Sudah berhari-hari sejak peristiwa aneh itu menimpa Nenek. Dan sudah berhari-hari juga aku mencoba untuk menghubunginya, namun Nenek tak pernah mengangkat teleponku. Tak seperti biasanya Nenek yang mempunyai banyak waktu luang tak pernah menyempatkan waktu untuk menjawab panggilan dariku.
Aku sedang berbaring di atas ranjangku sendiri. Aku menoleh dan mendapati Jon yang sedang menatapku. Kepalaku sedang tersandar di pundaknya. Jon tersenyum dan mengecup poni rambutku, kedua lengannya yang terlingkar pada pinggangku semakin dipererat.
"Clara, jangan terlalu dipikirkan," katanya sambil menghirup aroma tubuhku. "Kita akan menghubungi Nenekmu lagi. Mungkin cuma badai angin biasa. Desamu kan, sering diterjang angin karena terletak di area tropis."
Aku memejamkan mata dan kembali bersandar di pundaknya. "Ya, dulu sewaktu kecil, atap rumahku pasti selalu bergoyang setiap minggunya. Aku harus membantu Nenekku untuk membereskan kekacauan sisa angin badai." Memori mengenai angin ganas yang pernah sekali menyerang desaku membuatku bergidik. "Tapi, Nenek sudah terbiasa menghadapi angin badai seperti itu. Harusnya dia selamat." Aku menghela napas sedih. "Dan kamu harusnya masih kerja."
"Hmmm? Aku maunya nemenin kamu aja," Jon memutar sedikit wajahku, lalu menggigit sedikit bibirku. Aku refleks memukulnya. Jon hanya menertawakanku.
Pintu kamarku tiba-tiba dibuka dari luar. Stef mengintip sedikit dan, ketika melihat kami yang sedang berduaan di atas ranjang, dia buru-buru menghampiriku. "Clara, kurasa...kamu harus melihat sesuatu." Ia menyodorkanku ponselnya yang masih menyala. Dengan kebingungan, aku mengambilnya dan melihat apa yang ingin disampaikan olehnya.
Aku mematung saat melihat headline berita di layar ponsel.
'Desa Norlata yang Hancur Tak Bersisa, Penyebab: Angin Topan Dahsyat.'
Tubuhku mulai gemetaran. Ternyata angin topan menjadi penyebabnya. Aku menggerakkan ibu jariku, menggeser layar ponsel ke atas untuk melihat lebih lanjut isi berita tersebut. Terdapat sebuah gambar foto yang terpampang dengan jelas. Desa Nenekku yang kini terlihat menyesakkan. Puing-puing bangunan yang berserakan, atap rumah yang roboh, serta pepohonan yang tumbang.
Air mata mulai mengaburkan pandanganku. Ini jelas desaku. Desa tempat kelahiranku, sekaligus tempat tinggal masa kecilku. Aku mengenali tempat ini. Aku mengenalinya.
"Clara..." Kedua temanku sekarang sudah memperhatikanku. Aku tersadar dan buru-buru mengedipkan mataku agar air mata bisa terhapus. Namun, aksiku itu malah membuat air mata terlepas dan membasahi pipiku.
"Aku...aku harus ke toilet sebentar," gumamku sambil bangkit dari ranjang. Tanpa menoleh ke belakang, aku sudah melangkah keluar kamar.
Setelah mengunci pintu toilet, aku menekan wastafel dengan kedua tanganku. Kini air mataku mulai terlepas dari kedua pelupuk mataku. Aku tak dapat menahannya lagi, jadi aku terjatuh ke lantai dan menangis. Aku menarik kedua lututku dan menguburkan kepalaku di dalamnya. Suara-suara angin serta teriakan orang kembali melanda pikiranku. Aku lagi-lagi teringat dengan panggilan terakhirku bersama Nenek. Ya, mungkin hari itu adalah hari terakhir aku dapat mendengar suara Nenek. Dan di hari itu pula, aku sudah mengecewakan Nenek. Aku telah gagal dalam wawancara. Kini, Nenek tidak bisa meninggalkan dunia dengan tenang. Aku belum bisa mencari uang untuk kehidupanku sendiri.
"Menyedihkan," terdengar suara bisikan dari arah belakang. Aku berhenti terisak, dan langsung mengangkat kepala dan menoleh ke sumber suara. Tidak ada siapa-siapa.
Aku menghapus air mataku, kemudian mundur beberapa langkah. Aku jelas mendengar suara itu.
Kau sudah gila, aku berkata kepada diriku sendiri. Mungkin itu suara Nenek yang kecewa terhadapmu, kataku dalam hati.
Sepintas tawa keluar dari mulutku. Mungkin aku memang sudah gila. Atau mungkin itu suara dari pikiranku sendiri.
Aku merasakan bobot ponsel Stef di tangan kananku. Setelah benar-benar mengeringkan air mataku, barulah aku membaca dengan jelas isi dari berita tersebut.
'(09/08/08) Desa Norlata sudah ditemukan dalam keadaan hancur parah oleh pihak kepolisian pada waktu subuh tadi, lebih tepatnya pukul 03.25 waktu setempat. Penyebabnya belum diketahui, namun polisi setempat menduga bahwa angin topan menerjang desa tersebut beberapa hari yang lalu, setelah ditemukannya bukti bahwa sebagian tubuh korban hilang tak berjejak. Hingga saat ini jumlah korban menghilang sudah mencapai ratusan, lebih tepatnya 225 jiwa.'
Setelah itu, ada nama-nama daftar korban yang ditemukan tewas. Tenggorokanku tercekat, dan sesekali aku mengeluarkan suara sesegukan. Aku tidak ingin mencari nama Nenek. Sebagian diriku berharap nama Nenek tertera disini, bahwa tubuhnya sudah ditemukan dan dia dapat beristirahat dengan tenang. Namun, sebagian diriku tak ingin menemukannya. Kalau Nenek menghilang, tentu masih ada kemungkinan bahwa dia bertahan hidup di luar sana.
"Clara!" Pintu toilet tiba-tiba digedor. "Clara, apakah kamu baik-baik saja?!" Teriak Jon dan Stef dari luar. Aku buru-buru mematikan ponsel Stef, kemudian bercermin. Mataku merah dan bengkak. Aku tak ingin kedua temanku melihatku dalam keadaan seperti ini.
"Iya!" Teriakku. Aku berdeham, mencoba untuk menjernihkan suaraku sebelum aku kembali berteriak, "Aku sedang menggunakan toilet! Mungkin agak lama karena perutku sakit!" Aku berbohong.
Pintu tak lagi digedor. Jon kembali berbicara, "Oke, Clara. Kami akan menunggumu di luar. Kita bicarakan hal ini baik-baik, oke? I love you always, Clara."
Aku tersenyum dan membalasnya. "I love you, too." Setelah itu, suara langkah kaki mereka memudar.
Aku duduk di atas tempat duduk toilet. Setelah mempersiapkan diri, akhirnya aku membuka kembali ponsel milik Stef.
Aku hendak menggeser layar untuk membaca daftar nama korban jiwa yang telah ditemukan sebelum aku melihat kembali foto tersebut.
Jantungku berdegup kencang. Aku mengedipkan mataku berulang kali, namun yang kulihat masih sama dan tidak menghilang. Aku menggerakkan kedua jempolku untuk memperbesar foto tersebut.
Tepat di belakang bangunan yang roboh, aku melihatnya. Siluet pria tinggi yang menampakkan punggungnya. Samar-samar aku melihat sepasang sayap yang tertancap di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
semangat.. semangat. 💪😘
cinta pak bos hadir lagi..
mampir lagi yuk😊
2020-11-15
1
zhafa
mantap datang lagi ,semangat 😊😊😊😊😊
2020-10-22
1
Eda Sally
lanjut like😍
2020-10-14
1