Ratterdam, 2008
"Clara! Kamu dimana?!"
"Iya, iya! Tunggu seben-Aahh!" Celana panjangku terciprat lumpur karena mobil yang entah muncul darimana tiba-tiba melaju dengan kencang. Kini, sepatuku pun jadi becek.
"Clara? Kenapa teriak-teriak begitu?!" Suara temanku terdengar dari ponselku. Aku buru-buru mendekatkan ponsel di telingaku, sambil berusaha membersihkan noda kotoran di bajuku. Aku tidak punya waktu untuk menepi. Aku lagi-lagi melirik jam tangan yang melingkar pada pergelangan tanganku, kemudian mengumpat dengan kesal.
"Bukan apa-apa! Pokoknya, bentar lagi aku sampai!" Setelah itu, aku menutup panggilan telepon dan memasukkan ponselku ke kantong celanaku.
Aku terus berlari, tidak peduli dengan tatapan orang yang melihatku sambil sesekali menggelengkan kepala mereka. Penampilanku pasti terlihat menyedihkan. Seorang gadis remaja berusia 18 tahun yang lagi-lagi telat bangun pagi. Perasaanku jadi lega saat melihat gedung pencakar langit yang sudah familiar.
"Pagi, Pak!" Teriakku kepada satpam yang tengah menjaga pintu masuk gedung. Bapak itu menyilangkan tangannya dan membalas, "Pagi?! Ini sudah jam 11 siang, Clara!"
"Hehe!" Aku menaiki anak tangga dua-dua. Kakiku hampir tersandung karena sepatuku yang masih licin. Alhasil, aku hampir menabrak seseorang yang saat itu sedang menuruni tangga.
"Clara?" Rupanya itu Jon, pacarku yang sudah menjalin hubungan denganku selama 6 bulan. Senyuman langsung terlihat di wajah laki-laki berusia 20 tahun itu. Ia langsung memelukku, tak peduli dengan baju formalku yang sudah kotor.
"Jon!" Aku membalas dekapannya, menghirup aroma parfum dari tubuhnya yang membuat jantungku berpacu. Seluruh perasaan tak nyamanku tadi menjadi hilang, digantikan oleh perasaan rindu dan cinta yang meluap-luap.
"Kenapa rambutmu acak-acakan begini?" Jon sudah menyentuh beberapa helaian rambutku. Merasa malu, aku langsung membenarkan rambut panjangku yang kusut, lalu berdeham. "Tadi aku keci- eh, maksudku, tadi Stef nelpon makanya-"
"Clara!" Benar saja. Temanku yang bernama Stef itu sudah menuruni tangga dan menghampiriku yang sedang terpojok oleh tubuh Jon. Gadis itu hanya menggeleng-geleng dan menarik lenganku. "Kalo kamu begini terus, bisa-bisa naskah ceritamu di blacklist!" Tanpa mengatakan apa-apa lagi, aku meninggalkan Jon seorang diri di tangga, mengikuti Stef yang berceloteh panjang lebar.
"Kamu tau ga, aku harus kasih alesan apa ke ibu itu?!" Omel Stef saat ia sibuk menarik tanganku dan menuntunku melewati lorong kantor. "Aku bilang, Clara ada penyakit hipotermia, makanya suka telat bangun."
"Hipotermia?! Penyakit yang katanya suhu tubuh bisa dibawah 35 derajat Celcius?!" Aku tertawa terbahak-bahak. "Apa hubungannya hipotermia sama gangguan tidur?"
"Ya, aku kan bukan anak kedokteran!" Gerutu Stef. Aku bisa melihat sebuah pintu bercat merah yang tertutup. Stef melepaskan pergelangan tanganku. Aku langsung berinisiatif membenarkan rambut serta bajuku. Aku tidak mau terlihat berantakan pada hari pertama wawancaraku. Stef merogoh saku celananya dan mengeluarkan tisu basah. Ia lalu mengelap noda lumpur pada lengan serta kakiku.
"Sumpah Clara, kamu ketiban sial mulu," katanya dengan nada mengejek. Aku menyisir rambut panjangku yang berwarna coklat dengan jariku. Aku pun meringis kesakitan saat rambutku terjambak.
"Iya, mau gimana lagi?" Aku mengusap wajahku dengan pasrah, lalu mendesah. "Kalau wawancara ini gagal, aku terpaksa harus balik ke rumah nenek-"
"Clara." Stef menekan kedua bahuku. Ia menatapku lekat-lekat. Terkadang, wajah cantiknya sampai membuatku kehilangan akal. Stef ini darah campuran, ada keturunan Eropanya. Mata birunya berlentik, dengan wajah cekung yang tajam serta rambut pirang yang membuat semua laki-laki salah tingkah. Tak jarang aku berpikiran negatif setiap kali Jon berbicara santai dengannya. Pasti ada saja perasaan cemburu yang muncul di hatiku.
"Kamu itu berbakat, Clara," katanya lagi. "Yang baca naskahmu itu bukan puluhan lagi kayak dulu. Bukan juga ratusan. Tapi ribuan."
"Lebih tepatnya, hampir satu juta."
"Ya, pokoknya meningkat jauh kan?" Stef berkacak pinggang. "Udah, sono masuk! Kamu udah telat hampir setengah jam tau ga!" Temanku ini lagi-lagi mengomel. Aku hanya mengangguk. "Siap, ibu." Kemudian, gagang pintu pun terbuka.
.
.
.
Hai semua 😁 Makasih sudah mampir! Kalo suka, pencet like dan favorit ya! Kalo mo bantu semangatin author biar sering-sering update, boleh kasih vote ato tipnya, hehe :D
Sampai jumpa di eps berikutnya! 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
KOwKen
Hai hai kk
semangt berkarya, aku mampir ni bawa like dan rate bintang 5
jan lupa feedback ya..
suka ceritanya, bca nya nyicil ya
2020-11-25
1
Firdaus
si Clara ini penulis novel ya kak?
btw yang membuat anak gadis kesiangan apa yah kira-kira?
2020-11-21
1
Yoo_Rachel
Mulai baca lagi thor...
Sakura mampir..semangat..
yuk coba baca ep selanjutx dari karyaku
"I Need My Enemy To love" menceritakan (tentang pernikahan yang tak diinginkan antara dua kerajaan yang saling bermusuhan)
2020-11-18
1