...****************...
Eirene menyantap dengan perlahan sarapan yang disiapkan Dimas. Gadis ini tidak pernah mencicipi makanan seenak ini, apalagi makanan yang dibuatkan seorang Pria.
Dua pria dalam hidupnya tidak akan sibuk memasak. Semuanya sudah tersedia dirumah tanpa harus repot-repot membuatnya.
Kakak laki-lakinya Eureno Hartono sangat sibuk dengan bisnis perusahaan mereka. Sedangkan sang ayah Michael Hartono memiliki dua kali lipat kesibukan yang sama.
Keluarganya tidak ada yang benar-benar memperhatikannya. Mungkin semua akan berbeda, Kalau saja mamanya tidak meninggal setelah melahirkannya.
'Dunia' memang seakan bisa dia genggam, tapi tetap saja ada sebuah lobang yang menganga didalam hati seorang Eirene Hartono.
Dia sebenarnya hanyalah gadis kesepian, menyedihkan. Yang berusaha mencari perhatian dari ayah dan kakak laki-lakinya, meskipun sangat jarang bahkan tidak direspon sama sekali.
Sebagian dari hati kecilnya sering menyalahkan diri atas kematian sang mama. Sejak kecil Irene selalu bertanya apakah ayah dan kakaknya sengaja menyibukkan diri karena ingin menghindarinya? Karena dia adalah faktor utama penyebab kepergian wanita yang mereka sayangi.
"Makan yang banyak," Dimas meletakkan Tempe goreng krispi di piring Eirene. Sejak tadi mereka berdua terjebak dalam keheningan, Sampai Dimas memutuskan untuk mengakhiri keheningan itu dan memulai suatu pecakapan.
Eirene menatap tempe yang baru diletakkan Dimas. Dia kemudian mendongak dan langsung terperangkap dalam kelembutan sepasang iris cokelat gelap itu.
"Terima kasih banyak," ucap Eirene sedikit membungkuk dengan mata yang berkaca. Hatinya tersentuh dengan perhatian kecil yang diberikan Dimas.
Mendadak sisi egois gadis ini, ingin memerangkap Dimas selamanya disampingnya.
Dia ingin diperhatikan, dia ingin mendapatkan pria yang seperti Dimas. Walaupun sebenarnya ada seorang pria yang jauh lebih dari segalanya dari Dimas.
Tapi hal itu tidak ada pengaruh apa-apa padanya karena sejak awal, pertunangannya dengan Sakala hanyalah sebuah bentuk rasa hormat untuk sang papa.
Rasa bersalah karena merasa telah menjadi penyebab kepergian sang ibu, membuat Eirene tidak pernah sekalipun menolak permintaan Michael Hartono.
Salah satunya bertunangan dengan putra konglomerat pemilik Indomadja Corp, Sakala Atmadja. Tapi bukankah dia juga harus mementingkan dirinya sendiri sekali-kali?
Dan misinya kali ini akan tetap dia lanjutkan, tidak peduli apapun.
Dimas menatap Eirene "apa kamu ingat yang terjadi semalam? Kita sepertinya tidak meminum sesuatu yang mengandung alkohol tapi kenapa tiba-tiba seperti itu? Apa kau tahu Rene?" tanya Dimas hati-hati, setengah berharap kalau ini hanya mimpi saja.
Jantung Eirene berdetak cepat. Dengan berat hati dia menggeleng. Menutupi kebenaran kalau semalam tidak terjadi apa-apa, semuanya adalah skenario liciknya saja yang melibatkan Dimas secara langsung.
Sepertinya dia harus berterima kasih kepada dokter Monalisa -- dokter pribadi keluarga Hartono-- karena obat tidur itu sukses membuat Dimas terlelap tanpa satupun ingatan yang tertinggal di ingatannya.
Dimas mengacak rambutnya frustasi. Merasa menjadi pria paling bejat didunia. Pundaknya seperti diberi beban berkilo-kilo membuatnya merasa tidak mampu menangungnya lagi.
"Aku juga nggak ingat sama sekali,"
Ingatan pria ini biasanya sangat baik. Lagipula dia tidak pernah hilang kendali sebelumnya.
Dia menatap Eirene tidak berdaya, "apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus kita lakukan?"
......................
@office magazine 'Singles'
Jakarta Pusat
"Ada apa ini?" Hana Belle bertanya pada Anisa, teman satu ruangannya.
"Seorang CEO muda mencari kamu," Lapor Anisa.
Gadis mungil ini meletakkan tas kemudian duduk di kursi kerjanya.
"Atas dasar apa dia cari aku? Dan kenapa semuanya jadi heboh?" Hana Belle mengerutkan kening saat melihat suasana kantor yang tidak seperti biasanya. Semuanya sibuk bergosip.
Anisa mencondongkan badan kearah Hana Belle "Kamu nggak tahu?"
Hana Belle menggeleng. Dia benar-benar tidak tahu.
"Direktur muda itu ganteng puuooollll. Semenjak beliau datang langsung jadi pembicaraan, semuanya menyayangkan fakta yang ada di majalah."
Hana Belle memutar bola mata "lalu apa hubungannya dengan aku, Anisa cherrybelle?"
Saat Anisa baru mau membuka mulut untuk menjawab pertanyaan Hana Belle. Pintu ruangan mereka tiba-tiba menjeblak terbuka. Dua gadis didalam ruangan itu sama-sama menelan ludah. Sama- sama syok melihat sosok menjulang didepan mereka.
"Saya mencari seseorang bernama Hana Belle Kafie. Dia ada disini?"
................
Hana Belle berdehem untuk kesekian kalinya. Gadis ini terserang perasaan gugup karena Pria didepannya ini tidak berhenti menatapnya.
Perasaan gugup dan risih, seperti itulah. Hana Belle merasa jantungnya hampir terlepas dari tempatnya karena sepasang mata cokelat itu.
Semua wanita normal pasti akan bereaksi sama dengannya. Gadis ini mengingatkan diri saat dia merasa sudah mengkhianati lelakinya Dimas Anthoni.
"Anda editor majalah Singels?"
"Iya."
"Anda editor macam apa? Anda seharusnya menyeleksi setiap tulisan yang akan di terbitkan. Anda seharusnya meloloskan tulisan-tulisan yang berdasarkan fakta!"
Hana Belle meremas tangannya. Mendadak rasa terpesona yang dia sempat rasakan luntur saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut pria itu,
"Saya sudah melakukannya. Tulisan yang terbit sudah di seleksi dan dipertimbangkan sesuai fakta yang ada."
Gadis itu berusaha terlihat tangguh. Dia benci dengan pria yang menyebalkan begini.
Pria itu menyeringai, " benarkah? Tapi yang tertulis di majalah ini justru tidak seperti itu."
Sosok itu melempar secara kasar dan tidak berperasaan majalah bersampul dirinya secara kasar diatas meja,
"Bagaimana mungkin Anda menulis direktur muda Indomadja Corporation memiliki gangguan orientasi seksual?"
Hana Belle mulai kesal dengan sikap arogan pria didepannya. Tuhan itu memang adil, tidak ada yg sempurna di dunia ini.
Bukti nyatanya adalah Pria yang duduk tepat didepannya ini, dia memiliki kesempurnaan secara fisik maupun status keluarga tapi ternyata minus dalam hal kelakuan. Sayang sekali.
"Tapi itu berdasarkan survei lapangan. Semua orang yang ada dibawah naungan anda mengatakan hal serupa. Sayang sekali pria setampan anda tidak tertarik pada seorang perempuan." Ucap Hana Belle dengan suara yang dibuat sememelas mungkin.
Pria itu mengeraskan rahang, kalau bukan karena Eirene Hartono yang memintanya untuk merahasiakan hubungan mereka dari publik. Dia tidak akan segan meneriakkan pada dunia betapa dia sangat mencintai dan menyayangi gadis itu dengan kadar maksimal.
Sementara itu Hana Belle jadi sedikit was-was, takut kalau pria itu tiba-tiba melemparnya dengan benda disekitarnya. Seperti vas bunga di samping kanannya atau mungkin telepon di samping kirinya.
Oke mungkin itu berlebihan. Karena pada kenyataannya pria itu hanya menghembuskan nafas kemudian kembali menatapnya.
"Saya akan menarik semua peredaran majalah ini. Saya akan membeli semuanya. Dan ... saya juga akan memberi anda waktu dan kesempatan untuk anda mewawancarai saya secara pribadi"
Hana Belle berjengit, "a..pa?"
"Tulislah lagi biografi saya. Kalau perlu tulis dengan huruf kapital kalau saya adalah pria yang sangat tergila-gila pada Wanita bernama Eirene Hartono."
Mata Hana Belle membulat "Eirene Hartono?" ulangnya tidak percaya. Dia memang tahu kalau tunangan Eirene adalah seorang direktur, tapi dia sama sekali tidak pernah bertemu secara langsung dengan pria itu.
Eirene Hartono begitu tertutup dengan kehidupan asmaranya dan Hana Belle juga tidak terlalu memusingkan hal itu, dia tahu diantara mereka terbentang jarak lumayan besar bernama Status sosial.
Tapi demi Tuhan Hana Belle sama sekali tidak menyangka, kalau ternyata tunangan dari sahabatnya ini adalah Pria yang menyebalkan seperti ini.
"Tuliskan juga kalau saya dan Eirene Hartono sudah bertunangan sejak usia saya masih belasan tahun."
Pria itu mengangkat tangan kirinya, dengan sengaja menunjukkan cincin yang melingkar dijari manisnya, "saya rasa pria yang memiliki gangguan orientasi seksual tidak akan bertunangan dengan seorang wanita. Bukan begitu nona Hana Belle Kafie?"
Hana Belle menyadarkan punggungnya secara kasar disandaran kursi, setelah pria bernama Sakala Armadja itu pergi.
Hatinya bertanya-tanya kenapa ada pria yang semenyebalkan itu?
Dan astagah ... Rene kenapa pria mengerikan itu harus jadi tunanganmu?
...****************...
@Medistra Medical Center
Dimas menatap handphonenya yang berkelap- kelip dengan tulisan My Belle di layar.
Pria ini ingin sekali mengangkat panggilan itu, ingin sekali mendengar suara gadis itu, Tapi mengingat kembali apa yang sudah dia lakukan Dimas merasa sudah tidak lagi pantas.
Hana Belle tidak pantas memiliki pria brengsek sepertinya.
"Mas Dim akan bertanggung jawab sama aku kan? Aku sudah tidak suci lagi. Aku tidak akan diterima pria manapun. Aku harus bagaimana? Lebih baik aku mati saja."
Suara sedih Eirene kembali terngiang dikepala. Gadis yang telah dia nodai. Gadis yang adalah sahabat gadisnya.
"Brengsek. Benar-benar brengsek, kamu Dimas."
Pria itu mengacak rambutnya frustasi. Bagaimana mungkin ini terjadi padanya disaat hari pernikahan yang di tunggu sepanjang hidupnya sudah ada di depan mata?
Bagaimana mungkin dia menyentuh gadis lain yang bukan gadisnya? Dimas merasa kepalanya akan pecah. Bagaimana mungkin Tuhan setega ini padanya?
...****************...
@Jl. Merak blok H no.11 BSD-CITY, Tangerang Selatan.
Eirene melangkah gontai memasuki istana besar keluarga Hartono.
Handphone tidak berbunyi seperti yang dia harapkan. Hanya ada beberapa panggilan dan pesan singkat dari Sakala yang memang selalu tidak dia tanggapi.
Pria bermarga Atmadja itu memang rutin memberondong handphonenya dengan miscall dan sms maupun chat yang hanya dianggap sampah oleh gadis ini.
Baginya hubungan mereka hanyalah sebuah hubungan politik semata.
Tidak pernah ada rasa dalam hubungan mereka, bagi seorang Irene, seorang Sakala Atmadja-lah yang berlebihan menggilainya.
Yang amat dia tunggu bukan sms atau panggilan dari pria bermarga Atmadja itu, yang selalu dia tunggu adalah panggilan atau paling tidak sebuah pesan singkat yang menanyakan kabarnya dari dua pria bermarga Hartono.
Apa mereka tidak khawatir dengan keadaannya? Anak gadis dirumah mereka tidak pulang semalaman, apa mereka tidak peduli?
Tapi untuk kesekian kalinya dia harus menelan harapannya. Karena kesibukan dua pria itu, sudah menggeser posisi Eirene menjadi urutan kesekian dari no 1 di hati papa maupun kakak laki-lakinya.
Langkah Eirene terhenti saat telinganya mendengar sebuah nada dari handphonenya, dengan cepat gadis ini membuka sebuah pesan singkat.
"Eirene, apa sudah sampai dirumah? Kamu tidak apa-apa? Maaf aku tidak bisa mengantar, Aku akan menelponmu sebentar lagi"
Eirene tersenyum miris, lagi-lagi bukan pesan dari seseorang yang dia harapkan tapi dari seorang pria yang sudah dengan jahatnya dia jebak untuk ambisi kekenakannya.
Dia tahu, Dimas hanya sekedar mengkhawatirkannya karena sejak tadi di apartemen pria itu, Eirene tidak berhenti mengutarakan hal-hal bernada putus asa untuk memperlancar rencananya.
Dia tahu Dimas hanya merasa bersalah padanya. Tapi apapun itu dia tetap senang. Eirene mulai menyukai semua perhatian Dimas Anthoni padanya sekarang.
Mulai sekarang akan ada yang memberikannya perhatian, akan ada yang menanyakan kabarnya --Selain Sakala ,tentu saja-- Bukankah ini seperti mendapat double *door**prize*? Dia bisa mendapatkan seseorang yang peduli padanya juga menghancurkan Hana Belle secara perlahan.
"Selamat datang diduniaku, Mas Dimas Anthoni,"
...........
H-7
Wedding day.
Seyuman Hana Belle menghilang tidak bersisa sama sekali. Wajah berserinya luntur terganti dengan wajah muram yang menyedihkan.
Dunia tempatnya berdiri serasa runtuh, kehidupannya hancur, kebahagiaannya direbut secara paksa menyisahkan luka yang membekas dan sangat menyakitkan dirongga dadanya.
Gadis itu mundur teratur saat
Dimas berusaha menyentuhnya. Dia tidak bisa menerima lagi sentuhan apapun dari pria ini.Tidak bisa lagi.
Mata Dimas melebar, hatinya terluka parah melihat reaksi gadis ini padanya sekarang. Tapi beginilah seharusnya, dia sudah mengkhianati Hana Belle walau tidak dengan kesadarannya.
"Maaf..... mas bener benar minta maaf Abell, mas....." suara Dimas tercekat ditenggorokan. Sesuatu yang sangat menyakitkan juga melukainya dari dalam.
"Aku ..."
Hana Belle menarik nafas sebanyak-banyaknya, mengisi paru-parunya yang terasa hampa tapi juga sesak saat Dimas mengatakan pembatalan pernikahan mereka yang akan digelar seminggu lagi.
Gadis itu berusaha tersenyum walaupun sebenarnya sangat sulit untuknya.
"aku ngerti. Nggak apa-apa, mas. Aku baik-baik saja,"
Air mata gadis ini jatuh perlahan membasahi pipinya. Mengkhianati usaha kerasnya. Sebenarnya dia sama sekali tidak ingin memperlihatkan air mata didepan pria ini.
Hana Belle mengigit bibir, mati-matian menahan bibirnya untuk mengatakan kalau dia tidak baik-baik saja. Dia terluka dan tersakiti. Dia ingin mempertahankan Dimas apapun yang terjadi. Tapi harga dirinya juga ingin dia lindungi.
Dimas sudah membatalkan pernikahan mereka, itu artinya semua sudah berakhir. Semua perasaan yang bersemi dihatinya setiap musim, selama bertahun-tahun untuk pria ini harus dimusnakan segera. Tidak ada yang perlu dipertahankan sekarang.
"Temukan pria yang nggak akan buat kamu terluka, kayak aku. Kita memang nggak ditakdirkan untuk bersama."
Dengan sangat berat Dimas memutar tubuh, berjalan menjauh dari Hana Belle. Gadis yang dia cintai sepanjang umurnya.
Gadis yang harus dia lepaskannya dengan sangat berat hati karena kebodohan yang sudah dia lakukan.
Dimas menekan kuat-kuat keinginannya untuk berbalik memeluk Hana Belle dan berniat tidak akan melepaskannya.
Gadis itu jatuh terduduk di jembatan penyebrangan, kakinya tidak kuat menopang tubuh. Dia menatap punggung Dimas dengan mata yang berair.
Dadanya terasa sakit disetiap incinya. Punggung itu menjauh dan mungkin tidak akan pernah kembali untuknya.
...****************...
@Hartono corp building. Jakarta.
"Aku akan menikah pa "
Michael Hartono, mendapati putri bungsunya sedang berdiri sambil menatapnya. Pria tua itu balas tersenyum dibalik kacamata. Akhirnya penantiannya berakhir.
"Sakala berhasil meyakinkanmu?"
Michael tahu, kalau Eirene tidak memiliki rasa apapun pada Sakala tapi dia juga tahu, kalau Sakala sangat menyukai putrinya.
Dan pernyataan anak gadisnya ini pasti dikarenakan pria itu sudah bisa meyakinkan Eirene tentang perasaannya.
"Baiklah ... papa akan menghubungi .... "
Eirene berjalan mendekat kearah papanya. Mendekat ke singgasana Michael Hartono yang duduk dibalik meja kerjanya yang besar dan mewah.
"Bukan dengan Sakala Atmadja,"
Eirene menarik nafas sebanyak-banyaknya. Ini adalah kali pertama baginya mengutarakan sesuatu yang dia benar-benar inginkan pada sang ayah,
"Tapi dengan Dimas Anthoni. Aku akan menikah dengan pria bernama Dimas Anthoni Walukow"
.......
...****************...
@Atmadja House
Surabaya.
Sakala meremas garpu yang sedang dipegangnya. Sedangkan Basuki Atmadja sudah melampiaskan amarahnya dengan menjatuhkan semua peralatan makan didepannya. Nafas pria setengah abad lebih itu memburu, matanya memancarkan kemarahan yang sangat.
"ini sebuah penghinaan" desisnya tajam.
"Michael Hartono sudah menghinaku dengan merencanakan pernikahan putrinya dengan pria lain. Dia bahkan tidak memberitahuku dulu. Dia pikir aku ini siapa? Sekertaris Dinan, segera daftarkan tuntunan untu ... "
"Papa, biar saya yang menyelesaikan hal ini." Sakala tiba-tiba bersuara. Memotong ucapan ayahnya.
Basuki menatap putra semata wayangnya yang masih saja terlihat tenang disaat-saat genting seperti ini. Sebagai orangtua yang membesarkan Sakala, dia amat sangat tahu bagaimana perasaan putranya untuk putri bungsu keluarga Hartono.
Dia saksi hidup betapa besar cinta seorang Sakala untuk Eirene, bagaimana bisa putranya masih setenang ini?
Basuki tidak tahu, kalau Sakala sangat hancur di dalam. Dia tidak pernah menyangka kalau Eirene akan mencuranginya, memilih menikah dengan pria lain, tanpa memberitahunya dulu.
Padahal majalah itu telah diterbitkan, majalah yang mengangkat fakta betapa dia sangat menggilai Wanita itu.
"Saka ... "
"Percayakan ini sama saya, akan saya selesai'in dengan cara saya sendiri pa"
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments