Pernikahan
Begitulah ceritanya. Hingga kini aku dan Mas Adam bisa bersanding dan saling berikrar janji di pelaminan altar gereja.
Gedung yang megah, yang setiap sudutnya dihiasi dengan lampu hias dan bunga buatan. Tampak begitu indah dan gemerlap. Itu menjadi saksi bisu dari seorang Adam Rahardian mengucapkan janji pernikahan dengan menatap tajam ke arah pengantin wanitanya.
Mulutnya memang berkata Kania akan menjadi istriku senang atau susah, dan blablabla... Tapi, aku sangat hapal arti tatapan mata tajam nya itu. Kalau pria yang berdiri di depan ku saat itu. Sangat membenciku. Ia tak segan-segan menunjukkan rasa bencinya padaku walau itu didepan orang banyak sekalipun.
Pernikahan. Sudah masuk dalam penghujung acara. Kini adalah saat bersalam-salaman. Memberi ucapan selamat dan doa pada sang pengantin baru.
Semua tamu undangan. Baik kerabat, teman, dan teman-teman guru dari sekolah mas Adam. Berjalan berbondong dan bergantian memberi ucapan selamat pada kami.
Semua orang mengucapkan berbagai kata-kata manisnya. Mengucapkan dengan wajah ramah dan senyum hangat, membuat siapapun yang mendengarnya menjadi luluh.
Aku melirik pria itu, yang kini sudah sah menjadi suamiku. Kulirik Mas Adam dengan ekor mataku. Saat bersalaman dengan tamu undangan. Ia menjawab dengan wajah datar, tanpa ekspresi. Bibirnya hanya berkata "iya", Sembari matanya menatap ke arah lain.
Sedangkan Aku. Aku hanya bisa tersenyum dan sedikit menganggukkan kepala untuk menjawab kalimat manis dan ucapan selamat dari para tamu undangan. Aku hanya menggunakan ekspresi wajah untuk meladeni para tamu undangan itu. Bukan karena aku judes, sombong, atau apa!. Tapi aku sedang menahan sesuatu yang ingin pecah di hatiku. Sesuatu yang sedari tadi ingin lolos dari pelupuk mataku.
Dari antara semua tamu undangan. Ada satu yang menarik perhatian ku saat itu. Seorang wanita bertubuh molek, tinggi nan langsing. Tubuhnya yang indah itu dibalut dress warna kuning. Membuat kulit putihnya terlihat semakin cerah. Awalnya memang seperti tamu undangan yang lainnya. Ia memberi rangkaian kalimat manis nan indah. Serta doa dan ucapan berkat. Tapi, kalimat terakhirnya yang sampai sekarang tidak juga bisa kulupakan
"Kamu Kania kan? " Katanya. Diakhiri dengan senyuman yang sangat lebar di garis bibirnya. Ia tersenyum ramah sambil menatap biji mataku
"Iya" Jawabku singkat. Aku bingung. karena aku, sama sekali tidak mengenali siapa wanita itu. Kutatap wajahnya sekali lagi, mencoba memastikan. Tapi memang benar. Memang benar aku sama sekali tidak mengenali wanita itu
"Aku sangat mengidolakanmu loh"
"Eh" Jelas saja aku bingung. Aku sama sekali tidak mengerti apa tujuan dari kalimatnya itu
"Mengidolakan? " Kataku bertanya
"Iyah" Katanya. "Kamu itu keren" Ucapnya lagi
Aku hanya membalas dengan senyuman. Bukan karena apa, tapi karena aku benar benar bingung harus menjawab bagaimana. Kulirik lagi Mas Adam dengan ekor mataku. Ia terlihat tidak peduli, matanya masih menatap ke arah lain.
"Namamu sudah sangat terkenal di kampung loh" Ucapnya lagi. Aku menyerngit. Kutatap wanita itu heran
"Iyah" Katanya. "Kamukan si gatal. Kamu yang gatal itu kan?" Ucapnya dengan wajah semringah
Sungguhlah saat itu aku ingin melempar makian di depan wajah wanita itu. "Apa maksudmu berkata seperti itu! emang kau sudah hidup benar hah! Apa kau orang suci? makanya mulutmu sangat ringan dalam mencela orang lain?" Gemuruh di hatiku
Rasanya tanganku sudah gatal ingin mencakar pipinya yang mulus. Tapi pada akhirnya, aku tetap menahan diri. Ibu, bapak, Sudah sangat malu dengan kejadian malam itu. Kalaulah lagi aku membuat kekacauan, pasti itu hanya akan membuat keadaan makin parah
Setelah mengatakan kalimatnya. Wanita itu pergi. Entah melangkah kemana, aku tidak tahu. Tapi yang penting, dia menghilang dari pandanganku.
Acara sudah sampai pada ujungnya. Sebagian dari tamu undangan sudah pulang dan meninggalkan gedung gereja. Saat itu keadaan ku hanya sedang duduk. Aku duduk di kursi pengantin. Tapi sendiri, Aku duduk sendirian di kursi pengantin.
Setelah acara bersalam-salaman tadi. Mas Adam langsung beranjak dari tempat duduknya. Ia pergi meninggalkan ku sendiri di kursi yang seharusnya kami duduki berdua sampai acara benar benar selesai. Ada orang, yang mau berpura-pura seolah menyukai, saat berada di depan orang banyak. Tapi Mas Adam beda. Dari yang kulihat, Ia kalau tidak suka, ya dia akan langsung bilang tidak suka. Dia orang yang seperti itu, ia tidak menyembunyikan isi hatinya. Ia orang yang tidak berbelit dan bermuka dua. Berbuat baik hanya untuk mencari wajah, tidak ada dalam jalan hidupnya
Tapi tidakkah kau memikirkan perasaanku walau sedikit. Ini hari pernikahan lho, minimal selamatkan wajahku di depan teman-teman mu. Dan di depan kerabatku. Bisakah kau tidak terlalu menunjukkan rasa bencimu itu padaku, saat didepan orang ramai. Huh! Aku sungguh benar-benar tidak ada harganya dimatamu
Eh, iya. Apa kalian tidak bertanya saat pesta, di mana keberadaan kak Jira dan apa kabar dengan hatinya?. Sama, aku juga tidak tau dimana dia. Sejak dari acara pengucapan janji pernikahan, dia sudah menghilang. Entah kemana, aku tidak tau.
Aku yang saat itu, tidak tau dengan keberengsekan hati seorang Najira. Jadi saat itu aku sangat merasa bersalah padanya. Aku khawatir dia akan depresi dan melakukan hal bodoh. Seperti melompat dari gedung misalnya. Ahh, pikiran gila, tolong pergi
...----------------...
Hari sudah malam. Aku dan suamiku, Mas Adam. Pulang ke rumahnya. Ahh, bukan. Yang benar sekarang rumah kami. Apa iya? Apa boleh aku berkata seperti itu?
Mobil yang ia bawa, melaju dengan kecepatan sedang. Membelah jalanan di malam yang larut itu. Tubuhku yang letih, mataku yang capek. Membuatku rasanya tidak tahan lagi. Aku ingin segera mengistirahatkan otakku dari segala kejadian hari ini.
Atmosfer di dalam mobil sungguh terasa berat. Bagaimana tidak, jika yang terdengar hanya deru mobil, dan siulan angin yang berhembus. Aku akan bilang pada kalian. Kalau dari saat acara pesta. Bukan, lebih tepatnya dari saat pesta pun belum dimulai. Suamiku itu, tidak sedikitpun melirik bahkan mengobrol denganku pun tidak. Hingga sekarang. Yah... dia hanya mengeluarkan suaranya saat mengucapkan janji pernikahan. Itupun karena harus, alias terpaksa. Aku sangat ingat yang itu. Saat dia mengucapkannya dengan wajah datar dan mata silet yang seakan menusuk mataku. Itu tidak akan pernah terlupakan dari ingatan ku
***
Aku tidak tau apa yang terjadi. Tapi aku mendengar suara pintu mobil yang dibanting dengan keras. Sontak aku langsung terbangun, aku mengucek mataku, berusaha mengumpulkan nyawa yang masih berlarian.
Kupandang sekitar, ternyata aku masih didalam mobil. Aku ketiduran? Gumamku. Jadi tadi aku ketiduran di mobil. Dan Mas Adam membanting pintu mobil dengan keras untuk membangunkan aku yang sedang tertidur. Eh, itu hanya pikiran ku ya. Itu hanya opini yang kuciptakan sendiri. Mungkin saja saat itu ia membanting pintu mobil sankin kesalnya. Entahlah, opini mana yang benar, aku tidak tau. Aku muak. Aku muak dengan berbagai opini yang sengaja kuciptakan sendiri agar hatiku tidak terlalu sakit
Aku turun dari mobil. Dengan kedua tangan yang menenteng tas besar berisi pakaian ku. Mataku melayang memandang rumah itu. Rumah beton, megah, bernuansa hitam. Wahh, sungguh elegan.
Apa benar ini rumah Mas Adam. Tapikan dia hanya guru honor. Pikirku. Tapi aku yang terlalu ngantuk, tidak memperpanjang pikiran yang tadi melintas. Aku melangkah masuk, melewati pintu besar. Aku berjalan hingga sampai di ruang tengah. Kupandang dia tidak ada di situ. Mas Adam mungkin sudah berada di kamarnya. Dan dimana itu, aku tidak tau.
Heh kalau begitu aku tidurnya dimana dong?!. Ahh, Mas Adam ini. Bilang dulu kek, dimana kamar ku. Supaya aku tau dan bisa langsung istirahat. Kenapa kau sangat menyulitkan ku si
Aku memang sadar diri. Jadi aku langsung bisa menebak kalau aku dan suamiku itu pasti akan pisah ranjang. Aku mengedarkan pandangan ku lagi. Kusapu ruangan itu dengan mataku. Hingga aku melihat satu kamar dengan pintu yang terbuka. Kamar di lantai satu dekat tangga.
Aah, mungkin itu kamarku. Batinku. Aku Segera melangkahkan kakiku masuk ke dalam kamar itu. Dan kututup pintunya rapat. Aku melempar asal tas besar yang berisi pakaian milikku. Dan segera kujatuhkan tubuhku ke atas ranjang. Mataku yang terasa berat membuatku tak sadar kapan aku mulai jatuh dalam mimpi. Larut dan tenggelam dalam lautan dan kesunyian malam.
Entah rumah tangga macam apa ini. Terlihat jelas kalau cinta dan kasih tidak ada didalamnya. Apakah pernikahan ku ini hanya akan berumur pendek. Atau kejutan baru apa lagi yang datang menimpaku. Aku belum tau. Batinku sebelum aku benar benar terlelap
Selamat tidur Kania, ini hari yang berat bagi mu.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Amid Eko
iya seperti curhatan Kania jadi kurang greget loh.
alur ceritanya bagus tp kurang menjiwai
2021-10-24
0
Lovesekebon
Hm😑
2021-06-11
0
me...
ini ceritanya alur maju mundur. musti baca detail banged. klo lompat alamat tak paham yg berikutnya. itu AQ y.. g tahu yg lain deh
2021-03-22
0