Aku berteriak, dan dalam sekejap mata, ponsel milik Stef sudah terlempar ke ujung ruangan. Aku bergetar dan bersusah payah mengambil kembali ponsel milik temanku itu.
"Shit...shit!" Aku menjambak rambutku, sadar bahwa perbuatanku yang sebelumnya itu menyebabkan layar ponsel retak. Aku telah merusak ponsel milik Stef.
Aku buru-buru menekan tombol untuk membuka kembali ponselnya, namun benda persegi panjang ini tidak mau terbuka. Aku tiba-tiba menggigil, merasa takut atas apa yang baru saja kulihat.
"Tidak mungkin," bisikku kepada diri sendiri. Aku menggeleng-geleng. "Fae...tidak mungkin." Memori mengenai pengalaman masa kecilku mulai kembali menghantuiku. Aku teringat dengan wujud rupa Fae. Makhluk bertelinga lancip dan memiliki sayap. Makhluk yang hanya ada dalam dongeng. Aku pernah melihatnya sekali, pada malam yang tak bisa kulupakan.
"Mungkin aku sudah gila," kataku kepada diri sendiri. "Mungkin aku sudah larut dalam perasaanku sendiri." Aku bergumam berkali-kali, mencoba untuk menenangkan pikiranku sendiri. Namun, bulu kudukku masih saja naik.
"Kau tidak gila." Aku terdiam dan mematung, tidak yakin dengan suara yang baru saja kudengar. "Dan, sebaiknya kamu tidak merusak ponsel temanmu." Aku menoleh ke sumber suara, dan melihatnya.
Seorang lelaki muda yang tengah tersenyum kepadaku. Rambut pirangnya beterbangan, dan wajahnya masih terlihat muda. Dan telinganya-
"Fae?" Bisikku terkejut. Ia menaikkan kedua alisnya, lalu mengedipkan matanya. "Fae? Hmm, aku lebih suka dipanggil 'si ganteng'." Laki-laki itu maju selangkah, sontak membuatku terkejut dan berdiri. "Jangan dekati aku!" Teriakku kepadanya. Dia malah tertawa, dan dengan santainya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.
"Ayolah...Kamu tidak mengusirku saat aku mendatangimu malam itu." Ia tersenyum manis, membuat wajahnya semakin terlihat tampan. Ia membuka sepasang sayapnya, dan aku kembali teringat akan penampakan yang kulihat sewaktu dulu.
Persis seperti yang kuingat. Sayap berwarna kuning. Laki-laki muda itu sudah berada di hadapanku. Rambutnya berwarna pirang terang, membuatku sedikit teringat pada Stef. Tubuhnya terlihat sangat ideal dan ia mengenakan kaos tipis tak berlengan, memperlihatkan otot-otot perutnya serta lengannya yang keras. Dia sangat tinggi, sampai-sampai aku harus memundurkan langkahku.
Aku seharusnya sudah berteriak ketakutan. Tapi, yang ada malah jantungku yang berdetak tidak karuan.
Wajah lelaki ini sangat sempurna. Dengan warna sayapnya serta aura yang terpancarkan dari tubuhnya, ia terlihat sebagai malaikat yang baru saja mendarat di hadapanku.
Namun tak lama senyumannya sirna dan ia menahan kedua lenganku.
"Ikut denganku." Napasnya dapat kurasakan pada bibirku. Aku menahan napas, tidak mampu untuk mengeluarkan suara. Ia kembali tersenyum melihat ekspresiku. "Sudah kuduga. Wajahku ini terlalu menggoda." Matanya beralih ke bibirku, dan sebelum aku dapat menepisnya, ia sudah mengatupkan bibirku.
Tubuhku gemetar, menolak untuk diperlakukan demikian. Bibirnya terasa lembut dan hangat. Aroma tubuhnya yang seperti pohon pinus memenuhi penciumanku. Aku mendorongnya, namun tangannya dengan cepat menahan kedua pergelangan tanganku.
"Le...pas...ku!" Aku mencoba untuk berteriak, namun ia tetap menekan bibirku dengan bibirnya. Ia melotot dan semakin menekan tubuhku ke dinding. Aku meronta-ronta. Tangannya sudah mulai beralih ke pinggangku. Ia mengeluarkan lidahnya dan membuka mulutku dengan paksa. Aku ingin memejamkan mata, merasa takut dan ngeri, namun aku tidak ingin memberinya rasa kepuasan. Maka aku menggigit bibir bawahnya dengan keras.
"Apa-apaan!" Ia mundur, merasa terkejut dengan perlakuanku. Ia berkedip dan menyentuh bibirnya sendiri dengan jarinya. Darah.
Aku tahu ini kesempatanku. Saat ia hendak menangkapku lagi, aku melempar tinju ke perutnya, membuat tubuhnya terdorong ke lantai. Aku membuka pintu toilet dengan cepat, dan berlari ke ruang tamu.
Aku terkejut saat melihat hari sudah malam dari jendela luar. Tiada penerangan dari lampu. Aku tidak melihat keberadaan Jon atau Stef, dan itu membuatku panik.
"Mau kemana?!" Teriak Fae itu dari ruangan toilet. "Jangan harap bisa kabur dariku, Clara!"
Secepat kilat, aku berlari ke arah pintu masuk apartemenku. Aku harus cepat mencari kedua temanku. Mungkin Jon sedang berada di ruangannya sendiri. Aku hendak membuka gagang pintu ketika sebuah cahaya terang berwarna kuning membakar telapak tanganku.
"Aaa!" Aku berteriak, menahan tanganku yang kesakitan. Tanganku jadi terasa perih karena terbakar.
"Kau tak bisa kemana-mana, Clara." Aku membalikkan tubuh ke belakang, dan melihat Fae itu. Cahaya kuning mulai redup dari telapak tangannya yang terbuka. "Dan kamu bisa mengucapkan selamat tinggal kepada dua temanmu. Karena mereka tidak peduli padamu."
Ia memainkan jarinya, dan seketika cahaya lampu yang tergantung di langit-langit ruangan kembali menyala. Aku melihat Jon dan Stef yang sedang berada di kamar tidurku. Dinding kamarku mulai menghilang, dan penglihatanku jadi tembus. Aku melihat Stef dan Jon yang sedang berciuman.
Kepalaku mulai berkunang-kunang, dan seketika tungkaiku melemas. Aku menutup mata, tidak ingin melihat pemandangan mengerikan itu. Rasanya aku sudah dipermainkan berkali-kali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
DeputiG_Rahma
jejak again...🙈🙈🖐
2020-11-26
1
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
kakak😉
asisten dadakan hadir lagi
bawa like dan semangat 💪
yuk mampir lagi😊
2020-11-21
2
NonaHana
Jejak like 👍sampai sini dulu ya..
Salam dari ❤️Sepenggal Kisah di Negeri Jiran❤️
di tunggu feedbacknya.. 😊
2020-11-21
1