Terdengar suara yang tak asing di telinga Keira di pagi buta. Suara seorang wanita yang sedang mengobrol dengan suaminya. Ia beringsut duduk, lalu segera membersihkan diri.
"Boss, udah mandi belum? Airnya udah aku hangatkan. Kok ngobrol di luar sih Boss," jerit Keira , menyambut bangun tidurnya dengan rasa kesal.
Keira merasa beruntung dan bersyukur memiliki suami. Meski baginya pria tersebut jauh dari kata pantas dan sebutan sebagai orang baik, tapi setidaknya kini ada yang sudah bertanggung jawab dengan hidupnya.
Boss mau sarapan di mana? Di luar apa di sini?" tanya Keira sambil merapikan tempat tidurnya.
"Di luar dong, aku kan mau pamer sama semua karyawan hotel kalau punya istri cantik seperti kamu, Keira," ujarnya sambil merebahkan tubuhnya di pojokan.
"Aku masih bos kamu 'kan?" tanyanya sambil mengerling nakal.
"Iya dong, 'kan biar bayarannya dobel. Aku sudah bilang mau kembalikan pinjaman uang apartemen." Keira mengerucutkan bibirnya sambil berkata.
"Maka layani aku sebagai seorang bos dan juga suami!" pinta Revan, sulit diartikan setiap kalimat yang diucapkannya.
Keira mematung sejenak, kemudian ia berjingkat lalu berlari menghampiri Revan dan menyeretnya ke kamar mandi.
Revan hanya menurut, meski akhirnya ia melontarkan pertanyaan, "Apa kamu mau membantuku mandi?"
Keira menggetarkan langkahnya tepat di depan kamar mandi.
"Baiklah,"balasnya singkat.
Dengan cekatan ia membuka setiap kancing kemeja yang masih melekat di tubuh suaminya. Bahkan saking seriusnya, ia tidak menyadari jika sang suami sedang menatapnya tanpa kedip.
"Terimakasih," ucap Revan lirih.
Namun, Keira mengehentikan pergerakannya. Kemudian berbalik dan berjalan menjauh meninggalkan Revan yang masih mematung.
"Aku tunggu di luar. Aku sudah menunaikan tugasku sebagai seorang istri sekaligus bawahan," teriaknya dengan suara yang semakin menghilang.
Revan hanya menatap punggung wanita itu hingga ia menghilang dari pandangannya.
**
08.00 WIB — Resort Raihan
"Halo Keira , gimana nih malam pertama kalian? Tidurnya nyenyak semalam? Atau Revan terlalu nakal hingga gak ada waktu untuk tidur?" sapa Maggie yang diselingi dengan rentetan pertanyaan mengintimidasi.
"Baik, Tan. Sedikit kurang nyenyak sih. Ah enggak kok," jawab Keira gamang dan susah diterka.
Revan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia kesal di goda pagi-pagi begitu oleh mamanya. Padahal Sud jelas ia menceritakan kalau tidak ada malam pertama.
Bagaimana mungkin Revan memaksa. Meski sebenarnya gairahnya liar tak tertahankan. Tapi sudah pasti gadis itu akan menolaknya.
Merasa canggung Keira berjalan menuju sebuah meja besar, tempat makanan dihidangkan dengan prasmanan. Seorang wanita cantik terlihat mendekati pria yang dipanggilnya suami.
Wajah wanita itu tampak tak asing baginya. Keira berupaya mengingat-ingat bersusah payah.
DEBRA
Tidak mau direndahkan Keira ancang-ancang mengambil sikap. Di saat pertemuan pertama ia sudah mengenal wanita itu beserta karakternya.
Pikiran Keira berkecamuk, seolah tak percaya dengan yang dilihatnya. Dadanya gemuruh memendam amarah melihat wanita yang pernah dikencani suaminya meski hanya semalam itu nekad menemui di tengah-tengah keluarga.
Entah obrolan apa yang sedang mereka bahas. Terlihat Raihan menatap tajam dengan tatapan tidak suka. Sedangkan Maggie terlihat memperhatikan dari ujung kaki hingga ujung rambut wanita itu.
Nekad sekali wanita itu. Sudah ditolak dan dihina berkali-kali oleh Revan masih juga bersih keras menemuinya.
Keira tak punya upaya dan daya. Perasaan gundah mulai ia rasakan tanpa sebab. Mungkin sebenarnya sudah mengisyaratkan firasat. Mengapa Revan berbincang dengan seseorang pagi tadi.
Langkahnya terasa berat. Tapi ia tetap memantapkan langkah mendekat. Menghampiri suaminya sambil membawakan nampan berisi makanan.
Debra duduk menyilang di tengah keluarga Revan. Ia mengeluarkan sebungkus rokok dari tasnya. Kemudian menyulutnya sebatang.
Di hadapan keluarga Raihan , ia menyemburkan asap yang seketika mengepul. Aromanya yang khas tak kusuka. Tatapannya tajam mengiris ke arah Keira .
"Kamu ini istri atau pelayan?" Debra mencemooh sambil terus menghisap rokok di sela-sela jemarinya.
"Tentu saja aku adalah istrinya. Meski pernikahan ini dilaksanakan diam-diam, tapi dia adalah milikku," tegas Keira mencoba membalas menyerang.
Debra terkekeh, ia menyalakan kamera sambil merekam video. Menyulutkan emosi Revan yang semakin memuncak.
Kemudian ia mengambil gambar Keira sambil berkata, "Halo semua … perkenalkan, wanita yang berpura-pura baik tapi sebenarnya penghibur! Bagaimana tidak? Dari asisten pribadi berubah status menjadi istri, kita ucapkan selamat dulu dong ya. Eh … mungkin saja statusnya sudah berubah jadi pembokat, secara dia membawa nampan."
Seketika Maggie merampasnya kamera di genggamannya. Wanita paruh baya itu gusar, kemudian mengotak-atik alat elektronik tersebut, kemudian melemparkannya ke lantai hingga hancur berkeping-keping.
"Keira menantu kami, tidak seorangpun kami biarkan jika menyakitinya! Menyakitinya, berarti menyakiti keluarga kami! Dan kami tidak akan diam, ingat itu!" ancam Maggie, sambil menyeret Debra menjauh dari keluarganya.
Keira masih diam mematung, kemudian melangkah perlahan meletakkan nampan di atas meja yang sengaja dipih Revan untuk sarapan berdua pagi itu.
Mengetahui Revan hanya diam saja, tidak ada tindakan sama sekali Keira amat kesal.
Seperti hari-hari biasanya, tugasnya memang menyiapkan sarapan pagi untuk Revan sebelum mengawali pekerjaan.
Tatapan Keira beradu dengan pak Raihan yang kini juga menatapnya begitu lekat. Pandangannya matanya berubah teduh seakan kasihan.
"Pagi Om, mau saya ambilkan sarapan?" sapa Keira sekaligus berusaha membaur.
"Umm … nungguin mama Maggie saja Keira," ujarnya seperti tak tega meminta pertolongan Keira.
"Om sukanya apa?" tanyanya lagi. Benar-benar membuat Raihan tak enak hati telah memaksanya menikah dengan putra semata wayangnya yang tak kunjung menikah itu.
"Bubur ayam juga boleh deh kalau mau ambilin. Keira ya mulai sekarang panggil Papa ya, selain papa Revan aku juga sudah jadi papa kamu," ujar Raihan kemudian mendekatkan diri dan memeluk Keira.
Gadis itu hanya mengangguk, meski sebenarnya ia sedang menahan tangis yang dari tadi dibendungnya.
Bukan hanya menyiapkan makanan untuk Raihan, tapi ia justru memanfaatkan waktu untuk berlari menuju kamar mandi.
Ia menangis sepuasnya di sana. Ia begitu geram juga sakit hati pada Revan. Balasan harus ia terima. Rasa kagumnya terkalahkan oleh amarahnya.
Menit kemudian, ia keluar dari kamar mandi. Keira terkejut menemukan Revan telah berdiri di hadapan pintu. Menunggunya sejak awal dia pergi ke kamar mandi.
Tanpa kata pemuda tampan itu tiba-tiba meraih dan memeluk erat tubuh Keira yang masih mematung.
Mungkinkah suaminya kembali menjalin hubungan dengan Debra? Apa yang membuat gadis itu terus datang dan datang lagi seperti meneror Revan.
Ah Revan tidak peduli. Bahkan ia juga bersikap cuek meski jadi perbincangan di hotel milik ayahnya sendiri.
Meski kesal tapi Keira tidak memungkiri bahwa juga merasa senang dengan kungkungan tangan kekar yang terus melingkar di pinggangnya. Keduanya mengundang perhatian sekeling.
"Maaf," ucap Revan tegas meski tak terkesan lugas.
Di depan seluruh tamu yang menginap di hotel itu, pria itu nekad menunjukkan rasa cintanya untuk Keira.
"Apa kamu masih ragu denganku, Keira ? tanya Revan dengan wajah memelas.
Keira hanya membalasnya dengan anggukan kecil di kepalanya.
Ya. Revan kini telah jatuh cinta kepada Keira , gadis belia yang usianya terpaut jauh dengannya.
— To Be Continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments