Relationship Goals
Seorang pria dengan rambut dicukur undercut tengah melangkah melewati penuh sesak orang di bandara. Celana jeans dipadu dengan kaos ketat tampak serasi membalut tubuhnya yang memang tampak kekar. Matanya menatap jalanan dengan pandangan dingin dan segera melangkah mendekati pintu keluar bandara. Sesekali melemparkan lirikan mencari seseorang yang dikenalnya.
“Om Bara,” teriak seorang anak kecil yang terdengar begitu dekat.
Bara yang merasa namanya dipanggil segera mencari ke asal suara. Matanya menatap dua orang dewasa dan satu anak kecil yang tengah berdiri di antara mereka tengah melambai ke arahnya. Wajah datar yang sejak tadi ditunjukan perlahan berubah. Ada senyum tipis yang tercetak di bibirnya. Sangat tipis hingga tidak ada orang yang bisa melihatnya.
Bara segera melangkah mendekati kakaknya yang sudah tampak begitu antusias. Langkahnya semakin cepat ketika dilihat kakaknya juga ikut mendekatinya. Setelah sampai di depannya, Bara segera menjabat tangan kedua kakaknya dan menatap keponakannya dengan tampang gemas.
“Morning, kecil. Gimana kabarnya?” sapa Bara dengan wajah yang masih tampak kaku.
“Jelas, dong. Makanya sekarang Gibran ada di sini. Jemput Om Bara,” jawab anak kecil berusia enam tahun tersebut.
Bara hanya terkekeh kecil dan menatap kakaknya yang sudah memandang dengan air mata menggenang di pelupuk mata. “Kakak kenapa nangis?” tanya Bara dengan pandangan hangat.
Rika yang mendegar segera menghapus air matanya dan menggeleng pelan. “Aku hanya merasa bahagia dengan kelulusan kamu kali ini. Aku benar-benar bangga,” ucap Rika yang langsung memeluk Bara erat.
Bara menghela napas dan memeluk kakaknya lembut. Dia merasa bahagia bisa bertemu dengan keluarga kecil kakaknya yang ternyata benar-benar bahagia. Randy menjaga kakaknya dengan begitu baik.
“Maaf, saat kamu wisuda kakak tidak bisa datang,” ujar Rika penuh penyesalan.
Bara tersenyum dan mengangguk. “Tidak masalah. Aku tahu kondisi kehamilan kakak yang kedua tidak memungkinkan untuk datang ke sana,” ucap Bara yang langsung melepaskan pelukannya, menatap kakaknya dengan senyum menenangkan. Matanya menatap perut buncit Rika yang sudah semakin membesar dan tinggal menunggu waktu saja.
“Selamat untuk kelulusanmu, Bara,” ucap Randy yang sejak tadi dilupakan.
Bara yang disapa segera menatap ke arah Randy dan tersenyum. “Terima kasih, Kak. Terima kasih karena sudah menjaga mereka selama ini.”
Randy menepuk pelan pundak Bara dan mengangguk. “Aku pasti menjaga mereka. Mereka jauh lebih penting dari apa pun.”
Bara yang mendengar langsung menganguk dan tersenyum. Matanya masih menatap Rika yang bergelanyut manja di lengannya. Hatinya benar-benar menghangat melihat begitu besar rasa cinta Randy untuk kakaknya.
“Kalau begitu, ayo kita pulang. Kakakmu akan menyiapkan makanan spesial untuk menyambut kedatanganmu,” ajak Randy.
Bara mengangguk dan kembali mengikuti langkah kakak iparnya yang sudah melangkah bersama dengan Gibran, putra pertama Randy dan Rika. Dalam hati Bara benar-benar merasa tenang. Setidaknya keputusannya untuk mengatakan kebenaran kepada Randy bukanlah hal yang salah.
“Kakak bahagia dengan Randy?” tanya Bara sembari menatap kakaknya yang masih berjalan di dekatnya.
Rika yang ditanya mengangguk dan tersenyum. “Tentu. Aku sangat bahagia. Terima kasih karena kamu sudah mengatakan semuanya kepada Randy. Aku tidak tahu jika dulu aku masih tetap kekeh dengan pendirianku, akan jadi apa kehidupanku dan Gibran nantinya.”
Bara mengelus puncak kepala kakaknya dan tersenyum manis. “Aku cukup bahagia melihat keluarga kecil Kakak selalu bahagia,” ucap Bara tulus dan melangkah menyusul Randy dan Gibran yang suda semakin jauh.
*****
Setelah sampai di rumah Randy, Bara segera meletakan tasnya di lemari yang sudah disiapkan. Kamar yang sama yang selalu digunakan ketika dia kembali dari study-nya. Dia langsung membersihkan diri dan segera keluar. Dia tahu, kakaknya masih sibuk memasak di dapur. Padahal dia yakin, kandungan Rika sudah mencapai usia delapan atau bahkan sembilan dan tinggal menunggu hari kelahiran anak ke dua.
Bara menuruni tangga dan menuju ke dapur. Tampak di sana Rika tengah sibuk dengan penggoreng dan beberapa alat masak yang lain. Kakinya segera melangkah mendatangi kakaknya dan menatap dengan pandangan lekat.
“Kakak sudah hamil besar kenapa malah memasak?” tanya Bara yang sudah berada di belakang Rika.
Rika yang mendengar langsung membalikan tubuhnya dan menatap Bara yang tengah berdiri di kusen pintu. “Kakak harus menyambut kedatangan kamu dan sebagai ucapan syukur karena kamu sudah lulus dengan nilai yang sangat bagus,” ucap Rika dengan wajah berseri begitu bahagia. Bahkan, sejak mendengar kepulangan adiknya, dia sudah begitu bahagia.
Bara hanya terkekeh kecil dan menatap kakaknya dengan pandangan tidak percaya. “Kak, kamu tidak perlu memperhatikanku begitu besar. Aku tidak butuh penyambutan atau perayaan ini. Aku senang melihatmu bahagia dan itu sudah cukup,” ujar Bara yang memang tidak suka dengan pesta atau apa pun bentuknya.
“Kenapa memangnya? Kamu malu kakak memperhatikanmu? Aku kira kamu masih anak kecil yang selalu merengek meminta permen sama kakak,” sahut Rika dengan bibir mengulum senyum.
Bara yang mendegar berdecak kesal dan menatap kakaknya tajam. “Jangan ingatkan aku tentang itu, Kak. Aku sudah cukup dewasa. Aku bahkan sudah menjadi seorang Master,” kata Bara mulai membanggakan diri sendiri.
Rika yang mendengar semakin terkikik melihat kelakuan adiknya. Rika melangkah dan mengacak rambut adiknya pelan, membuat rambut yang tertata rapi menjadi sedikit berantakan. Matanya menatap tajam ke arah Bara dan tersenyum lembut.
“Tetapi kakak penasaran, kapan pria yang bahkan sudah menyelesaikan study-nya di Jepang sampai strata dua ini akan datang mengenalkan kekasihnya?” tanya Rika dengan mata menatap adiknya.
Wajah ceria yang sempat ditunjukan Bara langsung berubah menjadi muram. Senyumnya menghilang berganti dengan wajah datar dan tatapan tidak suka. “Kak, kita pernah membahas masalah ini. Kakak tau apa pun yang....
“Bara,” potong Rika dengan suara yang masih tetap melembut, “kamu harus melupakan masa lalu, Bara. Kamu harus mulai menata hidupmu kembali. Tidak semua wanita sama. Buktinya Kakak tidak meninggalkanmu sama sekali,” kata Rika menyadarkan adiknya dengan dunia yang sudah berbeda. Menghilangkan semua pikiran buruk adiknya tentang wanita.
Bara menatap Rika dengan pandangan tajam dan terkesan menusuk. “Kakak berbeda. Kakak memiliki nasib yang sama denganku. Kita sama-sama ditinggalkan oleh ibu yang tidak berhati dan ayah yang tidak berotak. Kita sama-sama menderita. Itu sebabnya kita mampu saling menyayangi dan Kakak adalah malaikat dalam hidupku,” jelas Bara masih kekeh dengan perasaannya.
Rika menghela napas pelan dan mengelus adiknya. “Itu sebabnya, carilah wanita yang bisa menjadi seperti kakak. Mampu merasakan luka dan juga kabahagiaanmu. Carilah wanita yang membuatmu merasa nyaman dengan semua sikapmu. Kakak yakin, ada wanita yang bisa membuatmu merasakan bagaimana indahnya cinta, Bara.”
Bara menghela napas panjang dan menatap kakaknya dengan pandangan melembut. “Kak, Bara tidak mau membahas masalah ini lagi. Bara cukup senang hidup sendiri dan yang pasti, jika ada wanita seperti yang Kakak katakan, Bara adalah orang pertama yang akan pergi sejauh mungkin,” ucap Bara dan langsung pergi dari dapur. Dia enggan berdebat dengan Rika dan jauh memilih menghindar.
Rika yang melihat adiknya menjauh hanya menghela napas panjang dan menatap Bara sampai tidak terlihat lagi. “Mama telah meninggalkan trauma yang dalam sama Bara, ma,” keluh Rika dengan perasaan bercampur aduk.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Rita
nyimak
2023-04-02
1
Yuni Verro
kasihan bara semoga dia bisa lupa dengan trauma nya
2022-06-22
0
~¥^D^~
aq mampir
2021-06-10
0