Keira Maheswari tidak menyangka jika rekomendasi dari kakaknya akan menjadikan seorang personal asisten dari pria yang begitu implusif seperti Revan.
Selain egois, ia juga terkenal perfeksionis. Dua tahun lebih ia sering gonta-ganti asisten pribadi, hanya karena bekerja tidak sesuai keinginannya. Hal itu membuat Keira takut jika dirinya juga mengalami nasib yang sama seperti lainnya. Dengan kata lain, dipecat.
Sementara itu Keira sangat butuh pekerjaan tersebut, mengingat kini ia harus hidup mandiri menghidupi dirinya sendiri.
“Nancy, setiap hari kita akan makan di restoran ini! Jam makan siang harus tepat, tidak boleh kurang atau pun lebih. Jadi jangan sekali-kali kamu terlambat, ya! Ayo duduk,” celoteh Revan mengingatkan tugas gadis itu sembari menggeser kan kursi untuknya.
Keira mengangguk sambil melirik jam yang melingkar di lengannya dan mencatat waktu yang tertera di sebuah buku saku miliknya. “Ya, Pak. Saya akan berusaha semampu saya,” ucapnya sambil menatap sinis ke arah Revan.
“Heh … harus bisa, ini kewajiban. Gak boleh diusahain. Ngerti, kamu! Catat jamnya. Jam segini harus selalu ingatkan saya untuk makan siang.” Revan melambaikan tangan ke arah pelayanan restoran miliknya setelah berbicara dengan Keira.
“Oh ya, nanti pulangnya aku antar. Tidak boleh menolak,” imbunya dengan iris mata tajam. Keira hanya membalasnya dengan membuang napas kasar.
Sejak hari itu Keira Maheswari bagaikan hidup di neraka. Ia bahkan dipaksa menuruti perintah Revan dua puluh empat jam ketika dibutuhkan. Bayangkan, siapa yang betah bekerja dengan tekanan aturan yang berjibun seperti aturan Revan.
Tangan Keira bahkan gemetar saat menyendok sesuap makanan. Bukan karena takut, tapi tatapan iris Revan yang tajam membuatnya tak nyaman.
Aneh, bukannya Wina mengatakan Revan hanya ingin disiapkan makan. Bukan ditemani. Namun, ada yang tak biasa setelah Keira menjadi asistennya. Ia bahkan tidak membiarkan Keira makan siang tanpanya.
Menit kemudian, suara sepasang sepatu berdentum menyentuh lantai berjalan mendekat ke arahnya. Keira refleks menoleh menatap seorang wanita bertubuh aduhai, dengan balutan busana sedikit terbuka menghampiri Revan yang sedang asyik menyantap sajian makan siangnya.
Revan menatapnya dengan tatapan tidak suka. Kemudian membanting sepasang sendok garpu hingga menimbulkan suara berdenting ketika beradu dengan piring.
Keira yang terkejut menghentikan mengunyah. Matanya melotot, sementara pikirannya menerka-nerka.
“Kamu asisten barunya Revan?” tanya wanita seksi yang baru saja datang dengan nada meninggi. Membuat Revan geram melihat sikapnya.
“Iya, ada apa ya?” tanya Nancy, dengan kepala mendongak. Tidak menunjukkan rasa ketakutan sedikitpun dengan begitu polosnya.
Revan terkesan takjub. Ia tersenyum sumringah menyoroti wajah cantik Keira.
“Jangan besar kepala, Cuma karena kamu diajak makan siang di sini. Saya aja yang pernah tidur sama dia semalaman dicuekin!” cerocos wanita yang ternyata bernama Debra itu.
“Sudah, jika sudah selesai ngoceh pergi dari sini! Dan perlu kamu tahu, Keira asisten pribadi saya yang berbeda, dia sepesial,” desis Revan dingin. Menusuk telinga pendengarnya.
Debra tersenyum mengejek menatap Keira. “Cantik sih, tapi masih bocah ingusan. Spesial apa? Kecuali udah profesional di ranjang.”
Debra berbalik badan hendak melangkah pergi. Namun dengan gerakan cepat Revan berdiri dan menarik pergelangan tangan Debra dengan sekali sentakan.
“Kamu jangan macam-macam dengan calon istri saya!” seru Revan, dengan rahang mengeras yang menunjukkan pahatan tegas di wajahnya.
Debra terlonjak, matanya melotot. Ia tidak menyangka jika Revan akan semarah itu padanya. Sikap Revan pada Keira terlihat jelas berbeda. Revan tidak pernah peduli pada siapapun sebelumnya.
Marah saja ia terlihat begitu tampan. Entah apa yang berada di benak Keira Maheswari waktu itu. Ia segera bangkit dari tempat duduknya menghampiri Revan, ia meraih buku jemari Revan agar melepaskan genggamannya kepada Debra yang meringis kesakitan.
“Pak Revan. Lepaskan! Mari pergi dari sini, dengan Bapak meladeni wanita seperti dia hanya akan menurunkan harga diri Bapak,” ujar Nancy. Revan mematung mendengarnya.
Kedua bola mata Keira dan Revan kini saling beradu pandang. Keira kemudian menoleh menatap dingin ke arah Debra, tentu saja ini semua karena ia tidak suka direndahkan. Apa lagi di depan umum.
Mengejutkan. Keira memberanikan diri menggandeng lengan Revan sambil bergelayut manja meninggalkan tempat menuju ruang kerja Revan.
Tepat ketika keduanya sampai di depan pintu. Keira melepaskan diri, kemudian berbalik hendak menuju ke ruangan Wina.
“Mau kemana?”
Sial, sekali menyebalkan tetap menyebalkan! Sukanya bikin jantungan. Batin Keira sambil menghela napas.
Gadis itu memutar tubuhnya, dengan senyuman yang dipaksakan menoleh menatap Revan. “Saya harus kerja, ‘kan Pak?”
“Bossnya siapa?”
Duuuh nyebelin banget sosok Revan. Mentang-mentang berkuasa.
“Ya Bapak,” jawab Keira tanpa keraguan.
“Tadi kenapa berani sok manja di depan umum?” Revan mencondongkan wajahnya hingga jarak mereka terkikis sepersekian sentimeter.
Membuat jantung Keira serasa hampir saja mencelos dari tempatnya. Terlebih napas Revan terasa menghangat di pipi Nancy. Gadis yang belum pernah jatuh cinta itu mulai salah tingkah bahkan pipinya merona dibuatnya.
“Loh, ‘kan Bapak yang duluan ngomong saya calon istri di depan dia. Lagian ya Pak. Kalau ada masalah sama teman tidur Bapak selesaikan berdua, jangan seret saya,” ujar Keira berdecak kesal.
Revan geleng-geleng kepala. Ia tidak menyangka jika adik sahabatnya begitu berani padanya. Selama ini, belum pernah seorangpun berani memperlakukan Revan seperti itu. Apa lagi posisinya hanya sebatas asisten pribadi. Bisa-bisa dipecat hari itu juga oleh Revan.
Keira terus nerocos membuat Revan benar-benar jengah. Revan yang mulai meradang sebab Keira semakin meninggikan nada suaranya membuatnya terpaksa mengangkat tubuh gadis itu dan membawanya masuk ke ruangan kerjanya.
“Sssst … bisa diem gak sih!” desis Revan, dengan napas terengah-engah. Sementara sebelah jari telunjuknya menyentuh bibir ranum Keira Anindita. Membuat gadis itu tercenung menatap wajah tampan yang disuguhkan di hadapannya.
Oh Tuhan, bekukan saja waktu kali ini. Revan bahkan masih terlihat tampan meski dalam keadaan marah sekalipun.
Hening.
“Bapak sadar, gendong saya! Bagaimana kalau ada yang lihat,” Keira kembali menukas dengan nada tinggi dengan raut wajah penuh kekesalan.
“Itu terpaksa saya lakukan, mangkanya tahu malu. Di depan umum tidak perlu berteriak,” ucap Revan mengelak, menimpali ucapan Nancy.
“Kamu tidak perlu ke ruangan Wina. Besok pagi saja,” ucap Revan. Sembari menepuk kursi yang terletak di sudut ruangan miliknya.
Keira masih diam mematung, mencoba mendengar dengan seksama perintah Bossnya.
“Meja kamu selamanya di sini. Satu ruangan sama saya, kamu yang akan mengurus semua keperluan saya, dan juga mendampingi saya ketika dibutuhkan,” jelas Revan. Kali ini Keira benar-benar diam karena memang ada keterkaitan dengan pekerjaannya.
“Permisi Pak Boss, saya ‘kan perlu belajar. Apa alasan Pak boss melarang saya kembali ke ruangan Mbak Wina?” tanya Keira menyelidik sambil menyipitkan matanya.
Revan kali ini menyerah. Ia seolah enggan beradu argument dengan gadis belia di hadapannya.
Revan bergegas duduk di kursi kebesarannya. Jemarinya kemudian menari di atas keyboard mengabaikan ocehan Keira.
Klik …!
Layar monitor menampakkan keberadaan Wina sedang asyik mengobrol dengan Debra. Mata Keira terbelalak seketika. Tatapan matanya kemudian berpindah ke arah Revan.
'Kenapa Pak Revan ingin melindungi ku dari wanita ular betina seperti Debra?' Batin Keira.
“Bukannya dia kekasih Bapak?” tanya Keira menyelidik.
“Aku gak pernah punya kekasih. Kalau cuma pelampiasan satu malam itu biasa. Dia aja yang terlalu menuntut! Kenapa jadi bahas dia? Bukannya kamu saya gaji untuk bekerja?” Revan menaikkan kedua alisnya hingga terangkat, Keira pun gelagapan karenanya.
—To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments