Keira tak bergerak sedikitpun. Membuat Revan tak tega membangunkannya. Di tatapnya lekat-lekat wajah polos yang sedang terbaring di ranjangnya.
Wajahnya bagaikan bidadari kecil.
Namun, ketika bangun sangat menyebalkan. Sikapnya manja, bawel, dan juga berani menentang.
“Kamu nyebelin, Keira ! Kenapa juga aku terlalu perduli padamu? Kamu cantik, tapi usiamu terlalu muda untuk kujadikan istri.” Revan menyempatkan diri mengelus wajah Keira .
“Keira, ayo bangun! Tidakkah kamu lapar? Perutku juga keroncongan.” Revan mengguncangkan tubuh Keira yang masih belum juga menunjukkan pergerakan.
Karena hari semakin larut, Revan memilih pergi meninggalkan Keira dan menguncinya dari luar.
**
Satu jam berlalu, Keira terbangun menahan kejut dengan rasa bercampur cemas di ruangan yang asing baginya.
Keira membelalakkan matanya mengamati sekeliling. “Bukankah ini apartemen milik Pak Boss?”
Ia mencoba mengatur napasnya yang semakin tak berirama. Suara langkah kaki membuatnya terperanjat dan tangannya segera meraih menutupi tubuhnya dengan selimut tebal berumbai bernuansa serba biru.
Sorot mata Keira tidak sedikitpun melepaskan tatapan matanya dari kenop pintu yang terlihat diputar dari luar. Di saat yang sama, jantungnya semakin bergemuruh.
“Kau sudah bangun rupanya!” seru Revan yang kemudian menutup kembali pintu kamarnya.
Keira tertunduk malu. Pikirannya kembali teringat saat terakhir ia berdiri di ambang pintu. Seketika pipinya merona memikirkan hal itu.
Revan yang bertubuh tinggi kekar, lengkap dengan perut sixpacknya berdiri dengan hanya mengenakan handuk minim terlilit di pinggangnya diingatan terkahir Keira .
“Ah … kenapa pikiranku kembali mengingatnya?” Keira bergumam lirih.
Revan tersenyum sambil meletakkan paper bag dan juga beberapa kantung plastik yang dari aromanya yang menggunggah selera.
Bau khas makanan menguar ke seluruh ruangan. Siapapun yang menghirup pasti memikirkan lapar.
“Apa yang terjadi padaku? Bapak tidak—“
Keira memilih tidak melanjutkan kalimatnya melihat dua alis Revan terlihat saling bertautan menatapnya.
“Katakan dengan jelas!” cibir Revan, kesal.
Kemudian ia memilih masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Keira yang masih duduk di ranjang Revan.
Hanya berselang lima menit saja Revan sudah kembali dengan memakai baju santai miliknya.
“Keira , turun dari ranjang empuk ku! Bawa makanan yang baru saja ku beli. Silahkan kembali ke unit milik kamu, saya mau beristirahat!” pekiknya tak punya hati.
Keira segera bangkit, tersenyum kecut. Matanya memperhatikan sepatu runcingnya yang masih melekat di kakinya.
Diperiksanya tidak ada bagian pakaian yang ditemukan koyak. Semua pakaian yang membalut tubuhnya nampak utuh tanpa cacat sedikitpun.
Revan menghela napas, wajahnya terlihat kesal memperhatikan Keira yang kebingungan memeriksa setiap bagian tubuh polosnya.
“Apa yang kamu lakukan!” bentak Revan, jengah dengan sikap Gadis lugu di hadapannya.
Keira hanya diam sambil tertunduk. Cepat-cepat ia berjalan menuju meja minimalis modern yang berada di sudut ruangan. Tangan lentiknya segera meraih kantung plastik berisi makanan, kemudian berpamitan meninggalkan apartemen milik Revan, yang letaknya hampir bersebrangan dengan unit yang disediakan Revan untuknya.
**
Pagi hari, Keira sudah dikejutkan dengan suara bel pintu yang berbunyi tanpa jeda. Menandakan tamu yang datang tak sabar menunggu di depan pintu.
“Loh … Bapak?” Mata Keira terbelalak menemukan Revan telah berdiri dengan setelan jas mahalnya.
“Ini jam berapa Keira ? Baru bangun? Ayo berangkat! Jangan lelet,” ajak Revan yang langsung mencengkeram erat lengan Keira .
Revan menyeretnya agar meninggalkan apartemen pemberiannya. Keira gelagapan dan juga malu mengingat ia belum mandi dan juga masih mengenakan pakaian tidur.
Dengan sekuat tenaga, Keira berusaha menahan langkahnya terhenti. Meski ia kalah kuat dengan tenaga Revan.
“Pak Boss, ampun … saya belum mandi! Kasih sedikit waktu dong Pak,” gerutu Keira memohon.
“Apartemen yang saya kasih ke kamu, itu tidak gratis! Kalau kamu gak sanggup bayar harus mau jadi simpanan, atau bahkan istri sah saya!” Revan terus saja menyeret tubuh mungil Keira yang tertahan.
“Oke, Pak! Tolong jangan bersikap menyebalkan. Saya ‘kan masih baru. Butuh penyesuaian diri,” ucap Keira berkilah.
Revan terus melangkah tidak peduli. Beberapa penghuni lainnya mengamati sikap Revan yang terkesan berlebihan.
“Bapak tidak malu! Saya masih pakai baju tidur begini?”
“Urusan kamu!”
Revan menghempaskan tubuh Keira di dalam mobilnya. Gadis itu mengerang kesakitan.
“Pak, kalau saya dianggap tidak mampu untuk pekerjaan ini. Pecat saja saya,” ucap Keira mengiba.
Revan terdiam sejenak. Kemudian menyalakan mesin mobilnya, dan melesat menuju kantor miliknya.
**
Pagi hari,
Pukul 05.30
Suasana kantor masih sepi. Belum ada seorangpun yang datang, kecuali satpam perusahaan yang berjaga di sana dan juga pelayanan restoran juga hotel yang sibuk bersiap menjamu tamu.
Keira berjalan dengan kepala tertunduk saat melewati para tamu hotel dan juga pramu saji restoran milik Revan.
Revan menghela napas panjang, mengajak Keira menuju kamar pribadinya di hotel yang baru saja ia launching.
“Lekas mandi, saya sudah siapkan baju di paper bag itu!” tukas Revan, sambil jarinya menunjuk ke arah paper bag yang sengaja disiapkan Revan di atas meja.
Dengan langkah kecil, Keira segera menuju kamar mandi hotel tanpa berpikir panjang.
Tak lama kemudian, Keira telah berdiri di hadapan Revan yang sibuk mengecek pekerjaannya menatap layar laptopnya.
“Pak, sudah,” ucap Keira lirih.
Ia bagai kehilangan kepercayaan diri kali ini. Mengetahui sikap Revan yang terkenal kejam.
Lalu Revan mengalihkan perhatiannya, menatap dengan seksama penampilan Keira yang nyaris sempurna, menipu umurnya yang masih terbilang muda.
Revan tercengang menatap wajah cantiknya. Seulas senyuman kecil mengembang di bibirnya tanpa ia sadari.
“Bawa berkas penawaran di atas meja. Aku mau bertemu klien. Temani aku. Siapkan semua yang dibutuhkan!” perintah Revan.
Tentu saja Keira wajib menurut, ia kalah telak dengan materi yang dimiliki pria sombong itu.
“Ya, Pak Boss,” jawab Keira .
Aku harus cari pekerjaan lain jika ingin resign. Sebab aku sudah tidak memiliki tempat bersandar lagi. Kak Alan saja tega menyuruhku banting tulang sendiri.
Keira memungut tumpukan berkas dengan tatapan kosong. Pikirannya menerawang memikirkan masa depannya yang seolah tak memiliki celah bahagia.
“Keira !” panggil Revan. Suara bariton khas berat membuyarkan lamunannya. Keira terperanjat bergegas mengikuti ke manapun langkah Revan pergi sambil menenteng tas dan juga menggendong tumpukan berkas.
Langkah kaki Revan tertuju pada meja VVIP, seorang pria tampan yang mengenakan setelan jas mahal dengan beberapa karyawan telah duduk menunggu dan juga bodyguard sewaan yang bersiaga tepat di belakangnya.
Dari penampilannya, terlihat jelas jika klien Revan kali ini bukan orang sembarangan. Itu sebabnya ia tidak mau terjadi kesalahan saat mempresentasikan hotel and resort barunya.
“Permisi, saya Revan Halim … pemilik Permata Beach Hotel and Resort,” sapa Revan dengan raut sumringah, berbeda dari biasanya sembari menjabat tangan lawan bicaranya.
“Oh, saya sudah menunggu. Anda terlambat dua menit,” tukas pria yang kerap di sapa Bramantyo Baskara.
Revan sebelumnya tidak pernah melakukan kesalahan. Meskipun kesalahan ini tidak fatal tetapi cukup membuatnya menahan marah karena malu. Jangan lupa, jika Revan adalah pria perfeksionis yang gila kerja.
Memiliki personal asisten baru yang sama sekali tidak mengerti rutinitasnya seakan menyiksa. Jika saja Alan bukan teman baiknya, tentu Revan tidak akan mengambil resiko.
Bagaimana tidak, ia lupa memberi tahu Keira jika ada meeting penting. Hingga harus menunggu gadis itu mandi berlama-lama dan berujung membuatnya malu.
Revan menoleh ke arah Keira yang menunduk sebab menyadari kesalahannya. Entah apa yang akan terjadi setelah meeting berakhir pada gadis itu.
—To Be Continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments