.
.
.
" Vano .. " Sapa Meera pada Vano pagi itu. Lama tidak berkomunikasi, Meera sedikit merindukannya.
Meera sengaja mencegat Vano yang tengah berjalan hendak keluar dari kelas mereka, setelah kelas mereka baru saja bubar beberapa menit yang lalu.
" Hmm .. " Dengan nada dan sikap yang dingin Vano merespon sapaan Meera siang itu.
" Kamu ... apa kabar ? " Meera berdiri di hadapan Vano. Sengaja menghalangi jalannya, agar Vano tidak berlalu pergi begitu saja seperti yang sudah-sudah.
" Hmm .. Baik. " Lagi-lagi dengan mode dinginnya. Vano menunduk, sesekali mengedarkan pandangannya ke tempat lain, tidak ingin melihat Meera barang sekejap pun. Sepertinya, melihat Meera adalah hal yang paling memuakkan dalam hidupnya.
" Kamu, kenapa sih ? Aku- ada salah sama kamu ? " Tanya Meera merasa tidak enak dengan sikap Vano akhir-akhir ini.
Vano benar-benar berubah tidak seperti biasanya. Tiada lagi Vano yang baik hati dan perhatian padanya.
Yang ada Vano yang dingin yang kerap melayangkan tatapan tajam padanya. Seolah ada sorot kebencian di sana, walaupun kadang Meera menangkap ada cahaya hangat nan sendu namun perlahan meredup seiring dengan waktu.
Mungkin itu adalah gambaran perasaan Vano terhadap Meera yang membuncah namun perlahan meredup hanya karena prasangka yang teramat salah.
Lama Vano terdiam, namun akhirnya dia berucap.
" Udah deh, Ra. Sebaiknya kita memang gini saja. Lagipula, aku gak suka sama ... " Vano tersenyum sinis menatap Meera dari ujung kepala sampai ke ujung kaki Meera. Refleks Meera mengikuti tatapan Vano yang seolah memindai tubuhnya.
Bola mata Vano sedikit berkaca-kaca, kenapa membayangkan tubuh Meera yang tengah disentuh - sentuh oleh kekasihnya begitu melukai perasaannya.
Sudah sejauh itukah perasaan Vano terhadap Meera. Atau hanya sekedar rasa fanatik berlebihan karena Meera seolah digambarkan sebagai seorang wanita yang gampangan dalam menjalin hubungan.
Hingga akhirnya tubuh dan kegadisannya dia korbankan tanpa ikatan pernikahan hanya demi cinta belaka. Bahkan sekarang Vano malah berfikir sebelum Meera berhubungan dengan kekasihnya, Meera mungkin saja sudah tidak perawan.
" Maksud kamu apa, Van ? " Sorot mata kecewa tampak di mata Meera, atas sikap dan tatapan Vano padanya yang begitu menusuk di hatinya.
" Udah deh, Ra. Kita gak usah bertemu lagi. Dan anggap saja, kita tidak pernah saling mengenal. " Akhirnya Vano berlalu pergi dari hadapan Meera. Terlalu lama berada di hadapan Meera seringkali membuat Vano merasa tidak tahan.
Kini Vano sadar, rasa cinta terhadap Meera semakin hari justru semakin membesar. Semakin dia menyadari bahwa dirinya mencintai gadis yang bernama Ameera itu, Devano semakin menyadari bahwa Ameera sudah dimiliki oleh lelaki lain. Ameera bahkan sudah menyerahkan jiwa raganya untuk lelaki yang kerap Vano lihat selama ini.
Meera melepas kepergian Vano dengan tatapan nanar. Menatap punggung lelaki yang makin hari makin dia rindukan. Tanpa sadar air mata menetes di pipinya. Mengapa kehilangan Vano sesakit ini ? Bahkan saat Meera memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Lucas, Meera tidak sesedih ini.
Akhirnya Meera tersadar, dia bukanlah apa-apa, dia bukanlah siapa-siapa. Baik di hadapan Vano maupun Lucas, Meera hanya gadis biasa yang tidak memiliki apa-apa untuk dia banggakan barang sedikitpun.
Sedari awal memang sudah seharusnya Meera tidak pernah berharap bahkan sekedar pertemanan sekalipun. Apalagi jika mengharapkan hal lebih yang menyangkut hati dan perasaan. Karena sedari awal Meera menyadari dia hanya gadis biasa yang berasal dari kasta yang berbeda dari mereka.
.
.
.
Beberapa hari kemudian ...
Meera setengah berlari turun dari bis yang tadi dia tumpangi. Tanpa henti melihat ke arah jam tangan yang dia pakai, dia berlari dengan cepat dan tangkas ke ruangan kelasnya yang masih cukup jauh dari posisi Meera kini berada.
Aktifitas berkeringat itu, tidak lepas dari pengamatan sepasang mata yang sedari tadi memperhatikan tanpa disadari oleh Meera.
Mengikuti langkahnya kemudian dari belakang, karena tempat tujuan mereka yang sama dan itu bukanlah kebetulan, melainkan kebiasaan.
Vano, dari semenjak Meera turun dari bis tadi tak henti matanya mengamati sang gadis pujaan hati yang tak urung pergi dari dalam hatinya itu.
Sedikit meringis kala mengetahui sesekali Meera hampir terjatuh karena berlari terlalu cepat tanpa memperhatikan kondisi jalan berlubang yang tengah dia pijak.
Akhir-akhir ini hubungan mereka sukses merenggang seperti yang Vano harapkan. Meera kerap kali lewat di depannya tanpa menyapa atau sekedar senyum saja.
Sempat hampir bertabrakan beberapa kali, Meera sukses bersikap seolah tak mengenal Vano sama sekali. Seperti yang diinginkan Vano terakhir kali.
Sepertinya, sikap dingin Vano terakhir kali pada Meera cukup membekas di dalam hati Meera. Hingga akhirnya kini, Meera tak ingin mengulang kembali menyapa Vano, jika dia sendiri sudah tahu pasti bahwa dirinya hanya akan mendapat rasa sakit setelah bertemu dengannya nanti.
Ada rasa penasaran yang bergemuruh di dalam dada Vano, kala beberapa lama ini setelah lama mengamati dan mencermati, Meera acapkali berangkat dan pulang kuliah sendiri. Tanpa ada yang mengantar jemput seperti biasanya.
Dan gemuruh itu semakin terasa kala kini, Meera benar-benar menjadi orang asing di hadapannya.
" Joice ... " Seru Meera pada teman perempuannya. Akhirnya setelah Vano menjauh dari Meera, Joice menjadi pilihan Meera sebagai teman dekatnya.
" Meera.. " Seru Joice juga yang sedari tadi sudah menunggunya.
Dua sekawan itu mengobrol asyik sekali. Mengabaikan Vano yang berjalan pelan melewati mereka berdua. Padahal dengan begitu jelas Meera melihatnya. Hanya saja, tekad Meera sudah bulat untuk bersikap tidak saling kenal seperti yang Vano pinta.
" Ha ... ha ... "
Tanpa disengaja, Meera tertawa cukup keras. Kala mendengar cerita Joice yang cukup lucu di dengarnya. Walaupun Vano bersikap cuek seolah tidak mau tahu, tanpa disangka daun telinganya bekerja begitu tajam hendak mendengar obrolan mereka yang begitu menarik kedengarannya.
" Benar Meera, saudaraku itu masih jomblo. Kau maukan aku perkenalkan padanya ? " Tawar Joice dengan begitu antusias.
" Dia tampan tidak ? " Nada bicara Meera terdengar bercanda.
" Tampanlah, Meer. Kamu lihat, aku cantik kan ? " Meera mengangguk mengakui kecantikan Joice.
" Dia sangat mirip denganku. " Lanjut Joice kemudian.
" Berarti cantik dong, Joi ... " Meera terkekeh, menimpali Joice yang kini merenggut di hadapannya. Joice menyerah !!
" Ok ! Terserah kamu ... " Jawab Joice dengan nada kesal yang tersirat di suaranya.
Melihat dan mendengar hal itu akhirnya kini Meera yang menyerah.
" Baiklah ... kapan ? " Meera terdengar pasrah.
" Serius ? Kamu berminat ? " Lagi-lagi Joice bersemangat. Begini nikmatnya menjadi Mak comblang. Ikut senang kala orang lain memiliki pasangan.
Akhirnya Meera mengangguk, walaupun pelan.
Vano yang mendengar obrolan absurd itu dari kejauhan sedikit mengernyitkan dahinya. Berusaha menangkap maksud dari obrolan mereka.
Dan penasarannya terobati kala ...
" Kalau berpacaran dengan dia, aku jamin kamu pasti bisa dengan mudah move on dari mantan pacar tampan mu itu. " Ucap Joice sok tahu.
Meera langsung mencebikkan bibirnya sembari tertawa saat mendengar ucapannya. Berjalan berlalu pergi meninggalkan Joice menuju perpustakaan, tanpa menyadari Vano yang kini tengah mengikutinya.
.
.
.
💫 Bersambung ... 💫
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Sushie Ajjah
🥺🥺🥺😭😭😭😭 kasihan meera merasa ngak ada yang sayang... nyesek bacanya
2022-02-26
0
Alifah Safwa R
🤔🤔🤔😂😂😂😂 vano vanoooo
2020-10-26
0
Sept September
like
2020-09-26
0