Bandung , Indonesia
Sore hari. Senja bahkan telah menampakkan sinarnya. Siapa yang tak menyukai senja. Kadang pancaran kilaunya yang berwarna orange keemasan bergradasi dengan ungu violet yang unik.
Namun, indahnya tetap saja memudar. Digantikan pekatnya malam yang menjadikannya gulita.
Keira duduk dengan rasa tak nyaman, terlihat cukup tegang sepanjang perjalanan. Tergambar jelas ketika ia terus meremas ujung kain yang dikenakannya. Sesekali netranya memerhatikan Revan yang sepatah katapun tidak mengeluarkan suara ketika sedang mengemudi.
Silih berganti hari hampir berganti malam. Membuat Revan mengarahkan mobilnya di sebuah minimarket sebagai persinggahan.
"Kenapa berhenti di sini, Pak? Bukankah kita akan ke apartement milik Bapak?"
Keira melotot menatap bingung ke arah Revan yang langsung mematikan mesin mobilnya. Seakan cemas Revan akan melakukan hal-hal diluar dugaan.
Revan hanya mengesah memilih diam sambil membuka pintu mobilnya. Menit kemudian, kepalanya kembali menyembul di samping jendela kaca mobil. Tepat di sebelah Keira sedang duduk.
"Kamu tidak mau ikut?" Revan merubah raut wajahnya agar tidak terlihat menyeramkan dengan sedikit tersenyum.
"Tidak, Pak. Aku sedang ketakutan," ucap Keira sedikit acuh.
"Takut kenapa?" Revan masih membungkuk sambil menatap Keira dengan serius.
"Bagaimana jika nanti ada yang tahu kita sedang bersama lalu jadi bahan gosip?"
"Ckckck, kamu masih memikirkan omongan orang. Saya nikahi kamu biar mereka berhenti membual!" cibir Revan yang kembali menoleh pada Keira yang masih diam termangu.
"Keira!" teriak Revan, membuat Keira tersadar lalu segera keluar dari mobil dan mengikuti ke manapun Revan pergi.
Revan membeli beberapa bahan makanan instan dan beberapa keperluan sehari-hari, seperti sabun, shampoo, dan lainnya.
Namun yang membuat mata Keira terus mengekor pada barang belanjaan Revan adalah, pria tersebut membeli hampir semua kebutuhan wanita. Bahkan Keira melihat pembalut wanita yang juga Revan masukkan ke dalam keranjang belanja.
Ingin sekali ia bertanya tetapi seakan lidahnya kelu dan kaku di hadapan banyak orang. Keira hanya diam mengikuti langkah Revan yang sedang mengantre di kasir.
"Istrinya cantik banget, Om. Mungil kayak Barbie," puji kasir minimarket.
Revan hanya membalas senyuman, sementara netranya mengedar ke sekeliling dan ternyata beberapa pria yang juga ikut mengantre mengamati tubuh Keira. Revan segera menarik pinggul Keira, bahkan tanpa meminta ijin pada gadis itu terlebih dahulu.
"Apa-apaan ini, Pak! Lepaskan, atau aku teriak!" desis Keira berdecak kesal.
Keira merasa risih dengan perlakuan Revan. Jemarinya terus saja berusaha melepaskan pelukan Revan yang semakin erat saja menempelkan tubuhnya hingga tak berjarak dengannya.
"Jika kamu berani mempermalukan aku di depan umum, kamu akan menerima hukumannya, Keira!" desis Revan, setengah mengancam.
Berhasil.
Keira menurunkan tangannya, menghentikan pergerakan yang semula berontak dan sedikit meronta.
Napas Revan terasa menghangat menerpa pipi Keira, dan harum parfumnya yang mahal menguar di hidung siapapun yang di dekatnya.
'Wangi sih, tapi gak gini juga! Suka maksa-maksa orang, ngeselin!' Batin Keira menggerutu.
Setelah selesai berbelanja, Revan menggenggam erat tangan Keira dan berjalan cepat melintasi beberapa orang. Bahkan ketika ada ibu-ibu hampir menyenggol tubuh ramping Keira, ia segera sigap memberikan pelukan perlindungan.
'Aduuuuh … si Bapak boss bisa copot nih jantungku'. Batin Keira, yang lagi-lagi ingin protes meski hatinya sebenarnya penuh harap bisa memiliki pasangan seperti Revan.
Semua mata memperhatikan keduanya. Bagaimana tidak, Revan saat ini mengenakan jas mahalnya lengkap dengan kacamata hitam, meski raut wajahnya dingin dan datar, tapi wajah tampannya mampu memukau setiap mata yang menatap.
"Aduuh … ganteng banget, beruntung banget ya istrinya," celetuk seorang ibu hamil yang kebetulan berpapasan dengan Revan dan Keira.
"Kamu dengar Keira?! Seharusnya kamu bersyukur saya gandeng begini, tidak usah sok jual mahal," protes Revan saat berjalan menuju mobil.
Keira hanya diam bergegas masuk mobil ada duduk di samping kemudi.
**
Mobil melesat kencang menuju sebuah apartement mewah di kawasan Kuta, Bandung .
Mata Keira berhasil membulat sempurna ketika melihat sekeliling apartement.
"Mewah banget, pasti mahal sewanya," celetuk Keira dengan suara lirih. Namun, ternyata Revan mendengar ocehan gadis belia di sampingnya.
"Kesambet hantu gedung ini tahu rasa, ngomong sendirian," sambar Revan asal dan mengejutkan Keira.
"Duuuh Bapak, hantunya tuh Pak Revan. Tiba-tiba nongol bikin kaget saya!" Keira melotot.
Revan tergelak, menit kemudian Revan mengajak Keira ke dalam satu unit mewah. Di sana sudah lengkap dengan perabotnya.
Mata Keira terus mengedar memperhatikan sekeliling tempat itu.
"Aku harus nyicil bayar seumur hidup deh Pak, kalau mau tinggal di sini," ucap Keira yang disambut senyuman tipis oleh Revan.
"Enggak juga, si Wina juga aku bagi gratis tuh unit di sini. Dan beberapa karyawan lainnya juga." Revan memasuki ruangan sambil berjalan menuju dapur.
Keira segera mengikutinya dengan langkah seribu.
"Apa!" Mata Keira kembali membulat.
"Biasa aja, kamu 'kan tahu bisnis yang saya jalankan memang dibidang properti." Revan menukas sembari menata bahan makanan di dalam kulkas.
"Pak," panggil Keira ragu-ragu.
"Ya." Revan menjawabnya dengan irit, disela-sela kesibukannya menata barang-barang.
"Apakah kita akan tinggal bersama?"
Revan menghentikan pergerakan sesaat. Lalu mendekati Keira. Ia berusaha mengikis jarak wajahnya. Hingga pipi Keira yang putih mulus meremang menahan rasa malu.
Jantung Revan kembali berdebar setiap kali ia berdekatan dengan Keira. Matanya menatap tanpa kedip menerka ekspresi Keira yang semakin salah tingkah dibuatnya.
Bagaimana tidak. Revan begitu tampan dan memiliki segalanya. Tentu dua adalah idaman wanita. Tak terkecuali gadis ingusan bernama Keira yang berdiri tepat dihadapannya.
Namun, Revan adalah pria yang berpegang janji. Janjinya adalah untuk menjaga dengan baik titipan sahabatnya, seorang Alan. Sahabat yang sejak kecil selalu bersama. Bahkan saat kondisi Revan jatuh, karena keluarganya yang broken home. Alan selalu ada untuknya.
Menjaga Keira, dan memberikan yang terbaik. Adalah salah satu bentuk hutang budi bagi seorang Revan Halim.
Keduanya masih saling bertukar pandang. Bahkan keduanya bisa merasakan napas lawannya masing-masing.
"Ah … sial, kamu cantik sekali Keira. Aku memang iseng asal nyeletuk. Tapi bukan berarti aku harus jatuh hati sama gadis ingusan seperti kamu! Apa kata Alan nanti kalau aku kepergok suka sama adiknya," lirih batin Revan merutuki dirinya.
"Bagaimana menurutmu?" Revan sengaja memancing Keira.
"Sebaiknya jangan Pak, banyak karyawan yang tinggal di sini! Bisa mati jadi bahan bully saya!" sergah Keira dengan wajahnya yang berubah menegang.
"Kamu bukan selera saya, sayangnya!" Revan mendorong perlahan tubuh Keira agar menjauh darinya.
Malu.
Hal itu yang dirasakan Keira karena kesalah pahaman yang dibuatnya.
"Oh, kalian di sini rupanya! Jadi ini yang kamu lakukan di belakang saya? Mendekati adikku diam-diam?"
Suara bariton terdengar familiar itu sontak membuat Revandan Keira terkejut dan menatapnya dengan bersamaan.
"Alan!" Revan terkejut melihat Alan sudah berdiri di sampingnya.
Sementara Keira hanya diam mematung dengan mulut ternganga melihat kedatangan kakaknya yang tiba-tiba muncul tak terduga di sebuah unit pribadi milik Revan Halim.
— To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments