Laras menikmati lembutnya angin yang berhembus disekitarnya. Menerbangkan anak rambut juga dress yang dikenakannya.
Kedua tangannya membawa sebuah keranjang berisikan beberapa bunga liar, berjalan meninggalkan padang rumput yang luas disana.
Tap tap tap..
Tatapan mereka bertemu. Laras membalasnya dengan senyuman singkat. Lalu kembali berwajah datar menatap Alby di hadapannya.
Albyan Saputra
Kenapa sendirian aja disini? Bunga itu buat apa?
Albyan Saputra
Mau Mas bantuin?
Larasati Fauziah
[Menggeleng.]
Sudah selesai. Saya mau pulang dulu, Mas Alby.
Albyan Saputra
Tunggu.
[Menahan lengan Laras.]
Larasati Fauziah
Bisa dilepas?
[Menatap mata Alby.]
Albyan Saputra
Maaf..
[Melepaskan lengan Laras.]
Albyan Saputra
Mas mau jemput kamu buat ke pameran. Mau barengan, ngga?
Larasati Fauziah
Saya sendiri aja, Mas. Mau pulang bentar buat merangkai bunga ini.
[Melenggang pergi menjauh dari Alby.]
Albyan Saputra
Mas bant—
[Hendak menyusul Laras.]
Larasati Fauziah
Mas Alby.
[Berbalik menatap netra Alby.]
Alby akui tatapan Laras benar-benar berbeda saat menatapnya saat ini. Begitu tajam seolah tercampur oleh sebuah amarah yang dipendam olehnya sendiri.
Larasati Fauziah
Mas ingat kejadian beberapa tahun yang lalu, kan? Laras kecewa Mas Alby udah lupa.
Albyan Saputra
“...”
Larasati Fauziah
Dan lagi, kita ngga pernah punya hubungan apapun. Laras ngga pernah berharap.
Larasati Fauziah
Kita cuma teman sejak kecil, tidak lebih.
Larasati Fauziah
Laras harap Mas Alby ngga berharap lebih, ya?
Albyan Saputra
Laras, Mas tau kamu ngga pernah suka sama Mas.
Albyan Saputra
Tapi seenggaknya kasih Mas kesempatan buat berjuang. Ngga bisa..?
Larasati Fauziah
Maaf, tapi semua perjuangan itu tetap berakhir sia-sia.
Larasati Fauziah
Bagi Laras, Mas ngga lebih dari teman dan kakak.
Larasati Fauziah
Selebihnya bukan urusan Laras. Termasuk perasaan Mas pada Laras.
Albyan Saputra
“...”
[Mengepalkan tangannya.]
Alby menghembuskan nafasnya. Menenangkan dirinya sendiri lalu kembali menatap Laras.
Albyan Saputra
Kamu suka sama Arga, ya?
Larasati Fauziah
???
[Menaikkan sebelah alis.]
Albyan Saputra
Kamu boleh jujur sama Mas. Anggap Mas sebagai kakak kamu seperti biasanya.
Albyan Saputra
Kamu suka sama Arga, benar?
Larasati Fauziah
Ngga, bagi Laras Arga seperti teman. Juga sahabat.
Albyan Saputra
Kamu yakin cuma itu?
Larasati Fauziah
Um.
[Menganggukkan kepala.]
“...”
Albyan Saputra
Apa karena kejadian itu kamu ngga pernah mau membuka hati pada siapapun?
Larasati Fauziah
“...”
[Mengangguk pelan.]
Albyan Saputra
[Menghela nafas.]
Albyan Saputra
Maafin Mas atas semua ini.
Albyan Saputra
Mas tau sekarang kenapa Arga bilang kamu ngga ingin kita KKN disini.
Albyan Saputra
Maaf karna Mas lupa sama kejadian itu..
Larasati Fauziah
Itu wajar, semuanya terjadi bertahun-tahun silam.
Larasati Fauziah
Apalagi bagi Mas, dia bukan orang yang penting.
Albyan Saputra
Bukan gitu, Ras..
Larasati Fauziah
Sudahlah, Mas.
Keduanya berjalan beriringan meninggalkan padang rumput dan menuju lapangan terbuka.
Laras hanya setinggi dada Alby, usianya juga lebih muda, namun pikirannya begitu dewasa dan selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan.
Caranya bertindak juga caranya menolak juga tegas. Tak terlihat ragu sama sekali meski tahu bisa saja mereka bermusuhan karena hal ini.
Alby mengagumi Laras, juga menyayangi gadis itu jauh dari lubuk hatinya yang terdalam.
Alby akhirnya mengerti. Mungkin beginilah mereka seharusnya. Dari dulu, sekarang dan seterusnya. Mereka pantas menjadi teman juga saudara meski tak sedarah.
Siang yang panas itu menjadi sejuk karena angin terus berhembus dihadapan mereka.
Keduanya berjalan bersama menuju rumah Laras. Laras akhirnya setuju setelah Alby membujuknya untuk membantunya merangkai bunga.
Albyan Saputra
Mas rasa kamu bener, Ras. Ternyata Mas lebih seneng kalau kita jadi teman sekaligus saudara.
Larasati Fauziah
Laras udah ngerasain itu dari lama.
Larasati Fauziah
Sayangnya Mas baru sekarang ngerasainnya.
[Tertawa pelan.]
Comments