Mimpi (2)

"Benarkah? Aku bisa melakukan itu?" Bisikku kepada diri sendiri. "Darimana caranya kalian bisa mengetahui hal itu?"

Clora memutar bola matanya. "Tidakkah kamu menyadari bahwa setiap kali kamu tertidur, kamu selalu asyik menggumamkan sesuatu? Kamu selalu berkata, 'Ini kehidupan masa depan. Ini seharusnya yang terjadi.'" Clora mengaduk-ngaduk supnya. "Dan omong-omong, aku tidak menyukai sup ini."

Kei menanggapinya. "Sama. Makanan manusia terlalu berlebihan." Kei memamerkan giginya yang putih bersih kepadaku saat aku melototinya. "Ini makanan curian. Dari manusia."

"Kalian mencurinya dari manusia?!"

"Itu Clora!" Kei buru-buru menunjuknya. Clora mendengus dan melipat tangannya. "Apa? Jangan lihat aku kayak gitu!" Mereka pun akhirnya saling menuduh.

Samar-samar aku bisa mendengar Zeyn yang menggumam, "Memalukan." Mata pria itu lalu beralih kepadaku. "Bisakah kamu menunjukkan kepadaku masa depan kaum kami? Aku tidak akan meminta yang macam-macam." Zeyn tersenyum kepadaku. Sial, batinku. Kenapa dia harus tersenyum seperti itu?

"Aku...aku gak yakin bisa melakukan itu," balasku. Aku tidak ingin mengecewakan mereka, namun sepertinya mereka sudah menaruh ekspektasi yang tinggi terhadapku. "Aku cuma manusia biasa. Aku gak bisa membantu kalian."

Ruangan menjadi hening. Clora dan Kei sama-sama menatapku dengan kesedihan sekaligus kekecewaan. "Tapi aku melihatmu waktu itu!" Clora memukul meja dengan keras. Angin seketika terhembus, menghantam langsung wajahku. Kei langsung menenangkannya. "Clora, jangan marah-marah."

"Jangan ganggu aku!" Clora membentaknya. Wajahnya mulai memanas. Gadis itu lalu menatapku dengan angkuh. "Clara, katakan bahwa kamu bisa melihat masa depan."

Aku terkejut mendengar ucapannya. "Dengar, oke?" Aku juga bangkit dari kursi. "Pertama, kalian sudah memaksaku untuk mengikuti kalian. Sekarang, kalian bersikeras bahwa aku dapat melihat masa depan?" Aku mengeluarkan suara tawa kecil. "Bahkan untuk sekedar memercayai bahwa kalian itu nyata masih sulit buatku." Aku sudah berjalan ke luar dari ruang makan. Zeyn tiba-tiba sudah berdiri dan menahan pergelangan tanganku.

"Apa?!" Aku menghardiknya. Pria itu terkejut atas sikapku itu. Aku hanya terdiam, menunggu balasan yang akan diucapkan olehnya. "Aku tahu ini terlalu..." Zeyn menggeleng-geleng. "Aku tahu ini semua aneh untukmu." Zeyn masih tidak melepaskan cengkeramannya padaku. "Tapi, kami benar-benar butuh bantuanmu. Bisakah aku menjelaskan semuanya padamu?"

Kekesalan dan amarahku mereda begitu melihat Zeyn yang memancarkan aura kesedihan dan penyesalan. Mungkin pria ini mengerti perasaanku yang sesungguhnya.

"Baiklah." Aku bisa melihat kedua bahu Zeyn yang sudah diturunkan karena lega mendengar jawabanku. "Tapi aku lagi gak ingin melihat dia." Aku melirik Clora yang ternyata juga sedang memerhatikan kami. Matanya bergeser ke arah tanganku yang sedang dipegang oleh Zeyn. Gadis itu...cemburu?

Zeyn lagi-lagi tersenyum. "Baiklah. Akan kita bicarakan lagi di ruang kerjaku. Sementara itu, mungkin kamu bisa mengunjungi temanmu." Zeyn menuntunku ke luar ruangan. Pondok ini memiliki dua lantai, dan kamarku yang barusan terletak di paling ujung. Zeyn menaiki tangga, mungkin ingin kembali ke ruangan pribadinya. Aku ingin menanyakannya ruangan tempat Jon dirawat, namun aku ragu-ragu. Untungnya pria itu berbalik badan dan menunjukkan arah kepadaku.

"Di seberang kamarmu. Pintu berwarna putih."

"Ah, terima kasih." Bodoh, kenapa kamu bisa lupa, Clara?! Batinku.

***

Aku membuka pelan pintu kamar. Seberkas cahaya berwarna putih menyala-nyala, dan aku mendapati seorang Fae berambut pirang. Sayapnya seputih salju. Perempuan itu sibuk memainkan cahaya yang menyelimuti tubuh Jon. Ia bahkan tidak menyadari kehadiranku.

Aku teringat dengan ucapan Kei mengenai seorang Fae Healer. Mungkin mereka mirip dengan dokter di dunia manusia, mereka bisa menyembuhkan Fae lainnya.

Aku tak ingin mengganggunya, jadi aku hanya terdiam. Fae itu kemudian berbalik badan, barulah aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Seketika perasaan iri melandaku. Tidak ada Fae yang buruk rupa, aku baru tersadar.

"Apakah kamu temannya?" Fae itu tersenyum kepadaku. Nada suaranya mirip seperti seorang ibu, meskipun aku tidak memiliki seorang ibu. Aku mengangguk. Fae itu menyeka keringatnya. "Aku sudah menyembuhkan sebagian besar lukanya." Wanita itu menggeleng-geleng. "Kasihan sekali untuk seorang manusia. Luka ini sangat berbahaya."

Aku memandangi luka di wajah Jon yang sudah memudar. Mata pria itu masih terpejam, namun dadanya naik-turun dengan teratur dan stabil. "Terima kasih," kataku kepadanya. "Bukan apa-apa." Fae itu tersenyum, kemudian melanjutkan perkataannya sebelum ia meninggalkanku seorang diri dengan Jon. "Ia butuh banyak istirahat. Beda dengan Fae, manusia membutuhkan waktu untuk memulihkan tubuh fisiknya."

Sekarang aku duduk di samping ranjang Jon. Aku merapikan rambut hitamnya yang menusuk mata. Aku pernah merawat Jon saat ia sedang sakit parah. Waktu itu, Stef sampai mengambil cuti dari pekerjaannya dan ikut merawatnya.

Dan sejak saat itu pula, kami berteman baik, padahal aku tergolong orang baru di kota Ratterdam. Mereka sampai membantuku mencari tempat tinggal, meskipun aku orang desa yang miskin dan hanya mempunyai uang tabungan yang tak sampai setahun. Waktu itu adalah masa tersulitku saat aku merantau dari desa. Aku harus selalu menghemat uang, dan mencari pekerjaan lain selain menjadi seorang penulis. Karena sebenarnya, menjadi seorang penulis itu kehidupannya tidak pasti.

Aku tidak tahu sudah berapa lama kedua temanku ini saling mengenal. Mereka tidak pernah menceritakan hubungan masa lalu mereka. Saat kami berkumpul bersama-sama, mereka terlihat bahagia. Namun, aku pernah mendapati Jon yang meneriaki Stef di lorong kantor. Hubungan mereka hampir saja retak, kalau bukan karena aku yang melerai pertengkaran mereka. Stef hanya menahan isakannya dan tidak menjelaskan apa-apa kepadaku.

"Kami hanya bertengkar karena hal biasa," Jon pernah mengatakannya kepadaku. "Aku sudah mengenalnya dengan baik. Kami memang sering bertengkar." Setelah itu, pasti selalu disusul oleh godaan. Aku pun tidak pernah memikirkan hubungan mereka lagi saat Jon akhirnya menjadi pacarku.

"Aku tidak pernah membohongimu! Aku memang menyukainya, namun ia sudah menjadi milikmu!" Kata-kata Stef kembali mengisi pikiranku. Mungkinkah mereka pernah menjalin hubungan? Kalau begitu, kenapa tak ada satupun yang menceritakannya kepadaku? Apakah mereka takut aku akan tersinggung?

Pintu diketuk. Tak lama, kepala Kei menyempil dari pintu. "Aku boleh masuk?"

"Ya," jawabku singkat, masih setengah termenung memikirkan masa laluku. Kei sudah berdiri di sampingku. "Huh," ia mendesah. "Sayang sekali, padahal untuk seorang manusia, dia tampan."

Aku tertawa. "Akhirnya ada yang sependapat denganku."

"Memangnya siapa yang tidak sependapat?"

"Sejauh ini, belum ada." Kemudian aku teringat dengan wajah tampan Zeyn. Kalau dibandingkan dengan wajah Jon, mungkin Zeyn jauh lebih rupawan. "Apakah Clora menyukai Zeyn?"

"Hah?" Kei tertawa terbahak-bahak. Aku sampai menyuruhnya diam agar tidak membangunkan Jon yang sedang tertidur. "Clora? Gadis pemarah itu?" Kei menghapus air mata bahagianya. Setelah tawanya mereda, ia menggeleng-geleng. "Aku tidak tahu. Setahuku, Clora selalu membentaknya, meskipun Zeyn adalah Ketua kami."

"Ketua?"

"Ketua Ventus," kata Kei. "Sayap abu-abu dinamakan Ventus. Zeyn adalah pemimpin para Fae Ventus."

"Oh, begitu," aku mengangguk tanda mengerti. "Kalau begitu, sayap putih tadi adalah Fae Healer?"

"Yup," Kei mengacungkan jempol. "Banyak sekali golongan untuk para Fae. Masing-masing dapat menciptakan sihir yang berbeda. Ventus dapat memanipulasi angin, sedangkan Healer menggunakan cahaya putihnya untuk menyembuhkan Fae."

"Lalu, yang seperti Chrys itu apa? Dia dapat menciptakan sihir apa?"

Kali ini, Kei terdiam. Ekspresi bahagianya tadi menghilang. Aku langsung merasa bersalah. Seharusnya aku tidak menyebutkan nama Fae itu, Fae yang dibenci oleh mereka. "Chrys itu seorang Fae Light," akhirnya Kei menjawabku. "Dia mempunyai bakat memanipulasi cahaya. Kelompok mereka itu termasuk berbahaya."

"Kenapa?" Aku langsung tahu jawabannya saat aku mengingat apa yang mampu dilakukan oleh Chrys saat itu. Ia dapat menghilangkan suatu objek, bahkan sampai menyerap cahaya dari lampu di rumahku.

"Mereka bisa membelokkan cahaya sehingga membuat suatu objek tak terlihat. Itu adalah salah satu trik mereka."

Salah satu?! Aku tercengang. Trik apa lagi yang mampu dilakukan olehnya?

Terpopuler

Comments

@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

jejak lagi kak😊

2020-11-24

1

Anonim

Anonim

semangat🤗❤

2020-11-11

1

zhafa

zhafa

semangat 🥳🥳🥳🥳🥳

2020-10-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!