Sebuah misi

@The Hermitage,

Jl. Cilacap No.1, RT.11/RW.5, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310

Hana Belle mendongak, menatap pria didepannya. Pria yang seharusnya juga memiliki perasaan hancur yang sama. Saat publik diberitahu siapa calon pendamping hidup seorang Sakala Atmadja, pemberitaan lain muncul dan mengacaukan pandangan publik.

Tunangan Sakala Atmadja menikah dengan pria lain, atau sebuah headline news yang paling hot sekarang 'tunangan Sakala Atmadja memilih menikah dengan pria lain, karena pria itu memiliki gangguan orientasi seksual'.

Mungkin akibat luka parah dihati pria itu, membuatnya bercerita tentang misi yang mungkin bisa menguntungkan keduanya.

"Rene-ku terlalu terobsesi denganmu. Dia tidak ingin anda bahagia. Itu sebabnya dia melakukan hal bodoh ini."

Hana Belle meremas pengangan cangkir teh, hatinya kembali ngilu. Dia tahu semua kegagalan yang pernah terjadi pada hidupnya adalah perbuatan tuan putri Hartono itu.

Walaupun logika sering membantahnya mengingat status keluarga Eirene jauh diatas keluarganya, seharusnya tidak ada alasan untuk Eirene merasa iri padanya.

Tapi jika apa yang menjadi dugaan pria didepannya ini adalah benar, demi Tuhan, dia sama sekali tidak pernah menyangka kalau Eirene akan berbuat senekat ini. Tidak menyangka gadis yang dikenalnya sejak masuk SMP itu ---meski mereka berdua baru akrab saat SMA --- akan setega ini padanya.

"Saya sangat yakin, tidak terjadi apa-apa pada keduanya. Ada sebuah alasan dibalik ini semua."

Sakala menatap Hana Belle tepat dimanik mata gadis itu, "kalau Dimas Anthoni memang benar-benar mencintaimu, dia akan akan menyentuh Eirene seincipun."

...****************...

@Dima's apartement

Jakarta.

Eirene menyemprotkan parfum yang beraoma sensual, mengacak sedikit rambut pirangnya supaya terkesan seksi, dia memastikan lagi lingerie berwarna merah yang minim melekat ditubuh rampingnya.

Gadis ini tersenyum saat semuanya sudah sangat sempurna untuk sebuah malam pertama.

Gadis ini melirik pintu kamar mandi yang tertutup. Dimas yang sudah berstatus sebagai suami sahnya sedang berada didalam sana.

Gadis itu  memegang dada yang berdebar tidak normal, rasa gugup tiba-tiba menyerang. Ini merupakan pengalaman pertamanya, dan dia sama sekali tidak tahu harus melakukan apa.

Memang tidak ada cinta, hanya saja dia harus memastikan hal ini berhasil, supaya Dimas tidak memiliki alasan untuk meninggalkannya. Dia benar-benar harus mengikat pria itu disampingnya.

Pintu kamar mandi perlahan terbuka, pria tampan itu keluar dengan raut wajah datar tanpa ekspresi. Bisa dibilang semenjak menikah dengan Eirene, pria itu seperti kehilangan kebebasan berekspresi.

Eirene menarik sudut bibir keatas, dia tersenyum lebar saat pria itu berjalan ke arahnya, dan senyuman itu mendadak luntur saat Dimas hanya melewatinya saja kemudian menenggelamkan tubuhnya didalam selimut.

Gadis ini melonggo, otaknya langsung mempertanyakan kenormalan seorang Dimas Anthoni.

.....................

Next day

@Dimas apartement

02:30 pm. Jakarta

Dimas melonggarkan dasinya, entah kenapa seharian ini terasa begitu berat. Seperti ada sebuah beban kasat mata yang menindih pundaknya.

Pria ini menekan beberapa digit nomor untuk membuka pintu apartemen. Password pintu itu adalah tanggal lahir gadis cinta pertama dan mungkin cinta terakhirnya. Hana Belle Kafie.

Suara klik yang begitu familiar terdengar. Dimas segera mendorong pintu cokelat itu, dan berniat segera bertemu dengan ranjang empuknya. Sungguh pria ini tidak memiliki kekuatan lagi untuk melakukan hal lain.

Langkah kakinya terhenti mendadak. Matanya sukses membulat, saat melihat pemandangan didepannya.

Apartemen yang biasanya sepi dan tenang, kini sudah bertanformasi menjadi tempat yang jauh dari seharusnya.

Ada banyak oranv menyentuh semua benda didalam apartemennya, Bahkan ada beberapa property yang sudah tidak berada ditempat seharusnya.

Dimas mengepalkan tangan, rahangnya refleks mengeras dengan cepat dia mengedarkan pandangan mencari gadis pirang itu.

................

Eirene menutup mata, menahan kemarahan yang memuncak dari pria didepannya. Wajah Dimas merah padam, mata pria itu memancarkan kemarahan yang sangat besar.

Dan yang membuat air mata Eirene hampir jatuh adalah, nada bicara Dimas yang sejak tadi jauh dari kata lembut. pria itu meneriakinya.

Selama 27 tahun hidupnya , tidak ada seorangpun yang bisa atau mampu meneriakinya seperti yang dilakukan Dimas Anthoni sekarang.

"Siapa yang menyuruhmu! Siapa yang memberimu hak memporak-porandakan apartemen saya!"

Dimas berteriak, sama sekali tidak peduli dengan banyak pasang mata milik para asisten rumah tangga yang sudah memasang tampang takut bercampur iba kearah mereka berdua.

Eirene berkaca-kaca, mulutnya kelu tidak bisa membuka mulut untuk menjawab Dimas.

Pria ini kalap, sejak seharian ini dia berusaha mencari sesuatu yang bisa dijadikannya tempat untuk melampiaskan amarah yang menumpuk didadanya, dan gadis yang berdiri kaku didepannya ini dengan sangat baik hati mau menjadi tempat pelampiasan itu.

"Saya nggak suka wanita lancang sepertimu! Saya sama sekali tidak suka barang-barang saya disentuh siapapun, apalagi sampai di pindahkan seenaknya tanpa persetujuan!"

"Tapi.... Aku hanya menyuruh para asisten membersihkannya." ucap Eirene, berusaha terdengar wajar. Walaupun sebenarnya dia sudah terluka.

Dimas mendengus "kalau begitu lakukan sendiri!"

"Apa?"

"ini apartemen saya, bukan istana keluarga Hartono. Saya tidak mengijinkan semua fasilitas ayahmu berlaku disini!

"Mas Dimas!!"

"Kamu ibu rumah tangga disini, jadi tolong berlakulah selayaknya seorang istri yang baik. Jangan manja dan jangan mengharapkan bantuan ayahmu. Karena sejak kamu menikah dengan saya, kamu sudah menjadi tanggunganku Eirene Hartono."

Dimas tiba-tiba tersenyum miring, menunjukkan sisi lain pria itu yang menyeramkan yang tidak terlihat selama ini, "okh ... maaf saat kamu menikah dengan saya, marga Hartono sudah dihapuskan dari namamu. Kau sudah menjadi nyonya Walukow. Eirene Walukow yang terhormat. Karena itu, bersikaplah seperti sewajarnya. Hidup dengan saya yang sederhana, itu artinya kamu harus meninggalkan segala kemewahan keluarga Hartonomu! Mengerti?!"

Eirene meremas kuat tangannya yang berkeringat dingin. Mati-matian menahan rasa sakit bercampur amarah didadanya. Seumur hidupnya dia tidak pernah dipermalukan seperti ini didepan orang lain.

Dimas Anthoni, kau benar-benar harus membayar semua ini.

...****************...

Dimas membasahi seluruh tubuhnya, dia bahkan masih memakai baju lengkap. Hatinya kacau, sejak memutuskan meninggalkan Hana Belle dia memang seperti kehilangan arah.

Dia tidak bisa lagi fokus, pikiran dan hatinya tidak lagi berkoordinasi dengan baik. Dikepalanya masih sangat jelas bagaimana dia dan gadis mungil itu mendekorasi apartemen ini.

Mereka berbelanja semua bahan bersama, mengecat beberapa bagian dengan warna biru dan putih, dua warna favorit mereka. Juga meletakkan beberapa furnitur disetiap bagian di apartemen ini.

"aku ingin meletakan sofa disamping meja kerjamu, supaya aku bisa menunggumu disana sambil membaca buku mas Dim."

Dimas meremas terali besi didepannya, meremas dengan kekuatan maksimal sampai buku-buku tangannya memutih.

Sofa kecil berwarna biru safir itu sudah tidak ada lagi disana, hal itulah yang semakin membuatnya kalap dan kehilangan kendali.

"Mas rindu kamu, Bell" Dimas membiarkan air matanya jatuh bercampur bersama air yang keluar dari shower.

Pria ini tidak mampu lagi menahan kesakitannya sendiri.

.......

...****************...

@Waroeng Westren

Eirene meremas tangannya diatas pangkuan. Mendadak menyesal sudah datang ke restoran ini.

Seharusnya dia mengikuti feelingnya kalau tempat ini juga adalah tempat favorit Hana Belle. Tempat yang sering mereka kunjungi berdua saat sedang  dalam keadaan baik maupun tidak .

Restoran yang berada di daerah Jakarta barat itu, merupakan tempat favorit keduanya. Memang hanya seperti ruko biasa tapi makanan di tempat ini, membuat pengunjung ingin kembali lagi.

"Lo terlihat nggak baik,"

Eirene mendongak, dan langsung terpaku dengan senyuman Hana Belle. Disinilah mereka di meja favorit di sudut restoran, duduk berhadapan dengan perasaan yang canggung. Sampai Hana Belle membuka pembicaraan tadi.

Eirene lebih erat meremas tangannya yang sudah berkeringat dingin, sebuah kebiasaannya saat sedang terpojok.

Dia tidak ingin bertemu Hans Belle saat ini, apalagi dengan kenyataan kalau Dimas baru saja marah besar padanya tadi. Melihat Hana Belle bisa tersenyum semanis itu, membuat rahang gadis pirang ini otomatis mengeras.

Hana Belle tidak seharusnya tersenyum semanis ini padanya. Gadis didepannya ini seharusnya menangis, harus memakinya atau meneriakinya seperti yang juga di lakukan Dimas. Hana Belle harus menderita, harus merasa iri padanya.

"It's ok, gue hanya sedikit capek aja. Bukankah seharusnya cewek yang baru nikah kayak gitu?" Kata Eirene dengan senyum dan ekspresi sangat menyebalkan.

Hana Belle tersenyum getir, dia tahu Eirene tidak benar-benar bahagia, dia tahu kehidupan pernikahan mereka hanya di paksakan saja.

Penuturan Sakala adalah yang paling masuk akal. Ada sesuatu yang besar dibalik pernikahan Eirene dan Dimas yang terkesan mendadak dan begitu terburu-buru.

Lagipula, setiap orang tidak mungkin berubah secepat itu. Dia tahu, pria itu masih tetap Dimas Anthoni-nya. Dan dia sangat percaya diri dengan hal itu.

Ada begitu banyak kenangan yang sudah Hana Belle lewati bersama Dimas, dan gadis ini amat sangat yakin hal itu tidak akan gampang untuk dilupakan.

Merebut Dimas dari Hana Belle adalah suatu kesalahan besar.

"Pernikahan lo bahagia?" tanya Hana Belle tanpa maksud apa-apa. Mulutnya tidak bisa di tahan untuk menanyakan pernikahan mereka, menanyakan Dimas Antoni-nya lebih tepatnya.

Mata Eirene berkilat, harga dirinya mulai terusik,

"Tentu aja, kami bahagia. Suami gue lembut banget orangnya."

Hana Belle menelan ludah dengan susah payah, pria lembut yang dimaksudkan Eirene itu, seharusnya miliknya.

"Dia memang seperti itu" bisik Hana Belle pelan seakan untuk dirinya. Dia tidak bisa berbohong kalau dia merasa kehilangan kelembutan itu, dan dia merindukan semua yang ada pada pria itu kalau dia boleh menambahkan.

Irene mulai terpancing. Hana Belle harus bisa merasa iri padanya. Harus menderita karenanya. Hal itu yang terus menerus terputar di kepalanya.

Gadis pirang ini menghembuskan nafas menatap Hana Belle penuh keyakinan, "kami udah nyatu Abell, Gue dan mas Dimas sudah mengesahkan hubungan kami dengan hubungan yang lebih intim."

Gadis itu menyeringai khas tokoh antagonis di setiap drama,

"Dan juga, gue sudah pindahin semua furnitur yang udah nggak berguna di apartemen kami, lalu menggantinya dengan yang lebih baru dan tentu saja mahal."

Jantung Hana Belle berdetak kencang, kakinya terasa ngilu. Hati gadis itu tersayat dengan sangat sadis sekarang.

Kepercayaan diri yang tadi dimilikinya hilang entah kemana saat mendengar apa yang baru keluar dari mulut gadis pirang didepannya.

"kalau Dimas Anthoni benar-benar mencintaimu, dia nggak akan menyentuh Irene seincipun"

Ucapan Sakala beberapa saat yang lalu terngiang dengan sangat jelas dikepalanya. Dimas apakah benar-benar menginginkan Eirene? Lalu ... Bagi pria itu dirinya dianggap apa?

Bagaimana bisa Dimas melupakannya secepat itu? Mengijinkan semua furnitur di ganti itu tandanya Dimas memang ingin melupakannya, mengganti seluruh kenangan yang pernah tercipta antara mereka sejak dulu.

"Gue kelelahan karena merenovasi semuanya, kami bahkan ... "

"Bohong, lo pasti lagi bohong," ucap Hana Belle sakratis. Suara gadis itu mulai bergetar, demi Tuhan dia tidak ingin mempercayainya.

Irene tersenyum, ada percikan kebahagiaan dihatinya saat melihat ekspresi Hana Belle saat ini.

Dan suara yang bergetar itu menunjukkan kalau gadis itu mulai tergoncang, Hana Belle tidak lagi terlihat setegar saat mereka tidak sengaja bertemu tadi didepan restoran ini tadi.

Gadis mungil itu mulai termakan ucapannya, yang sebenarnya hanyalah sebuah kebohongan besar.

Eirene sangat memahami Hana Belle, gadis itu biasanya mudah percaya segala sesuatu, terkesan lugu polos dan juga mungkin sedikit bodoh.

"Bagaimana kalau kita double date?" ajak Hana Belle, entah kekuatan dari mana yang mendorongnya untuk mengajukan hal ini,

"Gue ingin kenalin pacar gue sama kalian. Bukankah, sebagai dua manusia yang paling dekat dengan gue, kalian juga harus mengenal pria spesial gue kan nyonya Walukow?"

Kata Hana Belle mulai menemukan kembali pertahanan diri bersama harga dirinya.

Eirene gantian menelan ludah dengan susah payah, entah kenapa dia malah seakan terjebak dalam jebakan yang dia buat sendiri.

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!