga sibuk dengan beberapa nota ditangannya.
Mamanya terkejut dengan kedatangan Alina. Alina berlari kecil menghampiri mamanya dan memeluknya. Air matanya tumpah lagi. Mamanya heran dengan Alina yang tiba-tiba pulang dan menangis dipelukannya. Iya, untuk saat ini pelukan dari mamanya lah yang bisa menenangkan hati dan pikiran Alina. Karena ia tak mungkin pulang lagi ke rumah Arvin.
"Kenapa menangis? Cerita sama mama. Apa yang sudah terjadi denganmu sayang.." ucap mamanya lembut dan mengecup kening Alina.
Alina mengusap air matanya dan mulai bercerita pada mamanya. Mulai dari awal dia bertemu Arvin sampai ia diajak tinggal bareng di rumahnya dan juga kejadian tadi di kantor Arvin yang sukses membuat bulir air matanya mengalir deras jika mengingatnya kembali. Alina merasa dibohongi dan dipermainkan.
Mamanya yang mendengar cerita Alina terkejut. Selama ini Alina pamit tinggal di kost an bareng teman-temannya apa ini hanya alasan saja. Bagaimana mungkin, ia bisa kecolongan dalam pengawasannya. Sehingga anak gadisnya ini bisa tinggal dengan laki-laki lain.
Mamanya merasa kasihan pada Alina. Ia mendekap Alina dan mengusap punggungnya. Mencoba membuat Alina tenang dan melupakan kejadian itu. Ini baru pertama kali melihat Alina begitu sedih dan kecewa.
"Sabar sayang, dalam hal cinta, dikhianati itu sudah biasa. Jangan kamu jadikan ini sebagai penyesalan, oke? Cukup jadi pengalaman dan pembelajaran jika suatu saat kamu ingin menjalin cinta dengan pria lain," tutur mamanya menasihati Alina agar lebih tenang.
Putus cinta, patah hati dan dikhianati adalah hal wajar dalam setiap hubungan percintaan. Alina beruntung karena tahu diawal, bagaimana jika ia sudah terlanjur menikah dan mengetahui hal tersebut, rumit pastinya.
Mamanya menyuruh Alina untuk istirahat di kamar. Menenangkan pikirannya dan menasihati agar tidak melakukan hal-hal yang merugikan dirinya sendiri, bunuh diri misalnya. Alina mengangguk paham dan menuruti mamanya. Merebahkan tubuhnya di ranjangnya dan memejamkan matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 253 Episodes
Comments
Mulyono
mamamu the best alina
2020-05-02
0
Kris Wanti
semakin seru.......
2020-03-31
1
Deyani Aryawan Astra Motor
bagus ceritanya
2020-03-28
3