Ch.7 - Gadis Pemarah

Jon sedang berbaring di atas kasur. Sambil menatap langit-langit atap yang asing, ia berusaha mengusir pikirannya mengenai Clara. Gadis itu, gadis yang pernah dicintainya, sekarang sudah benar-benar berubah. Jon tidak yakin apa alasannya, dan sejak kapan ia mulai berubah. Yang ia tahu sekarang gadis itu lebih memilih makhluk-makhluk aneh dibanding dirinya.

Makhluk aneh itu jelas bukan manusia. Awalnya ia berpikir mereka mengenakan semacam kostum, bahwa mereka memiliki hobi yang aneh. Ternyata tidak. Salah satu makhluk itu mengeluarkan cahaya aneh beberapa menit yang lalu. Ia juga memerhatikan bahwa gerak-geriknya berbeda dengan manusia pada umumnya, jauh lebih anggun dan elegan.

Sayap yang tertancap di punggungnya juga asli.

"Aku sudah gila," gumamnya sambil merinding. Yang lebih anehnya lagi ia tidak berteriak atau merasa ketakutan. Makhluk-makhluk itu entah kenapa malah memberikan ketenangan dan kedamaian.

Jon tidak mau lagi memikirkan ini semua. Maka ia bangkit dari ranjangnya dan berjalan diatas lantai yang dingin. Langkah kakinya berhenti di depan jendela kamarnya, dan ia segera menyibakkan gorden merah yang menghalangi pandangannya.

Sudah berkali-kali ia bolak-balik menghadapi jendela, dan berkali-kali pula lah dirinya dibuat takjub dengan pemandangan luar. Rumah pondok lainnya yang dikelilingi oleh makhluk-makhluk itu. Tempat ini pasti benar-benar jauh dari kotanya.

Ia melepaskan gorden kemudian menepisnya lagi, berharap ini semua bohongan dan ia tidak lagi melihat makhluk-makhluk bersayap itu. Namun matanya masih melihat hal yang sama.

Jon mengacak-ngacak rambutnya karena stres, kemudian menjatuhkan diri di lantai sambil menarik kedua lututnya di dada. Kepalanya disandar di dinding dan ia memejamkan matanya.

Bayangan Clara yang berpenampilan seperti salah satu dari mereka kembali menghantuinya. Kuping palsu serta tinggi badannya yang tak normal. Gadis itu terlihat sangat berbeda dan jauh lebih...menggoda.

Jon menggigit bibir bawahnya. Beberapa jam yang lalu, ia menyelinap keluar kamar untuk mengambil air, tidak mau berpapasan dengan siapapun saat ia mendengar suara cekikikan milik Clara yang sudah tak asing. Ia segera mengikuti arah suara dan mendapati gadis itu di depan pintu masuk.

Hatinya langsung sakit. Sebenarnya ia ingin meminta maaf atas perlakuan terhadapnya kemarin malam, namun sepertinya gadis itu tak lagi peduli.

Jon bangkit dari lantai yang dingin, kemudian membuka gagang pintu.

Bunyi pintu yang berderit membuat jantungnya berpacu. Ia segera menoleh ke segala arah, mengecek apakah ada seseorang yang melihatnya, namun rumah tampak kosong dan hening. Jon pun menghela napas dan akhirnya memelankan suara langkah kakinya.

Ia sampai di sebuah ruangan yang terdapat sofa-sofa mini. Ini pasti ruang tamu, pikirnya sambil meraba-raba furnitur rumah ini. Ia sempat membayangkan akan menemukan kursi bersayap atau piring terbang. Barangkali boneka yang bisa berbicara. Namun rumah ini terlihat normal.

"Bagaimana kondisinya?" Suara berat seseorang terdengar dari kejauhan di ujung koridor. Jon langsung panik dan buru-buru mencari tempat untuk bersembunyi. Matanya melihat kabinet hitam yang mungkin bisa memuat tubuhnya, maka ia segera bersembunyi di sana dan membuka sedikit celah untuk mengintip.

Makhluk itu lagi. Seorang pria yang ia lihat terakhir di apartemen Clara. Ia sedang bersama wanita bersayap putih yang sudah merawatnya. Mereka tampak tak menyadari kehadirannya.

"Lumayan sehat. Walau masih butuh istirahat," jawab wanita itu. "Kenapa memangnya?"

"Tidak," katanya sambil tersenyum. Senyuman itu entah kenapa menanamkan firasat buruk padanya. Senyuman itu jelas diperlihatkan untuk memikat hati perempuan. Sebagai sesama pria, Jon tahu betul maksud tersembunyi dari tatapan menggoda itu. Menjijikan, pikirnya kesal.

"Aku pikir, kita harus memulangkannya," lanjut wanita itu. "Biar bagaimanapun, gadis itu yang kau butuhkan, sementara dia tidak berguna."

Jantungnya serasa copot mendengar perkataan mereka. Ia hampir saja mendorong pintu lemari kalau bukan karena kerah bajunya yang tertahan pada gantungan lemari.

"Apa kau sudah menemui Clara?" Tanya pria itu. "Dan mengecek jika ia benar bisa meramal lewat mimpinya?"

"Zeyn," wanita itu menggeleng-geleng. "Aku seorang Fae Healer. Tugasku adalah menyembuhkan orang." Wanita itu hampir saja melirik kabinet tempat Jon bersembunyi. Untungnya lampu sedang tidak dinyalakan, jadi mereka tak melihatnya.

"Kalau begitu kita persilahkan saja temannya tinggal disini," kata pria itu. Ia lalu menggerakkan sedikit tangannya. Angin lembut langsung tercipta, bahkan Jon bisa merasakannya dari sini. "Dan aku rasa kamu bisa keluar dari tempat persembunyianmu. Aku bisa mencium baumu, manusia."

Jon langsung menendang pintu kabinet. Mata wanita itu terbelalak. "Ka-kamu, apa yang-"

"Kalian gila!" Teriaknya sambil meraih sebuah gelas kaca yang terletak di atas meja. Ia lalu melemparkannya kepada pria itu. Namun ia bergerak cepat dan mampu menghindari serangannya. "Meramal masa depan?! Mana mungkin Clara bisa melakukan itu?!"

Wanita itu langsung tergagap. "To-tolong dengarkan du-dulu-"

"Sana, tidak usah gugup." Zeyn malah dengan santainya mengarungi jarak diantara mereka. Jon tiba-tiba merasa seperti pengecut karena sudah mundur menjauhi mereka. "Aku bisa jelaskan."

"Jelaskan apa?" Suara perempuan terdengar dari arah berlawanan. Jon beserta dua orang itu menoleh dan mendapati gadis lain dengan warna rambut hitam. Jon sempat terpana melihat parasnya yang rupawan, meskipun ia pernah melihatnya juga di apartemen Clara. "Ada apa ribut-ribut begini?" Mata gadis itu akhirnya mendarat ke wajahnya. "Oh."

"Clora, tolong tenangkan dia," kata pria itu dalam nada memelas. Gadis itu langsung menggerakkan tangan kanannya. Seketika angin berembus kencang dan mendorong tubuh Jon ke arah mereka. Jon meronta-ronta, namun angin serasa mengunci kakinya.

"Kenapa setiap manusia selalu bereaksi seperti itu setiap kali melihat kita?" Gadis itu menggeleng-geleng dan tertawa kecil. "Kita kan, gak gigit."

"Bawa dia ke kamarnya, dan kunci sampai ia tak lagi menyerang kita," kata pria itu sebelum ia melangkah pergi. Jon memprotes. "Mengunci?! Jadi aku tahanan kalian ya sekarang?!"

Pertanyaannya itu tidak terjawab. Fae bersayap putih itu juga sudah hilang. Yang tersisa sekarang gadis berambut hitam itu yang bertemu pandangannya.

"Apa?!"

"Huh?" Jon mengerutkan dahinya. "Kenapa marah-marah-"

"Jangan beri aku tatapan seperti itu, manusia," desisnya. Ia lalu menarik lengannya dengan kasar, membawanya kembali ke kamar. Belum sempat Jon membuka mulut, ia sudah dilempar masuk ke ruangannya. Tak lama terdengar suara pintu yang terkunci dari luar.

Jon menggedor-gedor pintu kamar. Ia lalu menggunakan lengannya untuk mendobrak pintu. "Kurang ajar kalian!"

"Berisik!" Teriak gadis yang tadi sebelum suara hentakan kakinya menggema di koridor. Jon hanya menggeleng-geleng tak percaya. Padahal ialah yang berhak marah karena sudah ditahan. Mungkin gadis tadi memang memiliki sifat pemarah.

Terpopuler

Comments

Neng Yuni (Ig @nona_ale04)

Neng Yuni (Ig @nona_ale04)

Mampir lagi kak, semangat 😊

2020-11-26

2

Dewi Ws

Dewi Ws

💓💓💓💓💓

2020-10-31

2

Andriani Salsabila

Andriani Salsabila

semangat kk 😁

2020-10-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!