"Dav, bagaimana keadaan Oma?" tanya Damian saat melihat Davian berjalan menghampiri nya.
"Syukur Alhamdulillah, Oma sudah sadar Dam," jawab Davian sambil menepuk pelan pundak Damian.
"Dam, bisa kita bicara sebentar?"
"Iya baiklah, aku juga ingin bertanya sesuatu kepadamu," sahut Damian.
Mereka berdua segera berjalan menuju ruangan Davian.
Davian membuka sebuah pintu berwarna putih, di dalamnya terpampang sebuah ruangan yang cukup luas dengan furniture yang di dominasi dengan warna coklat dan cream.
Kedua saudara kembar itu tampak duduk di sofa, Damian memilih menyandarkan punggungnya. Wajahnya terlihat lusuh karena masalah yang tengah di hadapinya.
"Dav, aku sangat menyesal. Karena kecerobohan ku, Oma harus di rawat di rumah sakit." Damian memijit pangkal hidungnya. Ia benar-benar sangat menyesal.
"Kamu memang harus minta maaf secara langsung kepada Oma Dam, kamu tahu kan bagaimana Oma? Beliau bahkan berencana akan segera melangsungkan pernikahan mu dengan Arra."
Damian membulatkan matanya, ia tak percaya dengan ucapan saudara kembarnya itu.
"Dav, kamu bercanda kan?"
"Apa aku terlihat bercanda?" Davian mengangkat salah satu alisnya, entah kenapa ia sangat senang menggoda Damian saat pria itu dirundung masalah.
"Lalu, apa yang ingin kamu tanyakan? Kamu tadi bilang ada sesuatu yang ingin kamu tanyakan bukan?" tegas Davian. Pria itu berjalan mendekati lemari es mini yang berada di sebelah kursi kerjanya, ia mengambil dua botol air mineral.
Davian mengangsurkan botol itu kepada Damian, kedua pria itu segera menyesap air mineral dan meletakkan pada meja di hadapan mereka.
Damian tampak menghela napas berat.
"Dav, apa tes DNA bisa dilakukan saat bayi belum dilahirkan?" Pria itu menoleh ke arah saudara kembarnya, berharap sebuah jawaban yang membuatnya bisa bernapas lega keluar dari bibir pria yang berprofesi sebagai Dokter.
Meskipun dia selalu puas dengan hasil kerja Ben selama ini, tapi ia juga ingin memastikan dengan metode kedokteran. Tentu hal itu akan bisa lebih meyakinkan keluarga nya, jika dia bisa membuktikan bahwa janin itu memang benar-benar bukan anaknya.
"Bisa ... tapi saat usia kehamilannya kurang lebih sepuluh sampai dua belas minggu."
Raut wajah Damian terlihat lebih serius, keningnya berkerut. Menandakan bahwa sang pemilik tubuh sedang berpikir keras.
"Sepuluh Sampai dua belas minggu?"
"Kamu kan bisa mengantar calon istrimu itu untuk periksa kandungan Dam," seloroh Davian yang dihadiahi lemparan bantal pada tubuhnya oleh Damian.
"Sialan kau Dav, aku bahkan tak pernah menjamah nya sedikitpun. Enak sekali pria brengsek yang sudah menghamili nya. Mereka yang berbuat, dan aku yang harus bertanggung jawab," umpat Damian dengan kesal.
Davian terkekeh dengan ucapan saudara kembarnya itu. Namun, selang beberapa detik kemudian. Raut wajah kedua saudara itu tampak serius kembali.
"Apa kamu sudah melakukan yang seharusnya kamu lakukan Dam?"
"Tentu, aku bahkan sudah menyuruh Ben untuk mengerahkan seluruh anak buahnya agar mengusut masalah ini," terang Damian.
"Dav, kamu percaya kan padaku?" tanya Damian dengan raut wajah sendunya.
Davian menganggukkan kepala seraya berkata, "Aku percaya, kamu tak akan melakukan perbuatan yang bisa menghancurkan nama baik keluarga kita Dam. Daisy pun begitu, karena dari awal Isy sudah tahu bagaimana sebenarnya Arra. Dia tak sebaik yang kamu pikirkan selama ini."
Damian hanya bisa bernapas berat, pikirannya mulai berandai-andai. Tapi dengan cepat ia segera menyangkalnya, ia tak ingin larut dalam penyesalannya. Inilah takdir yang harus ia jalani, sekarang bukan saatnya meratapi setiap kejadian yang sudah menimpanya. Tapi melewatinya dengan penuh keyakinan dan dukungan dari orang yang menyayanginya adalah jalan untuk menjalani takdir itu.
🍁🍁🍁
Kamar VVIP Rumah Sakit Hutama
Davian memutar handle pintu kamar dimana Oma nya di rawat, kedua pria yang berbeda profesi itu berjalan perlahan menghampiri Mama dan Oma nya.
Damian setengah berlari menjangkau tubuh Oma nya, pria itu segera memeluk tubuh sang Oma.
"Oma, maafkan aku. Aku yang membuat Oma jadi sakit seperti ini, Maafkan aku Oma." Pria itu terus mendekap erat tubuh wanita yang hampir berumur delapan puluh tahunan itu. Suaranya terdengar parau. Dengan lembut sang Oma membelai punggung cucunya yang sangat disayanginya.
"Anak nakal, siapa bilang Oma sakit karena kesalahan mu. Oma hanya kurang enak badan, tapi sepertinya Oma senang karena sebentar lagi Oma akan mendapat cicit darimu," seloroh Oma nya.
Damian segera melepaskan pelukannya, ia menatap sendu wajah sang Oma.
"Oma, apa Oma lebih percaya kepada gadis itu daripada cucu Oma sendiri?" tanya Damian dengan wajah sedikit kesal.
Mama Erina yang duduk di sebelah Oma nya pun akhirnya angkat bicara.
"Dam, Mama dan Oma sudah menentukan tanggal pernikahan kalian. Kamu jangan lepas tanggung jawab. Mama dan Papa tak pernah mengajari kalian hal seperti itu bukan?" ucap Mama Erina dengan raut wajah serius.
Hal itu tentu saja membuat Damian semakin kesal, pria itu menatap sang Mama dengan pandangan mengiba.
"Ma, kenapa aku harus tanggung jawab dengan perbuatan yang tak pernah aku lakukan. Aku benar-benar tak pernah menyentuh Arra sedikitpun," jelas Damian dengan mata memelas.
Oma yang melihat pengakuan Damian pun mengulas senyum.
"Oma dan Mamamu perlu bukti sayang, buktikan kepada kami secepatnya. Agar masalah ini tak sampai menjadi konsumsi publik. Kamu tahu kan keluarga kita adalah sasaran empuk untuk media masa, setiap masalah yang kecil sekalipun akan menjadi berita hangat untuk mereka," terang Oma yang segera dibenarkan oleh ketiga orang yang ada di ruangan tersebut.
Damian segera meraih jemari Mama nya, sorot mata sang Mama menunjukkan kekecewaan yang mendalam terhadapnya. Berbeda dengan sang Oma dan Papa nya yang memberikan kesempatan untuk Damian mencari bukti.
"Ma, aku akan membuktikan semuanya ma. Aku akan mengembalikan kepercayaan Mama kepada Damian. Aku janji Ma, aku akan secepatnya mengungkap siapa Ayah dari anak yang di kandung oleh Arra." Damian terus mendekap jemari sang Mama.
Mama Erina tampak mengambil napas dalam-dalam, lalu menghembuskan nya secara perlahan. Seolah berat untuk memutuskan semuanya.
Wanita yang masih sangat cantik di usianya itu menatap lekat manik coklat milik putranya, ada kesungguhan yang ia lihat dibalik mata sendu sang anak. Damian yang ada di hadapannya itu bukanlah seorang yang pandai berbohong. Perlahan kedua sudut bibir Mama Erina terlihat melengkung ke atas, sebuah senyuman manis tergambar di wajahnya yang penuh kasih sayang.
Merasa mendapat kepercayaan sang Mama kembali, Damian segera mendekap Mamanya.
"Terimakasih Ma, terimakasih. Aku janji tak akan mengecewakan Mama."
"Iya sayang, maafkan Mama ya. Karena sempat meragukanmu. Harusnya Mama tak begitu saja percaya kepada Arra." Mama Erina mengelus pelan punggung Damian. Akhirnya Damian bisa bernapas lega, ganjalan di hatinya perlahan mulai menemui titik terang satu persatu. Karena saat ini dukungan keluarga lah yang sangat ia perlukan.
Davian merasa terharu dengan adegan di hadapannya, pria itu segera merentangkan tangannya dan ikut memeluk sang Mama dan Damian. Sejenak mereka saling berpelukan dan saling menguatkan satu sama lain, begitupun dengan Oma. Wanita itu tersenyum bahagia, melihat kemesraan sang menantu dan kedua cucunya itu.
🍁🍁🍁
Suara dering telpon terdengar dari saku celana Damian, ia segera meraih ponsel di sakunya. Pria itu menatap sekilas layar ponsel nya "Ben" batinnya. Pria itu pamit kepada Oma dan Mama nya untuk menerima telpon.
Damian segera menggeser layar benda pipih nya ke arah warna hijau, lalu meletakkan di telinga kanannya.
"Halo, iya Ben."
"Tuan, saya sudah berhasil membawa Chris dan Tuan Ferdi. Saya sudah berada di ruangan Tuan, Tuan berada dimana sekarang?"
"Chris?" Damian tampak mengernyitkan keningnya.
"Chris, selingkuhan Nona Arra Tuan."
"Oke, baiklah. Aku akan segera kesana!"
Damian segera menggeser layar benda pipih nya ke kiri dan memasukkan kembali ke sakunya. Pria itu berjalan mendekati Oma, Mama nya dan juga Davian.
"Ma, aku pamit dulu ya. Ada beberapa urusan yang harus segera aku selesaikan." Damian menjeda kalimatnya, ia mendudukkan tubuhnya di ranjang tempat Oma nya berbaring.
"Oma, Damian pergi dulu ya. Oma cepatlah sembuh." Pria itu mendaratkan sebuah kecupan di pipi kanan dan kiri Oma nya. Kemudian berpindah memeluk Mamanya. Kedua wanita itu tampak mengulum senyum kepada Damian.
Terakhir pandangan nya beralih pada Davian yang duduk di sebrang ranjang Oma nya.
"Dav, titip Oma dan Mama ya," ucapnya.
Davian menganggukkan kepala seraya berkata, "Iya, Hati-hati dijalan Dan. Semoga semua berjalan lancar."
"Aamiin ...." Oma dan Mama nya segera mengamini ucapan Davian. Damian tersenyum penuh arti kepada saudara kandungnya itu.
"Terimakasih," sahutnya. Lalu ia segera berlalu dari balik pintu.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
ww
SEMAKIN TUA SEMAKIN TOLOL
2023-08-11
0
ww
wanita GOBLOKKK
2023-08-11
0
❤️❤️sehun oppa lovers❤️❤️
lanjut lagi
2022-08-10
0