11.00 WIB — Rumah Keluarga Revan
Revan menghentikan mobilnya di sebuah perumahan kawasan elite di daerah Badung — Bali. Sesampainya di sana, seorang wanita paruh baya yang semula sibuk merangkai bunga di teras terkejut menoleh ke mereka.
“Loh, sudah pulang jam segini? Tumben banget pulang ke rumah,” cetus wanita yang masih terlihat cantik bernama Maggie.
“Ngomong apa sih, Ma. Anak pulang malah disemprot. Gak pulang dicariin,” protes Revan dengan wajah cemberut.
Pandangan Maggie berpindah pada Keira yang berdiri di belakang Revan. Pemuda nakal itu sengaja menyembunyikan asisten pribadi yang kini menjadi kesayangannya di punggung kekarnya.
“Siapa nih? Pacarnya Revan ya?” sapa Maggie, dengan kepala setengah dicondongkan agar bisa melihat wajah gadis dibalik punggung putranya.
“Saya … Keira Tante, asisten pribadi Pak Revan yang baru,” jawab Keira dengan nada gugup terdengar sumbang dan bergetar.
Ia memang polos, tidak mau mengaku kalau dia adalah adik kolega Revan. Bukan itu saja. Ia juga tidak ingin dikenal karena latar belakang keluarganya. Menurutnya tidak ada yang bisa dibanggakan, terlebih keluarganya telah tiada. Toh Keira memulai semua dari awal. Kakaknya saja raja tega.
“Wah, cantik sekali kamu,” ucap Maggie sambil menjabat tangan Keira dan tersenyum hangat.
“Nemu di mana asisten begini? Kamu ketimbang gonta-ganti wanita, terus dibawa nginep di apartemen kamu. Mendingan nikah aja sama dia,” desak Maggie sambil menepuk bahu putranya.
“Apa sih Ma, usianya beda jauh sama Revan. Di awal kerja aja dia panggil Om,” celetuk Revan sambil melirik kesal ke arah Keira yang selalu menghindari tatapannya.
“Cinta tidak mengenal umur, Revan. Banyak loh cinta beda usia yang justru keharmonisan terjaga,” tukas Maggie menyemangati putranya.
“Kalau dianya mau, Ma. Dia pemilih dan kadang sedikit kasar,” balas Revan dengan bibir mengerucut.
Masih sama. Meski mendengar dengan jelas obrolan anak dan ibunya gadis itu tetap bersikap biasa saja. Tidak menunjukkan keagresifan seperti wanita kebanyakan yang ingin dekat dengan Revan, terlebih pada ibunya berharap mendapat restu.
Pipi Revan merona seketika. Rasa yang tak pernah ia rasakan pada siapapun sebelumnya. Baru kali ini ia berani membawa seorang gadis pulang menemui ibunya. Dan yang mengejutkan ibunya menyambut baik.
Biasanya Maggie tidak pernah suka pada siapapun yang dekat dengan putranya. Ia memang sosok yang hangat dan amat baik tetapi itu hanya berlaku pada pribadi yang disukainya. Di semua perusahaan milik Revan, Maggie terkenal keras bahkan tidak ragu memberikan sanksi bagi siapapun yang ketahuan mendekati putranya.
Pernah ada kejadian, Maggie memecat seorang staf hanya karena kepergok memijat bahu Revan di ruangannya. Seperti tidak kenal saja jika putranya itu seorang playboy. Oke. Kembali ke kediaman keluarga Revan.
Maggie terlihat senang. Ia bahkan segera mengajak Keira masuk ke dalam rumahnya mengabaikan Revan yang sebenarnya ingin duduk berdua saja di taman rumahnya.
Sementara Keira hanya menurut saja mengikuti kemauan Maggie. Keduanya tampak akrab, bahkan sesekali keduanya tertawa terbahak-bahak mengabaikan keberadaan Revan yang merengut memperhatikan keduanya.
Revan berusaha memberikan kode, menunjuk ke arah lantai atas berharap Keira menyusul. Nihil. Keira hanya mengangguk tetapi tetap diam dan asyik bercengkrama dengan ibu Revan.
“Keira, selain bekerja. Apa yang kamu bisa?” tanya Maggie berusaha akrab dengan gadis yang masih amat muda di hadapannya.
Tampaknya, Maggie ingin menggali bagaimana kepribadian seorang Keira lebih dalam.
“Ummm … anu Tante, saya dulunya manja, enggak bisa masak. Tetapi ingin belajar. Semenjak Mama dan Papa meninggal, semua terasa berat. Dan sangat menyesal belum sempat belajar apapun urusan dapur,” jawab Keira jujur.
Raut mukanya mengguratkan kesedihan yang begitu dalam. Membuat Maggie iba dan mengelus puncak kepalanya.
“Jangan cemas, ‘kan ada mama Maggie di sini. Oh … jadi kamu yatim piatu? Kamu tinggal sama siapa sekarang?”
“I-iya Tante, saya masih di apartemen tunjangan kantor. Pemberian Oak Revan, tapi saya gak ada hubungan apa-apa kok Tan, dan janji di cicil nanti bayarnya.” Keira menundukkan kepalanya, entah kenapa kejujuran gadis itu membuat hati Maggie tersentuh.
Bukannya marah karena mengira Keira materialistis, tapi Maggie justru tertawa terbahak-bahak menanggapi ucapan gadis itu. Membuat gadis cantik itu bingung.
“Revan memang biasa memberikan apartemen pada karyawan yang dianggap kompeten, dan juga rajin. Mungkin kamu termasuk diantaranya,” ujar Maggie.
Ia menyampaikan agar Keira tidak terlalu mencemaskan hal itu. Bagi keluarga Maggie bukan berarti apapun pemberian seperti itu.
“Sudah ngobrolnya, ayo ikut ke dapur. Bantuin Tante masak makan siang. Jarang-jarang Revan datang.” Maggie bangkit dan menuntun Keira ke dapur mewahnya.
Keira mengamati sekeliling. Biasanya jika pertama kali diajak ke dapur, bagi kalangan menengah ke bawah tentu saja syok dan terpukau. Tapi gadis cantik itu menunjukkan sikap biasa saja. Membuat Maggie penasaran dengan latar belakangnya.
Maggie tahu betul jika Revan, tidak akan memberikan kesempatan dan juga percaya begitu saja pada siapapun yang baru dikenalnya. Jika terjadi kepercayaan berlebih itu artinya putranya sudah mengenal latar belakang keluarga dan juga kepribadian orang yang mendekatinya dengan baik.
Maggie mengajarkan berbagai macam teknik memasak. Mulai dari memotong sayuran, membersihkan ikan, mencincang daging, menggoreng, dan juga membakar. Selain itu, wanita paruh baya itu juga memberikan bocoran makanan kesukaan putranya.
“Pak Revan makanannya gak rewel ya Tante?” Keira berbasa-basi sambil melumuri gurame filet dengan tepung hendak menggorengnya.
Siapa sangka jika Revan mengambil rekaman keakraban keduanya secara diam-diam. Kemudian kembali lagi ke kamarnya.
“Dia yang penting itu rasanya pedas manis pasti suka,” jawab Maggie sekenanya.
Ada hal yang mengganggu pikiran Maggie. Entah kenapa kini begitu penasaran dengan pribadi Keira. Gadis itu membuatnya senang, tetapi terlihat menyimpan banyak kesedihan.
“Keira,” panggilnya ragu-ragu saat melihat Keira sibuk berkutat membolak-balikkan ikan yang sedang digorengnya.
Dahinya basah akan peluh. Meski begitu ia tetap semangat, tidak terlihat gengsi seperti wanita karir kebanyakan. Yang sok gengsi dengan urusan dapur. Tentu hal itu membuat nilai tersendiri bagi Maggie.
“Ya, Tante. Ada apa?” Keira menatap lekat wajah Maggie yang berubah tegang.
“Tante berharap Revan menjadi suami kamu, ingin sekali rasanya menggendong cucu. Dan saya rasa kamulah perempuan yang tepat untuknya,” tukas Maggie dengan tatapan teduh, begitu menenangkan.
Tentu saja itu impian semua wanita. Ditawari menikah dengan pengusaha muda, berparas tampan dan menawan, memiliki tubuh atletis tanpa celah. Tapi, justru banyak hal tentang kepribadian Revan yang menjadi pertimbangan.
Bukan hanya karena Keira kini telah kehilangan segalanya lantas mau menerima sembarang orang. Jika memang orang tersebut benar serius ingin mendapatkannya maka harus berusaha keras dan mau berubah. Itulah pribadi Keira.
Keira masih menghela napas dalam. Percuma baginya menjelaskan tentang Revan yang merupakan kesayangan ibunya. Tapi bukan Keira Anandita jika tidak berani mencoba.
“Begini Tante, mohon maaf sebelumnya. Saya memang seorang yatim piatu, tapi bukan berarti bisa menerima siapapun yang menawarkan pernikahan dan kenyamanan. Tante sudah tahu bagaimana playboy-nya Pak Revan bukan? Jika memang beliau mau, saya berharap bisa membuatnya berubah terlebih dahulu.” Maggie tercengang mendengar penuturan Keira.
Amazing, gadis muda di hadapannya memang bukan gadis sembarangan. Membuat Maggie semakin penasaran. Ia tersenyum sumringah sambil mengamati kecantikan Keira yang alami.
Oke, ini saatnya ia turun tangan sendiri, membuat rencana untuk menyatukan keduanya. Tentu saja menunggu saat yang tepat untuk menanyakan segala hal tentang Keira nantinya.
“Keira, waktu makan siang sudah tiba. Kami jarang makan bersama, terimakasih sudah membuat putraku pulang hari ini, bisa tolong panggil dia di kamarnya? Tante lelah berjalan,” pinta Maggie dengan wajah memelas.
Tentu saja Keira tidak mau menolak. Terlebih yang meminta tolong adalah wanita yang seusia mamanya. Gadis itu mengangguk cepat.
“Kamarnya di mana Tante?” tanya Keira tanpa pikir panjang.
“Di lantai dua, kamar paling depan. Yang paling luas,” jawab Maggie sambil tersenyum simpul.
Pikirannya menerawang memikirkan banyak hal yang bisa saja terjadi mengingat putranya pria nakal. Trik ini juga digunakan untuk menguji Keira.
— To Be Continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments