Drama menjelang akad

Suamiku Membenciku

Author:Linda Mardiana

Aisyah terus menatap lekat wajahnya di dalam cermin, sangat lama ia menatap wajahnya yang sudah di hias sangat cantik, tetapi tetap di lapisi oleh cadar yang selalu setia menutupi kecantikannya.

Gaun pengantin merah muda membalut tubuhnya dengan indah, menutupi setiap lekuk menawan dari tubuhnya.

Tampak sesekali gadis itu menyeka air matanya yang terus tumpah tanpa ia kehendaki.

"Assalammualaikum, Sayang." Suara lembut khas ayahnya di selingi ketukan pintu beberapa kali menyadarkan Aisyah dari lamunannya.

Dengan segera ia menyeka sisa-sisa air matanya yang tertinggal di pipinya. Gadis itu berjalan perlahan ke arah pintu.

"Waalaikumsalam, Ayah." Gadis itu segera memeluk sang Ayah yang sudah berada di depan pimtu kamarnya.

"Sayang, mengapa matamu memerah? Apakah kamu habis menangis?" tanya Putra dan hanya dijawab oleh gelengan kepala dari Aisyah.

Aisyah mengangkat wajahnya dan menatap mata Ayahnya, kemudian gadis itu langsung memeluk tubuh Ayahnya sangat erat.

"Ayah harus jaga kesehatan, jangan sampai telat makan. pokoknya harus kabarin Aisyah setiap hari," pinta Aisyah, seolah tidak rela meninggalkan Ayahnya.

"Iya sayang, cintaku, putri kecilku yang bawel. Kamu juga harus jaga kesehatan ya, jangan ragu untuk menceritakan kepada Ayah jika kamu mengalami kesulitan," ucap Putra sembari mencubit pelan hidung anaknya.

Mereka berbincang-bincang cukup lama, untuk mengucapkan salam perpisahan. Mereka berdua kian larut dalam haru, seolah tidak siap untuk berpisah.

"Kamu siap-siap dulu ya, sebentar lagi kita akan berangkat ke tempat acaranya," Putra mengecup puncak kepala Aisyah.

Aisyah segera bergegas menyiapkan barang-barang keperluannya yang akan ia bawa ke rumah Tommie.

Beberapa koper besar berisikan baju-bajunya juga sudah berjejer rapi di dalam kamar Aisyah. Seakan siap untuk berpindah tempat.

Di tempat mempelai pria

Bosan karena menunggu cukup lama dan Tommie tidak kunjung datang ke tempat akad, Vano memutuskan untuk menyusul Tommie ke kediamannya.

Vano terlihat sangat jengkel karena ulah Tommie, yang selalu saja tidak pernah datang tepat waktu. Padahal, ini adalah acara yang sangat penting bagi dirinya.

"Aish dasar bocah itu, menyebalkan sekali," bisiknya kepada dirinya sendiri. Pria itu terus saja mengomel tidak jelas di sepanjang perjalanan, hingga membuat supirnya menatap heran pria itu dari balik kaca.

Di kamar Tommie

Vano yang sudah sangat jengkel, tanpa pikir panjang langsung menggedor-gedor pintu kamar Tommie dengan cukup keras.

"Woi Tommie, sudah siang dan kau masih belum bangun? Cepatlah, kau jadi menikah atau tidak? Sebentar lagi acaranya akan di mulai, bangunlah! Woi," Vano terus saja menggedor-gedor pintu kamar Tommie tanpa henti.

"Bangunlah Tommie! Papa hitung sampai tiga. Jika kau tidak keluar akan papa dobrak pintu kamarmu," ancam Vano, tetapi tetap tidak ada jawaban dari Tommie.

Dengan kesal, Vano mulai menghitung mundur dari tiga sampai satu, dengan suara lantangnya.

"Satu ....dua ....tiga." Vano segera mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu kamar Tommie. Namun, tiba-tiba saja ....

Brugh!

Terdengar suara cukup keras dari kamar Tommie, hingga membuat beberapa pelayan menghampiri sumber suara, untuk memastikan apa yang sedang terjadi.

"Apa yang papa lakukan, mengapa berbaring di lantai?" tanya Tommie seolah tidak merasa bersalah saat melihat papanya sudah terjatuh di lantai.

Para pelayan berusaha menahan tawa saat melihat Vano tergeletak di lantai.

Tommie tiba-tiba saja membuka pintu saat Vano hendak mendobrak pintu kamarnya, hingga membuat pria itu jatuh terjungkal karena ulah anaknya sendiri.

"Apa yang kalian tertawakan? Cepat bantu aku berdiri, pinggangku sepertinya sudah patah, aku bahkan tidak bisa merasakan pinggangku lagi, cepat bantu aku!" titah Vano kepada para pelayan Tommie.

Para pelayan dengan segera membantu Vano untuk berdiri dan menuntunnya hingga masuk ke dalam kamar Tommie.

"Aih, dasar kau anak kurang ajar! Berapa kali aku memanggilmu, tetapi kau tidak membukakan pintu, dan malah membukanya di saat aku ingin mendobraknya. Lihatlah karena ulahmu pinggangku menjadi sakit," ucap Vano panjang lebar sembari mengomeli Tommie terus-menerus.

Tommie hanya tertawa geli melihat tingkah Papanya yang seperti anak kecil.

"Lagian, apa yang Papa lakukan di rumah Tommie? Apalagi pagi-pagi buta seperti ini, jelas saja Tommie masih tidur lelap," ucap Tommie membela dirinya.

Vano hanya menarik nafasnya mendengar ucapan Tommie barusan, kemudian menatap tajam ke arah Tommie.

"Hei bocah, apa kau lupa hari ini adalah hari pernikahanmu? Jika aku tidak menyusulmu maka kau akan terus tidur sampai besok malam," ucap Vano dengan nada tinggi.

Pria berumur 45 tahun itu terlihat sangat jengkel kepada Tommie, yang sepertinya melupakan hari penting dirinya sendiri.

"Aih, Tommie masih ngantuk. Lagian, Tommie males datang, jadi papa saja yang mewakilkan Tommie, ya." Tommie kembali melangkah menuju kasur empuknya dan membaringkan tubuhnya di atas kasur tersebut.

Vano terlihat semakin jengkel karena ulah Tommie, dengan segera ia menghampiri Tommie dan memukul bokong putranya itu beberapa kali.

"Pa, sakit ,,,,baiklah, Tommie akan bersiap-siap, jadi hentikan!" Tommie yang kesal, langsung beranjak dari kasurnya dan mengambil handuknya kemudian ia langsung bergegas menuju ke kamar mandi.

Vano kemudian terkekeh melihat tingkah Tommie. Ia segera beranjak dari kamar putranya menuju ke ruang tamu.

Di ruang tamu

Vano menyusuri setiap sudut dari ruang tamu milik Tommie, ia melihat beberapa foto mendiang istrinya bersama Tommie yang saat itu masih kecil.

Tampak mata pria itu sedikit berkaca-kaca ketika mengenang masa lalunya bersama keluarga kecilnya.

"Sayang, lihatlah putra kita. Rasanya, baru saja kemarin aku menggendongnya saat ia merengek meminta mainan mobil-mobilan. Sepertinya kau benar sayang, seharusnya aku tidak terlalu keras dalam mendidik anak-anakku selama ini," batinya.

Vano terus memandangi foto mendiang sang istri bersama dengan putranya. Tanpa ia sadari air matanya mengalir begitu saja. Namun, dengan segera ia menyeka air matanya.

"Apa yang sedang Papa lihat? Aku sudah siap, ayo berangkat," ucap Tommie yang baru saja menuruni tangga.

Dengan segera Vano meletakkan bingkai foto tersebut kembali ke tempatnya dan langsung menghampiri Tommie.

Cukup lama Vano terdiam sembari memandangi wajah putra kebanggaanya tersebut.

"Papa kesambet apa sih? Malah melamun, jadi ngawinin Tommie atau tidak?" ucap Tommie, yang heran melihat tingkah aneh papanya.

"Kawin, kawin. Nikah dulu dong bambang!" Vano menggelengkan kepalanya sembari tertawa mengejek Tommie.

"Artinya sama aja, ya udah jadi atau tidak? Jika tidak jadi, Tommie akan kembali ke kamar untuk melanjutkan tidur," ucap Tommie.

"Tidur, Tidur. Silahkan saja, tapi jangan salahkan papa jika kau bangun rumahmu sudah menjadi abu." Vano mengancam Tommie seperti nada bercanda tetapi wajahnya tampak sangat serius.

Tanpa pikir panjang Tommie segera mengambil kunci mobilnya dan bergegas keluar dari rumahnya.

Mereka berdua berangkat menuju lokasi tempat acara menggunakan mobil Tommie dan meninggalkan supirnya di rumah Tommie.

"Dasar gadis kepala batu, mengapa tetap ingin melanjutkan perjodohan ini. Baiklah, bersiaplah menuju hari-harimu yang sangat menderita," batin Tommie.

Pria itu terus bergunjing di dalam hatinya dan sesekali tersenyum licik.

"Tommie mengapa kau tersenyum mengerikan seperti itu? Jangan memikirkan hal yang aneh-aneh terlebih dahulu, belum sah." Vano terkekeh setelah puas mengejek putranya.

"Diamlah pa, aku ini masih polos. Jangan cemari otakku dengan pikiran papa yang sangat mesum itu," Tommie balik mengejek Vano

"Polos, polos. Polos apanya? Terus siapa wanita hamil yang datang kerumah papa dan minta pertanggung jawabanmu?" tawa Vano semakin pecah saat mengingat masa lalu.

"Aish papa, jangan membahas masa lalu. Bukankah Tommie sudah terbukti tidak bersalah?" ucap Tommie berusaha membela dirinya

"Ya, untung saja wanita itu tidak melakukannya bersama dirimu saja. Jika tidak, pasti kau akan di nikahkan secara paksa oleh pak RT dengan wanita itu," sambung Vano yang tidak berhenti tertawa setelah mengejek Tommie

"Aish pa, berapa kali harus Tommie bilang. Tommie tidak pernah melakukan hal itu, mencium wanita saja Tommie tidak pernah," ucap Tommie yang malu karena tidak henti di ejek oleh Vano.

"Wah, gawat juga jika seperti itu. Bagaimana kau akan melewati malam pertamu nanti?" Vano menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Aish," Tommie hanya mendengus kesal dan tidak menggubris perkataan papanya lagi.

Ia tahu betul, tidak akan ada habisnya jika berdebat bersama papanya. Papanya memang pandai sekali dalam berbicara

Terima kasih,

Jangan lupa Like, dan tinggalkan jejak

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!