.
.
.
Bertemu Vano secara tidak sengaja di depan kampus, Meera diam-diam menghindar. Tidak ingin terlihat terlalu frontal, Meera melakukannya secara perlahan.
Seperti pagi ini ...
Disaat mereka tengah berjalan dengan arah yang berlawanan, sudah dipastikan mereka akan berpapasan. Namun, demi menghindari Vano, Meera rela berbalik arah dan mencari jalan lain untuk sampai ke tempat tujuannya.
Vano bukannya tidak mengetahui tingkah Meera. Sedikitnya dia berusaha mengerti, toh ada baiknya mereka tidak terlalu sering berjumpa. Sudah seharusnya memang Vano menyadari dan menerima bahwa Meera sudah ada yang punya. Tapi kan tidak ada salahnya dengan berteman, fikirnya.
Sebenarnya sangat sulit bagi Meera untuk menghindari Vano. Selain mereka satu kampus, mereka juga satu jurusan fakultas. Selain itu, di mata pelajaran tertentu terkadang mereka satu kelas.
Maka dipastikan, seberapapun besarnya usaha Meera untuk menghindar dari Vano, ujung-ujungnya pasti akan bertemu juga.
Dan semua terbukti, saat siang ini ...
Di Laboratorium ...
" Ameera dan Devano kalian satu kelompok. " Ucap Bu Jenny memberi intruksi.
Vano sih terlihat enjoy saja. Dengan siapapun dia bekerja sama, dia samasekali tidak masalah. Namun lain halnya dengan Meera, rasa takut menggerogotinya.
Khawatir ada mata-mata diantara mereka yang merupakan teman satu kelasnya, dan malah melaporkan hal ini kepada Lucas yang katanya akan slalu tahu perbuatan Meera di belakangnya.
Terkadang Meera menyesal. Punya pacar kok gini amat ya ? Lebih tenang saat menjadi pembantunya Lucas saja. Setidaknya, tidak akan ada orang yang mengatur-atur kehidupannya.
" Ameera ... ! " Tegur Bu Jenny yang mendapati Meera terbengong saja.
" Ameera ... ! " Tegurnya lagi.
Meera mengerjap kaget, tersadar ketika Vano memukul bahunya pelan. Demi Meera tersadar dari fikiran kosongnya.
" Ya, Bu. " Jawab Meera berusaha sigap.
Bu Jenny lalu memberi intruksi tugas kepada mereka berdua.
Karena sedari tadi Meera melamun saja, Bu Jenny meminta Meera yang melakukannya. Dan Vano diminta ibu Jenny untuk sekedar membantu Meera saja.
" Devano ! " Panggil Bu Jenny yang kini telah berdiri di depan meja mereka.
Vano menatap dosennya itu. " Ya ? "
" Tolong angkat rambut Meera, sepertinya itu sedikit mengganggunya. "
Perintah Ibu Jenny pada Vano, ketika melihat rambut Meera sedari tadi terulur ke depan mengganggu Meera yang tengah mengerjakan tugasnya dan sedang tanggung-tanggungnya. Kedua tangan Meera tengah sibuk mengerjakan tugas praktikum laboratorium itu.
Baik Meera maupun Vano sedikit kaget mendengarnya. Namun apa daya, jikalau tugas, harus dilakukan walaupun sedikit terpaksa.
Vano dan Meera bersitatap muka. Meera yang mendapat deheman dari Bu Jenny segera melanjutkan tugasnya.
Kini tinggallah Vano. Yang terlihat bingung dan salah tingkah harus memulai dari mana.
Walaupun ragu ..
Vano meraih rambut lembut Meera dalam genggamannya. Menariknya ke atas, sehingga tampaklah leher jenjang, putih, mulus nan indah milik Meera di sana.
Ada desir di dada Vano, kala melihat leher mulus Meera yang terpampang cantik dan menggoda.
Dengan ...
Satu titik noda merah di sana ...
.
.
Tersadar, Meera dan Vano membelalakkan matanya seketika.
Vano yang kaget dan sedikit kecewa melihatnya, karena sedikitnya dia tahu itu apa.
Meera yang baru teringat dan tersadar ada noda merah di sana, sungguh malunya. Apalagi saat Vano melihatnya.
Dan Vano, dengan pengertiannya berusaha menutupi noda merah itu agar tidak terlihat oleh Bu Jenny dan teman mereka yang lainnya. Dengan sedikit menurunkan rambut Meera, namun tetap tidak mengganggu Meera yang sedang mengerjakan tugasnya.
Dan setelah tugas mereka selesai ...
Ada perasaan canggung diantara mereka berdua, terutama Meera. Berjalan beriringan menyusuri koridor kampus, mereka melakukan obrolan.
" Makasih Vano. Kamu sudah membantuku. " Ucap Meera memulai percakapan.
Sembari menunduk malu, Meera membenahi rambutnya agar menutupi noda merah di lehernya. Sedikit menyesal seharusnya sebelum berangkat kuliah tadi dia memakai plester saja untuk menutupnya. Jika ada yang bertanya Meera tinggal menjawab habis digigit serangga.
" Hmm ... " Vano mengangguk pelan.
Sepertinya Vano sedikit kecewa. Dia memang hanya sekedar suka pada Meera, belum terlalu jauh sampai itu disebut cinta. Tapi, setelah beberapa kali melihat hal-hal yang berhubungan dengan adegan intim antara Meera dan kekasihnya, membuat hatinya sedikit panas dan terluka.
" Kamu, emang sudah seintim itu dengan pacar kamu ? " Sedikit nada sinis dalam kalimatnya. Membisikkan kata intim agar tidak terdengar orang lain yang berada di sekitar mereka.
" Enggak kok, Vano. Kemarin, dia ngehukum aku karena aku pulang bareng kamu. " Jawab Meera dengan polosnya.
Entah mengapa, saat bersama Vano, Meera slalu merasa aman dan nyaman. Ingin berbagi cerita dan permasalahan.
Mendengar jawaban Meera, Vano langsung membelalakkan mata. Vano mengira, karenanya Meera diperlakukan tidak senonoh oleh kekasihnya. Mengingat ciuman di mobil terakhir kali, membuat Vano berfikiran jauh. Hingga ada noda merah di leher Meera, Vano mengira Lucas dan Meera telah tidur bersama.
" Dia ... " Vano menelan ludahnya. Ingin bertanya Dia memperkosa kamu ? Namun, rasanya sungguh tidak tega dan terlalu frontal juga.
" Sudah berapa kali dia melakukan hal itu pada kamu ? " Tanya Vano pada Meera dengan ragu dan terbata.
Vano takut mendengar jawabannya. Namun Vano begitu penasaran, sudah berapa kali Lucas dan Meera tidur bersama dan melakukan hubungan intim seperti yang ada di fikirannya.
Meera yang tidak tahu apa-apa dan di fikirannya hanya ada adegan saat Lucas mengecup dan menggigit lehernya, akhirnya menjawab.
" Dua kali ! " Jawab Meera dengan polosnya. Dengan mata polos menatap Vano yang tengah menatap tajam dirinya.
" Semalam .. dia melakukannya dua kali. Dan itu adalah pengalamanku untuk yang pertama kali. " Lanjut Meera kemudian.
Vano yang mendengarnya hanya kesal. Menahan emosi yang merangkak naik mulai menguasai diri. Kedua tangannya terkepal kuat. Dia menahan amarah yang memuncak, dan mendidih di kepalanya.
Ada marah dan kecewa. Marah pada Lucas yang melakukan hal yang tidak pantas. Dan
kecewa pada Meera yang melakukan hal yang tidak semestinya.
Dia begitu kecewa pada Meera. Ternyata, Meera bukanlah gadis baik seperti yang dia kira. Dia terdengar dan terlihat begitu murahan. Melakukan hal itu tanpa sedikitpun penyesalan.
Meera yang tidak mengerti merasa aneh dengan sikap Vano yang berubah dingin padanya. Tatapan matanya berubah tajam seketika. Bahkan, ada sinar merendahkan di sana.
Meera yang mengerti akhirnya menyadari, seharusnya hal pribadi seperti malam tadi tidak perlu di bagi-bagi. Hanya akan membuatnya membuatnya menjadi terhina, dipandang remeh dan sebelah mata.
Dan semenjak saat itu, hubungan merekapun menjadi renggang. Vano menjaga jarak dari Meera, karena tidak ingin terjebak jauh dan dalam dengan perasaannya.
Perasaan yang menurut Vano tidak bisa lagi untuk diperjuangkan. Karena Meera benar-benar telah menyerahkan seutuhnya hati, jiwa, perasaannya, bahkan tubuhnya pada kekasihnya.
Vano berfikir dia hanya akan merasa kecewa dan sakit hati. Jika akhirnya terus berjuang mendekati Meera yang sepertinya tidak tertarik padanya samasekali.
.
.
.
Lucas menghadiri undangan makan siang di rumah Diana.Tanpa diduga bertemu dengan Meera yang juga hadir di sana sebagai salah satu tamu undangan Diana.
" Ini adalah acara syukuran selamatan kehamilan kembar tiga Alessya. "
Diana menenangkan Meera yang terlihat kikuk karena merasa tidak pantas untuk hadir di sana, mengingat tidak ada ikatan apapun antara dirinya dengan mereka.
Sebenarnya, Diana bermaksud modus juga untuk mencomblangi Lucas dengan Diana.
" Dimana Dafa ? "
Tanya Meera pada Diana. Meera sempat melihat adiknya Diana dulu, saat Meera akhirnya mengantar Diana ke apartemen Lucas. Yang akhirnya Meera ketahui bernama Dafa setelah Meera berkenalan dengannya beberapa hari kemudian di tempat kuliahnya.
" Oh .. dia, sepertinya sedang ada acara lain. " Jelas Diana singkat dan tak peduli keberadaan adiknya yang terlihat begitu sibuk akhir-akhir ini. " Pacaran mungkin .. " Lanjut Diana lagi, dan Meera hany terdiam tak merespon apa-apa, karena dia hanya berbasa basi tadi.
Lucas yang belum mengakui atau bercerita pada siapapun bahwa Meera adalah kekasihnya bersikap acuh tak acuh pada Meera. Bersikap dingin dan tak peduli sama sekali. Bahkan disaat Meera tak sengaja teriris tangannya oleh pisau saat membantu Diana menyiapkan buah potong, Lucas samasekali tak menunjukkan kepeduliannya.
" Aww ... "
Ringis Meera saat itu. Diana dan yang lainnya terlihat cukup panik. Apalagi setelah melihat luka yang cukup besar di sana.
Dan Lucas, hanya terdiam saja.
Ada sakit di hati Meera, namun segera dia tepis saat itu juga. Cinta Lucas padanya hanya sekedar kebutuhan, keinginan, hasrat semata. Belum tampak ketulusan di dalamnya. Dan Meera tidaklah bodoh untuk terbuai atau terbawa suasana. Kecuali, saat Lucas mencium bibirnya.
Tepat saat Lucas tersadar dengan sikap berlebihannya, yang terlalu cuek seolah tak peduli pada Meera. Meera justru menolak mentah ketulusannya.
" Apa aku perlu mengantarmu ke dokter ? " Lucas menghampiri Meera yang kebetulan saat itu sedang sendiri.
Meera menatap dingin Lucas.
" Tidak perlu !! Kelak jika aku matipun, kau tidak perlu mengantarku ! " Ucapnya tajam dengan begitu sengit.
Sembari melangkah pergi meninggalkan Lucas seorang diri.
.
.
💫 Bersambung ... 💫
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Little Peony
Semangat selalu Thor
2020-11-04
0
Heera Ya
uda aku boomlike sampe sini ya kak
sukses selalu utk karyanya
2020-10-29
0
ARSY ALFAZZA
boomlike 10 episode + rate bintang ⭐⭐⭐⭐⭐🤗 saling mendukung ya Thor 😇
2020-10-28
0