Jantung Keira hampir saja copot mendengar suara bariton familiar milik sang kakak mengejutkannya.
“Ckck, kau mengenalku, Alan. Jangan sampai kau salah duga hanya karena adikmu cantik,” cibir Revan, dengan nada rendah.
Sementara itu, Keira hanya diam dengan kepala tertunduk mematung. Gadis cantik yang dulunya manja itu memang sedikit berubah meskipun dipaksa keadaan.
Ada rasa sedikit sakit dan juga sedikit lega ketika Alan mengetahui kondisi adiknya. Namun, demi perubahan Keira ia harus setega mungkin.
Memang saat ini Alan terlihat begitu kejam dan super tega pada sang adik.
Namun, tidak ada pilihan lain kecuali memaksa Keira merubah gaya hidupnya demi kebaikan dan masa depannya.
Alan terus menatap sedikit perubahan dalam kondisi Keira. Ya. Masih sedikit perubahan. Keira yang dulunya selalu berdandan menor, kontras dari usianya. Saat ini ia terlihat polos. Mungkin tidak sempat berdandan, sebab sang Boss tidak akan memberikan waktu untuk itu.
Segala pikiran buruk melintas di pikiran Alan. Bagaimana cara rekannya yang arrogant memperlakukan sang adik di kantornya, semua itu segera ditepisnya cepat-cepat. Ia segera menghela napas panjang, dan menghembuskannya dengan kasar.
Keira hanya diam. Ia takut setelahnya Alan akan memberondong dengan sejumlah pertanyaan yang bahkan tak sanggup dijawab.
“Pak Revan—“ belum sempat Keira melanjutkan ucapannya. Revan segera mendekat.
“Alan sudah ku beritahu jika aku akan mengajakmu tinggal di sini. Lagi pula tempat kost kamu itu ‘kan campur dengan kost pria. Tidak baik untuk kamu,” sela Revan dengan wajah datar seperti biasa.
Tidak ada perubahan sikap meskipun di tengah-tengah mereka ada sosok Alan.
Alan yang hanya menatap keduanya bergantian dengan kedua tangan dilipat di depan dada kemudian tersenyum tipis.
“Revan, jika sampai kamu ketahuan memperlakukan Keira sama dengan para wanita cinta satu malammu itu, kamu tanggung akibatnya!” tantang Alan, yang entah sejak kapan ia menjadi cemas soal kedekatan adiknya dengan Revan.
“Aku? Dengan wanita ingusan yang bahkan tidak paham soal pekerjaannya ini? Kamu mimpi Alan! Pulang, dan beristirahatlah.” Revan berbicara sambil menunjuk wajahnya sendiri.
Alan tersenyum, lalu menepuk bahu Revan.
“Aku percayakan Keira padamu,” ucap Alan kemudian berjalan mendekati adiknya.
“Keira, Kakak sudah bantu menata ruangannya. Kamu harus bekerja keras dan turuti Revan, ya! Jangan bikin Kak Alan malu, biaya tempat tinggal kamu ini tidak murah, jadi bekerja keraslah untuk mengganti!” decit Alan, yang membuat nyeri di ulu hati Keira setelah mendengarnya.
Suaranya bahkan terdengar begitu menusuk di telinga Keira. Kalau saja tidak berada di hadapan Revan, ingin rasanya gadis itu menangis, meraung meratapi nasibnya.
Tak lama setelah berbincang Alan berpamitan meninggalkan tempat tinggal baru Keira, yang merupakan usaha properti milik Revan.
**
“Keira, bisa temani saya makan malam?” tanya Revan setelah membantu membereskan ruangan.
Barang-barang yang di bawa Keira memang sedikit, sehingga tak memakan waktu lama untuk menata segala perabotnya.
“Uumm … nanti pacar Pak Revan marah. Lagi pula saya capek Pak, mau mandi dan istirahat dulu,” tolak Keira yang justru membuat Revan tertantang dan penasaran dengan pribadi gadis itu.
Selama ini, belum ada satu wanitapun yang berani menolak seorang Revan Halim.
Apalagi jika mengetahui Revan yang selain tampan juga mapan soal materi.
“Kenapa kamu menguji kesabaran ku, Keira Anindita?”
Sorot matanya berubah tajam, sedang sikapnya yang memang dingin seakan mampu membekukan udara sekeliling.
“Oke Pak, tapi tolong beri saya waktu untuk mandi terlebih dahulu.” Keira berlalu melewati Revan yang masih duduk menyandarkan tubuhnya di sofa bludru berwarna merah maroon di ruangan itu.
Keira memutar kenop pintu perlahan. Ketika pintu mulai terbuka. Ia begitu takjub dengan kamar barunya. Ukurannya terbilang luas. Tentu saja harganya juga mahal. Keira segera melompat dan berguling di ranjang empuknya, bagai anak kecil yang kegirangan menerima hadiah dari keluarga.
Karena pintu belum ditutup sempurna, Revan mengintip dari balik tembok setelah mendengar suara gaduh yang ditimbulkan Keira. Kemudian kembali mendekati sofa setelah mengetahui jika gadis itu baik-baik saja.
Revan hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku Keira yang terkesan begitu manja. Benar yang diceritakan oleh Alan, bahwa Keira adalah gadis yang manja. Entah apa yang ada dalam pikiran Revan hingga tertantang mengubah adik sahabatnya menjadi pribadi yang lebih matang.
Lima belas menit berlalu. Revan yang semula memejamkan matanya akibat kelelahan, perlahan membuka kelopak matanya setelah mendengar suara sepasang sepatu berdentum berjalan mendekat ke arahnya.
“Kau sudah selesai?” tanya Revan.
Matanya terfokus pada sepasang sepatu berwarna silver di hadapannya, kemudian mata itu terus menjelajah hingga ke atas bagian pemilik tubuh mungil dan ramping di depannya.
“Keira, kamu cantik sekali. Tak diragukan, kamu memang pandai berdandan.”
Revan merutuki kebodohan, bibirnya yang refleks memuji gadis yang ia juluki gadis ingusan di hadapannya.
Keira malam itu mengenakan gaun berwarna biru, lengkap dengan polesan makeup tipis sesuai usianya. Terlihat polos. Namun masih tampak cantik dan mampu memukau perhatian kaum adam yang melihat.
“Kita makan sekarang, Pak?”
Keira memegangi perutnya yang mulai keroncongan menahan lapar sejak sore tadi.
Revan tersenyum dan mengangguk kemudian, ia berjalan mendahului Keira. Hanya beberapa langkah saja dari kamar Keira, langkahnya terhenti.
“Kenapa berhenti, Pak?” tanya Keira kebingungan.
“Aku mau mandi dulu, masuk! Tunggu di dalam!” perintah Revan. Keira melongo dibuatnya.
Jantung Keira kembali diuji dengan deguban yang amat kencang. Mengingat cerita sang Kakak, jika boss barunya adalah pria play boy yang suka membolak-balikkan hati perempuan.
Tanpa disengaja, Keira meraba tengkuknya sendi saat dirasa bulu kuduknya berdiri menahan kengerian yang melintas di benaknya.
Bukannya merasa aman dan nyaman, Keira justru takut, bagaimana jika si boss lepas kendali dan mencumbui dirinya. Berbagai pikiran buruk melintas begitu saja detik itu.
“Keira!” suara bariton khas berat Revan membuyarkan lamunan Keira, yang semula masih berdiri mematung di ambang pintu.
Keira terperanjat, bahkan saking bingungnya ia langsung berlari memasuki apartement pribadi Revan.
Menit kemudian ia menjerit hingga suaranya terdengar melengking, lalu pingsan. Revan kebingungan, ia segera mengangkat tubuh Keira dan membaringkannya di ranjang king size miliknya.
Setelah membaringkan Keira, Revan segera menutup pintu lalu mematut diri dalam pantulan cermin. Tak lama kemudian, ia tak kalah terkejutnya dengan Keira. Matanya melotot saat tersadar ia hanya mengenakan handuk minim yang terlilit di pinggangnya.
‘Astaga! Aku bodoh, menodai mata polos gadis ingusan. Pantas saja dia pingsan’. Batin Revan, kemudian bergegas mengganti pakaian lalu keluar meninggalkan Keira sendiri yang masih terkulai lemas di ranjang miliknya.
Ada perasaan aneh tak nyaman yang Revan rasakan saat ini. Ia takut jika Keira salah paham dan berpikir buruk tentang dirinya. Tak biasanya seorang Revan Halim memikirkan apa yang dipikirkan oleh orang lain tentangnya.
Mungkinkah Revan telah jatuh cinta pada seorang gadis belia yang umurnya terpaut sepuluh tahun darinya?
—To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments