Arvin mengantar Alina pulang. Setelah sampai Arvin ingin membukakan pintu Alina seperti biasa, tetapi dicegah oleh Alina. Alina mendekatkan tubuhnya dan mengecup sekilas pipi Arvin. Arvin terkejut dan tersenyum tampan.
"Terima kasih kak untuk hari ini. Hati-hati di jalan ya. Kalau sudah sampai di rumah jangan lupa hubungi aku," ucap Alina dan langsung membuka pintu dan bergegas keluar.
Arvin ingin mencegahnya, tetapi Alina sudah terlanjur turun.
"Dasar!" gumamnya lirih sambil tersenyum.
"Aku pulang dulu sayang, bye!" ujar Arvin dan melambaikan tangannya dan Alina melakukan hal yang sama.
Arvin menancapkan gasnya kembali dan melaju meninggalkan kost Alina. Di tengah-tengah perjalanan, ponsel Arvin berdering. Dilihatnya dilayar ponsel ternyata teman dekatnya, yakni Briant. Arvin mengerutkan dahinya, untuk apa Briant menelponnya. Arvin menepikan mobilnya dan menjawab telepon tersebut.
"Ya.." jawab Arvin
"Lagi di mana? Aku di kantormu tapi katanya kamu seharian ini gak ke kantor?" tanya Briant yang ternyata sudah berada di kantor Arvin.
"Tadi sibuk. Aku lagi di jalan. Sepuluh menit sampai kantor. Tunggu aku," ujar Arvin dan mematikan ponsel nya. Ia melajukan mobilnya menuju kantor.
Sepuluh menit berlalu. Arvin tampak tergesa-gesa menuju ruangannya. Ia membuka pintu dan benar saja Briant sudah ada di dalam.
"Ada apa? Kenapa tidak langsung ke rumah saja?" tanya Arvin yang sudah duduk disamping Briant dan memijat dahinya. Nampak ia sangat lelah dilihat dari ekspresinya.
"Aku hanya ingin mengunjungimu saja. Setelah beberapa tahun tidak bertemu kamu tidak berubah ya," ujar Briant terkekeh.
Briant adalah teman dekat Arvin. Karena dulu satu sekolahan. Mereka berpisah saat lulus SMA. Arvin memilih melanjutkan studinya di Jerman sedangkan Briant memilih melanjutkan studinya ke Jepang. Setelah lulus SMA mereka tidak saling kontak. Hanya beberapa saat saja, waktu liburan atau waktu senggang.
"Maksudnya apa? Ngledek nih?" ujar Arvin.
"Haha...santai lah, jangan marah," ucap Briant menenangkan.
"Aku ke sini karena mau memberitahumu. Aku mau mengambil alih perusahaan papaku. Lagian di luar negeri terus bosan, hehe," ujar Briant.
"Ya..baguslah, jangan lama-lama di luar negeri. Yaa...aku sih berharap kita bisa bekerjasama nantinya," ucap Arvin.
"Nahh...itu yang mau aku bahas tadi," celetuk Briant dan hanya dibalas senyuman dengan Arvin.
Mereka berbincang-bincang hingga larut malam tanpa mereka sadari. Banyak hal yang mereka bicarakan. Arvin melihat jam ditangannya dan kaget ternyata sudah pukul 22.00. Arvin lupa menghubungi Alina. Ia buru-buru mengeluarkan ponsel nya yang berada disaku celananya. Dilihatnya layar ponsel tersebut dan benar, Alina saat ini sedang mengkhawatirkannya. Pasalnya, dari semenjak mereka berpisah tadi Arvin belum menghubungi Alina. Arvin membuka pesan Alina. Terdapat 73 pesan belum terbaca dan 20 panggilan tak terjawab. Arvin menyunggingkan bibirnya dan mulai membaca isi pesan tersebut. Briant yang sedari tadi mengamati sahabatnya ini tampak aneh. Ia hanya menatap Arvin dengan penuh tanda tanya. Arvin masih fokus dengan ponsel nya dan mengabaikan Briant.
"Jadi begini ya rasanya dikhawatirkan oleh kekasih itu?" batin Arvin sambil mengetik sesuatu.
"Eh, kamu kenapa sih? Dari tadi senyum-senyum sendiri," tanya Briant dan berusaha melihat apa yang sedang diketiknya. Briant belum pernah melihat Arvin sebahagia ini. Namun, Arvin memiringkan ponsel nya dan menutupinya dari Briant. Setelah membalas pesan dari Alina, Arvin berdiri dan mengatakan pada Briant bahwa ia mau pulang dan beristirahat karena ini sudah larut malam. Briant mengikuti Arvin keluar ruangan. Mereka berpisah diparkiran dan menaiki mobil masing-masing.
Disisi lain, Alina tampak gusar. Mondar-mandir gak jelas di depan ranjangnya. Ia sampai tidak bisa tidur dari tadi. Ia takut terjadi sesuatu pada Arvin karena Arvin tidak menghubunginya. Tiba-tiba ponsel Alina bergetar tanda pesan masuk. Alina buru-buru melihatnya dan ternyata Arvin yang mengirimnya. Seketika senyumnya mengembang. Ia membuka pesan tersebut dan membacanya.
"Kenapa belum tidur? Tidak usah mengkhawatirkanku. Ini sudah malam, besok bukankah ada ujian akhir semester? Maaf tadi ada teman lama yang mencariku. Aku jadi lupa menghubungimu. Semangat ujiannya ya. Love you sayang😘 aku baik-baik saja." Isi pesan Arvin.
Alina merasa lega. Ternyata Arvin baik-baik saja. Alina sebenarnya mengantuk dari tadi, tetapi ia tahan karena terlalu khawatir pada Arvin. Setelah mengetahui keadaannya, Alina merebahkan tubuhnya dan terlelap.
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Hari ini UAS dilaksanakan. Semester satu terasa begitu cepat dilalui. Rasanya baru kemarin Alina menjadi maba. Dan juga tidak terbayang, hubungannya dengan Arvin selalu membaik. Alina dengan penuh keyakinan melangkahkan kakinya menuju kelasnya. Menghela napas sejenak, dan duduk di bangkunya. Untuk tugas UAS ada sebagian yang take home ada juga yang dikerjakan di kelas. Itu semua tergantung pada dosen pengampu mata kuliah masing-masing. Suasana kelas begitu tenang dan hening. Mereka fokus pada tugas yang diberikan.
Pukul 10.20
Akhirnya Alina selesai mengerjakan soal. Ia merenggangkan tubuhnya yang tegang sedari tadi.
Drrt...drrtt...
Ponsel Alina berdering. Terpampang nama 'kakak' yang seketika membuat Alina menyunggingkan bibirnya tersenyum. Tanpa menunggu lama Alina mengangkat telepon tersebut dan berjalan ke arah yang lebih sepi. Karena di kelas terlalu bising.
"Halo kak...Apa kabar? Kenapa baru menghubungiku sekarang? Apa kau sudah lupa bahwa kau masih punya adik, hah?" gerutu Alina. Karena semenjak kakaknya melanjutkan studinya ke luar negeri, Alina jarang berkomunikasi dengan kakaknya. Sibuk dan tidak sempat, itulah yang menjadi alasan kakaknya. Namun Alina memaklumi hal itu, karena bukan hanya melanjutkan studinya tetapi kakaknya ini juga membantu ayahnya mengelola bisnis di luar negeri.
"Kenapa tidak sabaran sekali? Kakak rindu padamu. Kamu di mana? Kakak ingin bertemu dek," ujar kakak Alina.
"Kita ketemu di kafe biasanya aja ya kak. Alina kebetulan sudah selesai ngampus nih," ujar Alina.
Alina mematikan teleponnya. Alina bergegas menuju kafe yang menjadi favorit dia dan kakaknya. Tak butuh waktu lama, Alina sampai di kafe tersebut. Alina memasuki kafe sambil memandang mencari-cari keberadaan kakaknya.
"Kak Briant..." teriak Alina dan Briant pun menoleh ke arah sumber suara. Alina berlari kecil menghampiri kakaknya dan langsung memeluknya. Ia begitu merindukan kakaknya yang sudah lama tidak bertemu. Alina melepaskan pelukannya dan duduk berhadapan dengan kakaknya tersebut.
"Dari mana? Kata mama kamu tidak mau tinggal di rumah? Kenapa?" tanya Briant bertubi-tubi.
"Bukannya gak mau kak, tapi Alina lebih suka tinggal di kost bareng teman-teman. Kalau di rumah sepi. Alina bosan kak sendirian. Apalagi papa dan kakak yang jarang pulang," jelasnya.
"Maaf, kakak terlalu sibuk sampai tidak memperhatikanmu," ucap Briant merasa bersalah. Briant mengusap kepala Alina dengan lembut.
"Kakak pulang ke Indonesia dan menetap di sini?" tanya Alina.
"Iya, karena studi kakak sudah selesai dan papa menyuruh kakak untuk mengurusi bisnis yang ada disini," jelasnya.
Beberapa saat kemudian makanan yang mereka pesan datang. Alina dan Briant menyantap hidangan yang ada di meja. Briant memakan dengan santai sambil bercerita tentang kehidupannya selama di luar negeri. Begitu juga sebaliknya, namun Alina belum menceritakan tentang Arvin. Tiba-tiba ponsel Alina berdering.
"Halo kak..." jawabnya disela-sela menikmati makanannya.
"Di mana? Kelasmu sudah sepi sayang, aku berada di kampusmu saat ini. Kenapa kamu tidak ada? Sudah pulang ya?" tanya Arvin
Alina menyadari bahwa ia belum mengabari Arvin perihal kakaknya. Alina terlalu bahagia karena kakaknya tiba-tiba pulang.
"Aku berada di kafe X kak," jawab Alina santai.
"Baiklah, aku ke sana sekarang sayang," Arvin mematikan ponselnya dan langsung melajukan mobilnya ke arah kafe yang di tempati Alina.
Alina berpamitan kepada kakaknya ingin pergi duluan. Ia mengatakan pada Briant bahwa akan menemui seseorang, tetapi Alina tidak menyebutkan namanya. Alina keluar kafe dan disambut oleh Arvin. Alina memeluk Arvin dan mengecup pipi Arvin sekilas. Namun Arvin tidak meresponnya dan meninggalkan Alina dan masuk ke dalam mobil. Alina tidak mengerti sikap Arvin karena berbeda dari biasanya. Ia merasakan hawa dingin dan sedikit marah pada Arvin. Lalu Alina mengikuti Arvin memasuki mobil. Arvin pun melajukan mobilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 253 Episodes
Comments
Caroline Irawati
Arvin... kenapa marah?
2021-04-14
0
Heny Ekawati
adikx briant toh si alina
cemburukah arvin dg briant
2020-12-31
0
Deyani Aryawan Astra Motor
tryta alina anak orang kaya
2020-03-27
1