Ingin Kembali

Pria setengah abad itu menatap pintu yang sudah tertutup, dia tidak menemukan sosok kesayangannya di sana.

Hanya ada menantunya Dimas Anthoni yang baru saja masuk dan mengucapkan salam. Kening Michael Hartono mengerut.

Ada angin apa yang membawa Dimas kemari tanpa istrinya?

“Kau datang sendiri?” Tanya Michael membuka percakapan.

Dimas mengangguk, setelah mendapat isyarat dia segera mengokohkan dirinya di sofa besar yang sedang diduduki ayah mertuanya “Aku menyusul Eirene kesini”

Kerutan di kening pria setengah abad itu bertambah,

“Menyusul Eirene? Bagaimana bisa. Dia bahkan tidak pernah menginjakkan kakinya kesini sejak keluar dari rumah sakit. Ada apa? Apakah kalian bertengkar lagi?”

Dimas tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.

Kalau Eirene tidak ada disini lalu dia kemana?

“Kau sudah menghubunginya?”

Dimas menggeleng, dia tidak memikirkan hal itu sebelumnya.

“Nak Dimas. Putriku itu memang sangat kekanakan. Dia pasti sangat merepotkanmu kan? Sejak kecil dia tidak suka mengalah dan sejak kecil dia juga selalu ingin menjadi pusat perhatian”

Pria tua itu menerawang “Eirene tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Dia dibesarkan tanpa sosok ibu, itu sebabnya dia sangat rapuh dan juga begitu nekat dengan apapun yang sudah menarik perhatiannya. Aku merasa sudah gagal membesarkannya.”

Dimas menatap foto keluarga berukuran besar diruangan ini, hanya ada tiga sosok di foto itu, dan semua yang melihatnya akan mengambil kesimpulan yang sama. Foto itu tidak lengkap karena tidak ada sosok inti didalamnya. Tidak ada sosok ibu.

“Aku pikir kalau saja mamanya masih ada di sini, Eirene tidak akan seperti itu. Dia tidak pernah meminta apapun secara langsung padaku,"

"Tapi saat Eirene mendatangiku dan mengatakan ingin menikah denganmu, itu adalah permintaan pertamanya. Karena itu, meskipun aku juga merasa ada yang tidak wajar dari hubungan kalian tapi aku tetap mengabulkannya”

Michael menatap Dimas, “Papa minta maaf nak, Dimas. Maafkan aku karena sudah ikut menarikmu dalam lingkaran rumit keluarga ini”

...****************...

"Kamu? Apa yang kau lakukan disini?"

Sakala menatap gadis yang juga sedang menatapnya dalam jarak beberapa meter didepannya.

Gadis itu berjalan mendekat, menatap Sakala dengan tatapan terluka.

"Aku tiba-tiba kangen kamu. Kangen banget Mas Kala"

Sakala mematung, jantungnya serasa diremas dari dalam. Dan bukan lagi murni sebuah debaran.

Perkataan gadis ini adalah perkataan yang sudah sangat lama ingin dia dengar dari mulut itu. Dan juga ekspresi gadis itu sekarang saat menatapnya adalah impian terbesarnya sejak lama.

Dari iris mata berwarna hazel itu, terpancar hasrat ingin memiliki yang sangat jelas. Dan itu ditujukan padanya, ya, kali ini tertuju padanya.

"Eiren..ne... kamu...?... tapi... kena..pa?"

"Katanya kita baru akan merasa kehilangan saat sesuatu itu hilang dari genggaman kita."

Gadis dengan rambut berwarna cokelat madu itu ini mengulurkan tangan untuk menyentuh pipi kiri Sakala, merasakan permukaan tangannya bersentuhan dengan bulu-bulu halus dari wajah pria itu.

Sesuatu yang baru Eirene rasakan sekarang, padahal kesempatan untuk bisa menyentuh wajah pria itu bisa kapan saja dia lakukan. Karena Eirene jelas punya akses untuk hal itu.

Karena dia pasti diijinkan menyentuh apa saja yang Sakala miliki.

Apapun.

"Apa aku boleh bilang kalau sekarang aku kangen semua yang ada pada dirimu mas?"

............................

Hana Belle melangkah pasti menuju pusat dari gedung tinggi milik Indomadja ini, sebuah sms tiba-tiba masuk di smartphone-nya.

Sebuah pesan singkat dari pria yang sekarang resmi menjadi suaminya. Pria yang hanya menatap matanya saja pasti sudah membuatnya merona.

Kejadian saat malam pertama mereka membuat tubuh mungil itu merespon dengan sangat berlebihan. Gadis ini bahkan mempertanyakan kenormalan dirinya bagaimana bisa Hana Belle jatuh sudah cinta pada pria ini dalam waktu yang cukup singkat?

Apakah ini bisa disebut cinta? Atau hanya sekedar rasa pelarian semata?

Hana Belle menyadari sesuatu sekarang. Sejak dia menginjakkan kaki kedalam gedung ini, dia sudah menjadi pusat perhatian.

Banyak orang yang berbisik-bisik dalam jarak beberapa meter didepannya, menatapnya dengan berbagai macam ekspresi dan jujur saja membuatnya sedikit risih.

"Hallo selamat datang nyonya Atmadja"

Seorang pemuda tiba-tiba muncul di depannya, Hana Belle mengerutkan kening merasa familiar dengan wajah didepannya.

"Saya Fer Dinan" Pria bernama Fer Dinan yang adalah sekertaris pribadi Sakala memperkenalkan diri. Tidak menyangka akan bertemu dengan gadis yang beberapa saat yang lalu menjadi topik pembahasan Sakala.

"Saya adalah sekertaris pribadi pak Direktur" akunya tanpa diminta.

Hana Belle mengangguk "ohh... aku mengingatmu sekarang. Kau adalah orang yang sangat sibuk di pesta pernikahan kami"

Dinan tersenyum canggung "itu sudah tugas saya"

"Hei, tolong jangan panggil seperti itu, apa aku terlihat setua itu? Panggil aku Hana Belle saja"

"Tapi..."

"Nggak apa-apa.... Aku berani menjamin gajimu nggak akan dipotong karena memanggilku begitu."

Dinan tersenyum kemudian sedikit membungkuk, mengucapkan terima kasih atas keramah tamahan gadis ini. Dinan merasa Sakala memang sudah menemukan sesorang yang tepat sekarang.

Hana Belle mencondongkan tubuh mungilnya kearah Dinan "Dinan, bisakah kau membawaku ke ruangan pria itu? Aku agak nggak nyaman di perhatikan seperti ini" bisik Hana Belle kemudian.

Dinan mengedarkan pandangannya, menyadari kalau mereka atau lebih tepatnya gadis ini memang sedang menjadi pusat perhatian juga topik hangat para karyawan.

Siapa yang tidak akan memperhatikan sosok pendamping dari seorang Sakala Atmadja, pria yang menjadi idola hampir semua karyawan perempuan yang ada di naungan Indomadja Corp.

Saat mengetahui pembatalan pernikahan Sakala dengan Eirene Hartono ada begitu banyak bunga harapan yang bermekaran, dan saat pelaksanaan pernikahan Sakala dengan seorang gadis asing sederhana bernama Hana Belle Kafie, bunga-bunga yang sempat mekar itu langsung layu tak bersisa.

Karenanya tidak heran kalau Hana Belle mungkin akan mendapat banyak perhatian dan juga cercaan dari publik luas.

"Okh ah... Ayo Nyo... akh.. Sorry.. maksudku Hana Belle. Mari, Kuantar ke ruangan Presdir" Dinan menuntun Hana Belle menuju lift yang akan membawa keruangan direktur mereka. Tapi sepertinya ada hal lain yang terjadi, Dinan memiringkan kepala, apakah dia sudah melewatkan sesuatu?

...****************...

Mata Sabila - assisten sekertaris - Sakala Atmadja melebar sempurna, saat matanya menangkap sosok Fer Dinan dan seorang wanita yang tidak lain dan tidak bukan adalah istri dari presiden direktur mereka.

Gadis mungil yang baru dinikahi Sakala Atmadja itu melangkah mantap kearahnya.

Perasaan gelisah langsung menjalar diseluruh tubuh gadis berkulit eksotis ini, sebagai seorang assisten sekertaris yang selalu stand by didepan ruangan sang penguasa, Sabila Andini adalah satu-satunya manusia yang mengetahui apa dan siapa saja yang berada didalam ruangan sang bos.

Dan gawatnya fakta yang ada saat ini sangat mengkhawatirkan, beberapa saat yang lalu ada seorang tamu yang tidak diundang yang masuk kedalam ruangan presdir.

Tamu yang sudah berhasil membuat para karyawan di gedung ini semakin gila bergosip.

Sabila menghembuskan nafas frustasi, bunyi sepatu milik Ny. Atmadja semakin membuatnya tertekan, gadis ini berusaha mengirimkan signal kepada Fer Dinan, untuk mencegah terjadinya perang dunia ketiga.

"Hallo Ny. Atmadja" sapa Sabila ramah, mata bulatnya sengaja di besar- kecilkan kearah Dinan berharap pria itu peka.

Fer Dinan menyipitkan mata, merasa ada sesuatu yang salah, sesuatu yang tidak biasa, mengingat gadis yang sudah bekerja bersamanya selama hampir 4 tahun ini tidak pernah seperti ini sebelumnya.

Hati pria ini langsung bertanya-tanya apa ada sesuatu yang terlewat saat dia keluar dari gedung ini? Tapi bukankah dia meninggalkan gedung ini, tidak lama, hanya tiga puluh menit saja?

"Apa Sakala.... Ekhmm... maksudku pak Direktur ada didalam? Aku ingin menemuinya. Mamahku mengajaknya makan siang dirumah" Hana Belle melirik jam ditangannya

"ini sudah waktunya istirahatkan?"

Sabila langsung kelimpungan, tidak tahu harus berkata atau berbuat apa.

Hana Belle menatap gadis didepannya yang terlihat begitu pucat. Mempertanyakan dalam hati kenapa reaksi semua karyawan disini begitu berlebihan? Apa Sakala Atmadja sudah mengatakan hal yang tidak-tidak tentangnya?

Gadis mungil ini mendengus kesal sambil menatap pintu mengkilap bertuliskan presdir room itu.

"Iya? i..ya... ini memang waktunya istirahat.... tapi.... Nyonya.. Atmadja...." Sabila belum sempat menyelesaikan ucapannya, karena Hana Belle dengan cepat sudah berjalan menuju pintu ruangan Sakala.

Gadis hitam manis ini hampir berteriak, Fer Dinan menatapnya binggung

"Kenapa kamu?"

"Didalam ada Eirene Hartono" Sabila hampir menjerit.

"APA? Bagaimana bisa......"

"Apa sekarang masih ada waktu untuk bertanya? Cepat kejar Nyonya masuk kedalam"

Fer Dinan mengangguk, kemudian dengan cepat menyeret langkahnya mendekat kearah Hana Belle yang sudah hampir mencapai pintu ruangan Presdir.

.................

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!