Ch.4 - Kota

Wilayah manusia memang selalu aneh. Zeyn sudah pernah mendatangi desa tempat tinggal manusia, terutama desa-desa kecil yang terletak di dekat area perbatasan dengan wilayahnya.

Sekarang, ia dibuat kagum sekaligus tercengang atas bangunan-bangunan tinggi yang menjulang di hadapannya. Bukan hanya bangunannya yang hampir mengenai awan di langit, namun lampu-lampu bagaikan bintang yang menyala. Suara keras dan ramai dari benda-benda yang bergerak dengan kecepatan tinggi di jalanan.

"Apa itu? Kenapa kecepatannya lebih tinggi dibanding kuda milik Ledion?" Tanya Clora yang juga sedang memerhatikan keanehan suasana di wilayah yang satu ini. Gadis itu menggertakkan giginya. "Aku tak suka ini."

"Aku juga," sahut Kei di belakangnya. Mereka tengah menyembunyikan diri mereka dengan jubah, terutama telinga lancip dan sepasang sayap yang menyempil di punggungnya. Sebagai seorang Fae, Zeyn tidak akan pernah mengerti cara hidup manusia.

Mereka menghindari keramaian publik serta tempat-tempat yang masih aktif pada malam hari. Mereka tidak ingin terlihat, dan Zeyn sebisa mungkin tidak ingin menggunakan sihirnya. Meskipun indera tubuh manusia lebih lemah dibanding makhluk seperti dirinya, Zeyn ingin tampil senormal mungkin.

Mungkin, semuanya akan berjalan normal kalau ia tidak menutupi dirinya dengan jubah. Zeyn menghela napas dan terpaksa mempercepat langkahnya. Biasanya, ia akan menggunakan sayapnya jika harus bepergian dalam jarak jauh. Kali ini, mereka harus menggunakan kedua kakinya.

"Dimana tempat tinggal gadis itu?" Tanya Clora kepadanya. "Aku ingin cepat-cepat meluruskan sayapku."

"Sabar, Clora," balasnya. "Kurasa sudah di dekat sini. Kita hanya perlu melakukan putaran dan melewati taman ini," lanjutnya lagi sambil berjalan. Mereka kini berada di sebuah taman di tengah siang bolong. Tiba-tiba tampak dua manusia yang sedang berjalan ke arah mereka. Zeyn menghentikan langkahnya dan mengisyaratkan kepada teman-temannya untuk melakukan hal yang sama.

"Zeyn, kurasa kita tidak perlu melakukan hal ini," kata Clora lagi. "Kita harus bisa berbaur dengan lingkungan sekitar. Kalau kita menghentikan langkah setiap kali kita melihat manusia, bisa-bisa kita dikira penjahat."

"Betul," timpal Kei. "Penjahat yang siap menjual organ tubuh." Gadis itu tersenyum dan melanjutkan ucapannya saat Zeyn menoleh kepadanya. "Aku lebih suka dipanggil seperti itu."

"Huft." Zeyn mendesah. "Oke kalo begitu. Ayo jalan lagi." Untungnya manusia tadi sibuk mengobrol dan tidak memperhatikan mereka sama sekali.

"Sebenarnya, ada yang ingin kutanyakan sejak tadi," kata Kei dengan ragu. Zeyn mengerutkan dahinya. "Apa?"

"Kenapa kalian ingin sekali mencari seorang gadis kecil?"

Clora membalasnya, "Karena dia mungkin bisa membantu kita."

"Membantu seperti apa?" Tanya Kei lagi.

"Kau bisa lihat sendiri nanti. Yang terpenting adalah, kita harus bawa dia ke wilayah Fae," kata Zeyn. Mereka lalu berhenti berbicara saat melihat sebuah gedung yang amat tinggi. Persis seperti deskripsi wanita tua itu. Gedung berlantai 35 dengan infrastruktur bangunannya yang unik dan berbeda dari yang lain. Balkon setiap ruangan yang berbentuk seperti huruf V.

"Zeyn." Clora sudah berbisik di dekatnya. Di saat itulah ia merasakan suatu hal yang janggal. Pada salah satu jendela kamar paling atas, ia bisa melihat samar-samar cahaya Light dari dalam ruangan. Di sekeliling jendela, bentuk cahaya menjadi aneh saat ia menyipit matanya. Mungkin jika yang melihat adalah mata manusia, mereka akan menghiraukannya. Namun, cahaya itu membuat siapa saja yang berada di dalamnya berpikir bahwa hari sudah malam.

"Jangan bilang...ada yang sudah datang untuknya?" Bisik Kei dari belakang. Zeyn mengepalkan tangannya. Ia bisa merasakan angin yang mulai mengumpul pada kepalan tangannya. "Ayo hajar dia."

***

Aku meronta-ronta, berusaha semaksimal mungkin untuk melepas ikatan tanganku. Fae yang berada di depanku ini hanya tersenyum puas. "Sudahlah, Clara. Kau tak bisa kabur dariku."

Tangannya masih mengeluarkan cahaya, namun bukan untuk menyerangku. Mendengar suara keributan ini, Jon dan Stef buru-buru keluar dari ruanganku, namun mereka tidak melihat langsung ke arahku.

"Disini!" Teriakku, namun percuma. Mereka mendengar teriakanku, namun tak dapat melihatku. "Clara! Kamu dimana?!" Teriak Jon. Mereka sampai memasuki toilet dan mencari-cariku di ruang tamu dan dapur, padahal aku berada di depan pintu masuk.

Fae yang berada di hadapanku tersenyum lagi. "Mereka tidak bisa melihatmu. Berkat sihirku." Cahaya di telapak tangannya semakin terang. "Sudah cukup permainannya." Senyumannya sirna. Aku terkejut melihat ekspresi serius di wajahnya. Ia terlihat berbeda dari sebelumnya dan juga menyeramkan.

"Apa yang kamu mau dariku?" Aku bertanya tanpa ragu. "Kenapa aku harus ikut denganmu?"

"Pura-pura gak tahu?" Ia lagi-lagi menatapku dengan kedua matanya yang lentik dan besar. "Katakanlah, kenapa kamu membunuh kaumku."

"Kaummu?!" Semburku. Aku benar-benar tidak mengerti maksud ucapannya. "Aku bahkan tidak tahu kalo Fae itu benar-benar ada! Aku-"

"Jangan berbohong, gadis kecil." Ia mencengkeram pipiku dengan tangannya yang besar. "Kalo begitu kenapa kamu kabur ke kota ini?! Kenapa kamu pergi jauh-jauh dari wilayahku-"

Belum sempat ia melanjutkan perkataannya, jendela apartemenku sudah pecah. Tampak tiga orang berjubah yang tiba-tiba muncul di dalam apartemenku. Kali ini, Jon dan Stef bisa melihat mereka. Mereka langsung mematung dan hanya menatap dengan mata terbelalak.

"Lepaskan dia, Chrys," kata salah satu dari mereka dengan suara berat. Aku masih tak dapat melihat sosok di balik tudung tersebut.

"Zeyn?" Fae itu melepaskan cengkeramannya padaku, kemudian tertawa terbahak-bahak. "Tak kusangka aku akan bertemu denganmu lagi."

"Aku juga tak menyangka." Pria itu melepaskan tudungnya, memperlihatkan rambutnya yang berwarna coklat terang. Ia juga Fae, karena mempunyai telinga lancip dan tubuh yang jangkung. "Kalau kamu sampai melukainya-"

"Siapa kalian?!" Teriak Stef. Aku hampir melupakan kedua temanku yang sedari tadi hanya berdiam di pojok ruangan. "Awas saja! Akan kupanggil polisi-"

"Diam kau, manusia." Fae yang ternyata bernama Chrys itu mulai melemparkan cahayanya ke arah Stef. Ia berteriak, terkejut saat akhirnya melihatku yang sedang ditahan.

Stef bergerak kurang cepat. Cahaya itu mengenainya, menghantam tubuhnya ke dinding. "Stef!" Jon sudah berlari menghampirinya.

"Kenapa kamu datang kesini, Chrys?" Lanjut orang bertudung satunya lagi. Suara perempuan, pikirku. "Aku pikir kamu sedang ditahan di Kelas Tahanan."

"Apa urusanmu?" Cahaya kuning mulai menyala lagi. Tanpa peringatan, Chrys mulai menyerang tiga Fae itu dengan sihirnya. Namun pria itu mampu menghindari serangannya dengan baik. Ia juga mengulurkan tangannya, tak lama angin kencang menghantam kami. Aku menundukkan kepala untuk melindungi diri.

"Jangan ganggu aku, Zeyn!" Mereka saling menyerang tanpa henti, sementara dua Fae lainnya malah menghampiri Stef dan Jon. "Jangan dekati mereka!" Aku bangkit berdiri, meskipun kedua tanganku masih diikat. Sambil tergopoh-gopoh, aku menghampiri kedua temanku yang terpojok tak berdaya.

Kedua Fae itu akhirnya melepas jubah mereka. Sayap kecil mereka berwarna abu-abu. Yang satu memiliki rambut halus berwarna putih keperakan, dan satunya lagi berambut hitam lebat. Kedua gadis itu sangat cantik.

"Ayo ikut kami, gadis kecil," kata gadis berambut hitam itu. "Kami akan melindungimu!"

"Aku bisa melindungi diri sendiri," kataku sambil berusaha untuk melindungi kedua temanku. "Apa yang sebenarnya terjadi?!" Teriak Jon dari belakangku. "Apa kamu baik-baik saja, Clara?"

"Shut up, Jon," kataku kesal. Bayangan kedua temanku yang mengkhianatiku di kamar masih menghantuiku. "Aku bisa tangani ini."

"Tidak, kamu tidak bisa," kata gadis berambut putih itu. Ia menggeleng-geleng, lalu mulai merogoh saku jubahnya. Aku melihat sebuah serbuk aneh yang muncul dari telapak tangannya. "Kami akan jelaskan semuanya. Tolong percaya kami."

"Kenapa aku harus mempercayai orang yang menerobos masuk apartemenku begitu saja?" Kataku setengah berteriak. Aku menoleh dan melihat dua pria yang masih sibuk mengeluarkan sihir mereka. "Dan menghancurkan rumahku begitu saja!"

"Clara!" Teriak Chrys, masih sambil mengawasi Zeyn yang ternyata sudah babak belur di lantai. "Jangan dengarkan mereka!"

"Clara?" Ucap gadis berambut hitam itu. "Siapa yang lebih kau percayai disini, nak?"

Aku mengepalkan tanganku, masih berdiri di depan teman-temanku untuk melindungi mereka. Jon rupanya sudah bangkit berdiri, kini merentangkan tangannya untuk melindungiku. Aku mendesis.

"Ayo kita pergi dari sini," bisik Jon kepadaku, matanya masih menatap kedua Fae didepanku lekat-lekat. "Aku akan mengalihkan perhatian."

"Clora, jangan sampai dia kabur!" Teriak Zeyn yang sudah bangkit, kini tengah meninju Chrys yang terkapar di lantai.

"Clara, kumohon," kata gadis Fae itu lagi. Aku hanya menatapnya. "Kamu tidak aman. Chrys bisa melukaimu."

Stef sudah menggandeng tanganku dari belakang, lalu menariknya, mengisyaratkanku untuk segera mengambil tindakan.

"Kalian salah," kataku sambil melirik pintu ruangan dari sudut mata. "Aku bisa melindungi diriku sendiri." Setelah itu, aku menarik Stef ke arah pintu. Terdengar suara ledakan dan teriakan amarah dari belakang, namun aku tak sempat menoleh. Yang kudengar sesaat setelah aku membuka pintu adalah suara teriakan Jon yang nyaring.

Terpopuler

Comments

@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

Kakak Author😉

like, jejak dan semangat hadir lagi ya untuk kakak😊💪


dari "Cinta Pak Bos"😍

mampir lagi yu kak 😊

2020-11-22

1

Fiyaseni

Fiyaseni

aku mampir nih kak 😊

2020-10-16

1

ARSY ALFAZZA

ARSY ALFAZZA

🐾🐾🐾😇😇😇

2020-10-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!