“Bara,” panggil gadis berkacamata yang sudah berdiri di tengah-tengah keduanya. “Sudah lama tidak melihatmu.”
Bara yang ditegur langsung menatap ke sumber suara dan menatap dengan wajah terkejut. Alice melihat ekpresi Bara yang berbeda langsung menatap ke arah pandang yang sama. Matanya melihat seorang gadis dengan rambut lurus sebahu dan hidung mancung yang dihinggapi kacamata.
Siapa dia?, batin Alice bertanya.
“Bella,” panggil Bara lirih.
Gadis bernama Bella tersebut tersenyum menatap ke arah Bara dan langsung menarik satu kursi di meja lain. Dia duduk di antara Alice dan Bara. Namun, Bella mengabaikan kehadiran Alice yang juga ada di meja yang sama.
“Kamu ngapain di sini? Sudah lama kita tidak bertemu,” ucap Bella dengan senyum sumringah.
Bara yang mendengar mengangguk dan menatap Bella lekat. “Apartemenku ada di dekat sini. Kamu sendiri?” tanya Bara sembari menatap Bella tanpa berpaling. Dia merasa terkejut melihat Bella, gadis yang pernah dicintainya dulu berada di hadapannya. Cinta pertamanya.
Bella mengangguk dengan wajah yang dibuat seperti kesal. “Kekasihku sedang bekerja di luar kota dan jarang sekali pulang. Jadi deh aku menjomlo setiap hari,” kata Bella dengan tawa kecil.
Bara yang mendengar hanya mengangguk dengan wajah datar yang tidak berubah sama sekali. Alice yang melihat keduanya asyik berbincang dan melupakannya menghela napas perlahan. Rasanya menyebalkan ketika dia masih berusaha mendekati Bara agar mengetahui seperti apa pemuda tersebut, ada sosok lain yang merebut seluruh perhatian Bara.
Kesal? Jelas. Saat ini Alice benar-benar merasa kesal dan bukan cemburu. Dia hanya merasa bahwa waktunya untuk mengulik sedikit hidup Bara menjadi terganggu. Padahal tujuan awalnya adalah agar dia bisa bekerja sama dengan Bara dan bisa menghadapi sifat Bara yang menyebalkan.
Alice segera bangkit dan langsung keluar dari cafe. Dia berharap Bara memanggilnya, tetapi nyatanya tidak. Membuat Alice kesal dan langsung melangkah pergi. Napsu makannya bahkan sudah hilang dengan sendirinya.
_____
“Ini pesanan anda, tuan,” ucap seorang waithers menyadarkan Bara dari perbincangan asyik dengan Bella.
Bella yang melihat pesanan serba double mengerutkan kening heran dan menatap ke arah Bara lekat. “Kamu ke sini sama siapa?” tanya Bella merasa penasaran. Pasalnya dia tidak memiliki janji dengan Bara. Tidak mungkinkan sekarang Bara menjadi seperti paranormal?
“Sama di...” Bara menggantungkan ucapannya dan menatap bangku Alice yang sudah kosong. Keningnya berkerut bingung. Matanya mengawasi sekitar, berpikir Alice hanya berpindah tempat, tetapi Alice tidak ada di seisi ruangan.
“Hey, Bara. Ini semua pesanan kamu?” tanya Bella dengan tangan melambai di depan wajah dan menarik perhatian pemuda tersebut.
Bara menatap Bella dengan pandangan bingung. “Aku tadi ke sini berdua. Mungkin dia kembali ke apartemen,” ucapnya berpikri positif.
“Aku mengganggumu?” tanya Bella merasa bersalah.
“Tidak sama sekali,” ujar Bara singkat.
Bara melambaikan tangan ke arah pelayan cafe dan meminta agar makanannya di bungkus semua. Dia merasa tidak enak jika hanya membawakan milik Alice saja.
Dia kembali ke apartemen, kan?, batin Bara yang terasa tidak yakin dengan perasaannya.
Setelah pelayan datang dan membawakan makanan Bara, dia langsung kembali dan berpisah dengan Bella yang juga sudah harus kembali. Mereka hanya bertukar nomor ponsel untuk saling terhubung. Setidaknya itulah yang dikatakan keduanya sebelum pergi
_____
Alice memasuki rumah Bara dengan perasaan dongkol. Dia memilih untuk duduk di sofa dan merebahkan badan. Pikirannya masih berpusat kepada gadis yang ditemuinya beberapa waktu lalu.
“Siapa gadis itu? Sepertinya mereka begitu dekat,” gumam Alice berpikir sembari menatap langit-langit apartemen Bara.
“Apa mungkin dia teman Bara? Sepertinya mereka begitu dekat,” ucap Alice dengan mata terpejam.
“Jika mereka berteman, berarti gadis itu tahu tentang Bara, dong,” pikir Alice yang menepuk pelan jidatnya. “Harusnya aku gak usah pergi. Lebih baik aku ikutan ngobrol aja biar kenal sama anak tadi. Dasar Alice bodoh. Kenapa sih otaknya jarang dipakek,” tambah Alice dengan bibir manyun.
“Yah, hilang deh kesempatannya,” lirih Alice sembari memiringkan badannya menatap televisi yang tengah mati. Alice yang merasa bosan langsung menghidupkan televisi dan memilih tayangan kesukaannya. Kartun.
Alice menatap dua hewan yang tengah berperang dan berlari kecil. Padahal di rumah dia sendiri jarang sekali menonton televisi. Namun, entah kenapa rasanya hari ini dia hanya ingin bersantai. Harusnya tadi makan di rumah saja, batin Alice yang mulai merasa mengantuk.
Alice menghela napas pelan. Dia mulai memejamkan mata, merasakan kantuk yang mulai melanda. Rasanya dia seperti tidak merasakan lapar sama sekali. Semua pikirannya berpusat pada gadis yang bersama dengan Bara. Sampai pada akhirnya kegelapan mulai menyapa, merenggut kesadaran Alice dan mulai tertidur.
Helaaan napas teratur Alice menandakan bahwa dia tengah berada di alam mimpi. Matanya terpejam sempurna dengan bibir yang sedikit terbuka. Namun, belum ada satu jam dia berada di alam bawah sadarnya, kening Alice berkedut dalam dengan mata yang terlihat mengerat.
Suara pintu terbuka menghadirkan Bara yang sudah datang dengan dua kantung plastik di tangan. “Alice, aku membungkuskan pesananmu,” ucap Bara sembari menutup pintu.
_____
“Alice, aku membungkuskan pesananmu.”
Bara menutup pintu dan melangkah masuk semakin dalam. Matanya menatap Alice yang masih meringkuk di sofa ruang tunggal apartemennya. Bara melangkah semakin mendekat dan berdecak kesal.
“Alice, ini makanan kamu,” ucap Bara sembari meletakan makanan Alice di meja. Bara hendak berbalik dan menatap Alice yang sudah memejamkan mata.
“Lah, kenapa dia tidur di sofa,” kata Bara dan hendak membangunkan Alice untuk pindah.
Namun, ketika tangan Bara hendak menyentuh lengan Alice, rasanya dia seperti tidak tega melakukannya. Bara menghela napas keras dan menunduk. Dia mulai mengangkat Alice yang terasa begitu ringan di gendongannya dan membawanya masuk ke kamar gadis tersebut.
“Apa gunanya dia punya kamar kalau tidurnya di sofa. Lebih baik waktu itu dia tidur sofa saja sejak awal,” keluh Bara kesal karena dia jadi tidak bisa menikmati waktu santainya karena Alice yang tidur di sofa.
Bara meletakan Alice di ranjang dan hendak pergi, tetapi jemari lentik Alice mencegahnya, membuat Bara menatap ke arah gadis yang masih memejamkan mata. Keningnya berkeringat dan matanya terpejam dengan sangat rapat.
Bara menatap jemarinya yang masih digenggam Alice dan berusaha melepaskan genggaman di tangannya ketika akhirnya ucapan Alice menghentikan gerakan Bara.
“Nek, jangan marahi Alice. Nek, jangan buang Alice,” ucap Alice dengan air mata yang mulai mengalir.
Bara yang mendengar langsung membeku dan menatap Alice yang masih tampak begitu ketakutan.
“Nek, Alice gak mau pisah sama Mama dan Papa. Ampun, Nek,” jerit Alice semakin mengeratkan genggaman tangannya, membuat Bara menatap dengan bingung.
Bara mendekat dan mengelus pelan puncak kepala Alice. Bara memilih untuk duduk di sebelah ranjang gadis tersebut. “Ssstt, tenang, Alice. Tidak ada siapa pun di sini. Kamu tidak perlu takut. Kamu ada di tempat yang aman,” ucap Bara mencoba menenangkan.
Alice yang sekaan mengerti langsung diam dan melonggarkan gengaman tangannya. Dia merasa nyaman dan aman dengan sentuhan Bara. Bara yang melihat menghela napas lega dan membiarkan Alice terus menggenggam jemarinya.
“Kamu itu kenapa, Alice,” lirih Bara merasa penasaran.
_____
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Jac_Aline
Alice anak pungut x ya?
2020-07-11
0
Nissa kia
smg up nya gak ngandat,,,, bosen hrus menunggu cerita novel2 yg sdh mngaduk2 hati
2020-01-06
2
Icha Yudha
lanjuuut thorrrrr
2020-01-06
0