Saat Keira kembali dari kamar mandi, ia terkejut dengan keberadaan pria paruh baya yang meski memiliki banyak keriput di wajahnya masih terlihat tampan.
Ya. Pria tegap berwajah tampan bergaris tegas yang berdarah campuran Indo-Belanda itu membuat Keira tercekat. Seketika ia menundukkan kepalanya.
"Keira , kemari" panggil Revan .
Pria tersebut segera mendekat, lalu menarik pinggul Keira seolah sengaja. Hingga tubuh rampingnya merapat sambil menyunggingkan senyum manis meski sebenarnya semua itu dilakukannya dengan terpaksa.
'Duh ... apa-apaan sih Pak Boss. Mau bikin drama apa lagi di depan Om Hardian'. Batin Keira merasa kesal dengan sikap mengejutkan yang sengaja Revan tunjukkan.
"Oh Keira ternyata, adik dari pengusaha berbakat Alan. Turut berdukacita atas meninggalnya kedua orang tua kalian," ucap Raihan Halim.
"Ya, Om. Terimakasih banyak."
"Jadi kalian sudah kenal dan sudah pernah bertemu?" tanya Revan menyelidik.
"Ya kami bahkan pernah bertemu beberapakali," tegas Raihan Halim sambil meneguk minuman santai sambil duduk menyilangkan kakinya di sofa yang terletak di sudut ruangan.
"Lantas gimana Pa? Papa setuju?" tawar Revan dengan raut gelisah.
Hardian tersenyum sedikit getir, "Keira ... kalian harus menikah malam ini juga. Jika tidak mau melakukannya karena Revan terkenal seorang pria yang buruk, maka lakukan demi Om, ya."
Tatapan mata Hardian yang sejak dulu teduh ketika menatap Keira , seolah jadi benci karena merasa harga dirinya dipermalukan. Gadis itu meradang.
"Apa alasannya yang membuat, harus. Om?" tanya Keira sambil terisak dituduh berbuat mesum dengan bosnya sendiri.
"Reputasi hotel ini akan hancur yang mana itu mempertaruhkan nama baik Om sebagai orang tua Revan . Kalian kepergok bermesraan di sini," terang Hardian.
Hardian adalah ayah kandung Revan Geraldo. Selain pengusaha sukses kawakan. I juga merupakan teman baik almarhum kedua orang tua Keira Anindita.
Deg!
Keira menundukkan kepalanya, ia bingung sekaligus tak enak hati. Meski membenci Alan sebab merasa terkhianati. Tapi ia juga memerlukan restunya juga 'kan?
Hal itu membuat Keira ingin segera menghubungi Alantentang apa yang sedang terjadi. Tetapi di sisi lainnya, bukankah ia sedang marahan dengan kakaknya? Bingung tentunya dalam situasi seperti ini.
"Pak Revan , Om Hardian. Mohon maaf, pernikahan ini tidak akan terjadi tanpa adanya ijin dari Kak Alan," ujarnya dengan raut cemas.
"Tidak perlu risaukan itu, yang terpenting sekarang lekas ganti baju kamu dengan kebaya yang disiapkan Ajeng. Kemudian lekas bersiap. Sebab perias akan kemari setelah ini. Selain itu penghulu juga segera tiba." Revan kembali menyerahkan paper bag, yang mengharuskan Keira menggapainya. Meskipun sebenarnya ia lelah.
Dengan langkah lunglai, Keira kembali berganti pakaian. Setelah itu ia hanya diam, berpasrah diri duduk sambil dirias.
Keira tertegun, bukan dengan ajakan Revan untuk menikah. Tetapi atas sikap Raihan Halim yang juga memaksanya. Gadis itu kesal dipaksa seperti itu. Terlebih pada bos-nya sendiri. Ia merasa dijebak, bukan ditolong.
Hal yang membuat Keira membeku adalah bukan bagaimana cara Revan mengajaknya menikah. Tapi bagaimana cara mendapatkannya.
Hatinya hancur, bagaimana bisa. Orang yang dihargai seperti ayahnya sendiri pun mementingkan harga diri dan mengorbankan putra-putrinya sendiri dan dipaksa menikah.
Takut aib, katanya. Ucapan Raihan Halim kembali berdengung di telinga Keira . Ia rasanya histeris setiap kali mendengar kalimat itu. Melihat raut wajah asistennya berubah sendu, Revan menyeret kursi dan memilih duduk disampingnya menemani.
Ia tak ingin gadis itu merasa sendiri. Sesekali mata mereka bertemu. Memaksa ini ternyata tak enak. Hati pemuda itu yang tadinya menggebu melakukan segala cara agar keinginannya terwujud, melihat raut muka gadisnya seolah juga merasakan kesedihan itu.
Meski begitu, pantang bagi Revan menarik ucapannya sendiri dan juga sang ayah. Meski hal ini membuatnya resah, tapi jalan ini harus ia tempuh demi bisnis sang ayah.
Nama Playboy yang melekat dalam dirinya, ternyata justru menyeret asisten pribadinya terjebak pernikahan.
Waktu berlalu cepat, setelah satu jam setengah terlewati. Tiba giliran Revan berganti pakaian. Ia mengenakan setelan jas mahal yang serba mewah.
Tatapannya tak berhenti menatap wajah cantik Keira yang anggun mengenakan balutan kebaya modern berwarna putih dengan bagian belakang berbentuk ekor panjang menjuntai ke lantai.
"Sudah waktunya!" suara bariton khas yang tak asing ditelinga Keira .
Matanya terbelalak menemukan sang kakak bersama Maggie berdiri diambang pintu telah menunggunya.
Pernikahan macam apa ini? Dilangsungkan saat jam dinding menunjukkan waktu pukul 22.00 WIB. Semuanya serba tak lazim bagi Keira . Ia mencium kelicikan Alandidalamnya.
Mungkinkah aku dikorbankan demi bisnis? Aku tidak menduga Tante Maggie yang baik juga ikut serta pernikahan ini, dan tidak mengerti posisiku. Sedikitpun tidak. Aku kecewa. Begitu jeritan hati seorang Keira Anindita saat menemukan semua orang yang dicintainya bersama-sama menjerumuskannya dalam pernikahan.
Keira berdiri berjalan perlahan dituntun Maggie dan Adit. Gadis itu meneteskan bulir bening di pipinya. Ia bahkan tidak sedikitpun menatap sang kakak. Benci, kecewa, luka, hanya itu yang ia rasakan saat ini.
**
Keira berada di sebuah aula yang disulap menjadi taman kecil yang dihiasi lampu-lampu menyala indah. Hiasan bunga serba putih yang mewah, kursi tamu yang dibalut kain diikat pita. Begitu indah dan megah.
Tidak mungkin jika semuanya didekorasi dalam waktu singkat. Keira meyakini bahwa dirinya dijebak. Ia menyesal berenang malam-malam. Jika saja ia tidak cemburu dengan kebersamaan bosnya dan sekretaris ayah si bos, ini tidak akan pernah terjadi.
Ia duduk diantara tamu-tamu yang hadir. Tak banyak, hanya beberapa teman dekat Revan dan juga keluarga.
Alan menjadi wali mewakili orang tua yang telah tiada. Membuat air mata gadis itu semakin merebak. Bukankah seharusnya ini adalah hari yang paling membahagiakan? Tapi faktanya justru menyedihkan.
Revan melihat sendiri, jika Keira tak suka dengan pernikahan yang membuatnya dipaksa. Iris matanya menatap tajam. Ia kesal merasa dipermalukan.
"Keira , hapus air matamu," pinta Revan usai pernikahan berlangsung.
Gadis itu hanya sesekali mengusap pipinya, lalu berlari menuju kamar Revan . Langkah kakinya terhenti. Melihat setiap sudut kamar disulap menjadi kamar bernuansa romantis.
Taburan kelopak mawar merah di atas ranjang dan juga sekeliling lantai. Haduk kecil yang digulung berbentuk dua angsa yang memadu kasih dan diletakkan di ranjang sebagai pelengkap. Aroma bunga-bunga yang menguar menusuk hidung saat memasuki ruangan.
Astaga! Semua membuat gadis itu menggila dan histeris. Pernikahan ini seolah memang sudah terencana. Ia mengakui keprofesionalan seluruh karyawan Revan . Lihatlah hanya dengan waktu singkat saja kamar disulap indah.
Tiba-tiba, suara langkah kaki berdentum berjalan mendekat, diikuti suara langkah lainnya menyusul ke sana. Ya. Seluruh keluarganya kini ikut menghampiri Keira .
Gadis itu berlari memasuki kamar dan duduk disisi ranjang sambil menangis. Sementara itu, di ambang pintu Alan dan Hardian berjabat tangan.
"Hutang saya sudah lunas 'kan Om? Saya titip adik saya, perlakukan dia dengan baik." Mendengar ucapan Alan pada Hardian, tangis gadis itu semakin menjadi.
Sementara Revan , hanya bisa pasrah. Ia yang memang raja tega memilih diam. Ia bahkan menjabat tangan Alan yang memberinya ucapan selamat.
Alan menghampiri Keira dengan langkah lunglai. Ia seakan lemas tak punya tenaga. Keira bangkit dan memeluk Alan. Memukul-mukul kecil dada bidangnya berkali-kali.
"Maafkan Kakak, yang menyeret kamu dalam masalah yang seharusnya menjadi tanggung jawabku. Semoga kamu bahagia, jangan membenciku. Ini juga demi kebaikan kamu," ucap Alankemudian mencium kening adiknya dengan rentang waktu lumayan lama.
Waktu seolah berlalu cepat. Jam dinding menunjukkan pukul sebelas malam lewat. Membuat Alan mempercepat prosesi ucapan dan berpamitan. Bergantian dengan Adit, Maggie pun melakukan hal serupa.
"Maafkan Tante Maggie, ya Keira ! Semoga harimu menyenangkan," ucapnya lirih. Mencium kening seorang gadis yang kini berubah status menjadi menantunya kemudian pergi.
Sementara saat giliran Hardian mengucapkan selamat, Keira justru berhambur memeluk pria paruh baya yang telah dianggapnya ayah ibu.
"Kenapa Om Hardian tega sekali?" tanya Keira mendahuluinya.
Hardian hanya diam. Tak ada yang bisa dia lakukan kecuali melempar tatapan matanya yang teduh. Wajahnya yang semula selalu terlihat ramah kini berubah sendu.
"Maafkan Om, perjanjian ini telah lama dibuat," ucapnya kemudian melepaskan pelukan Keira dan pergi.
Setelah semua sepi, Revan bergegas menutup kamar dan menguncinya. Keira beringsut dan bersandar di pojok ranjang juga bersandar.
"Bersihkan diri, dan ganti baju sesuai pilihan mana. Tuh, di atas meja rias!" perintah Revan , dengan nada dingin yang diabaikan Keira.
— To Be Continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments