Ardan tak habis pikir dengan maminya. Bagaimana bisa dia berubah pikiran secepat itu? Sedangkan Ani berkemas untuk pergi meninggalkan rumah itu dan kembali ke desa tempat yang seharusnya dia berada.
Ardan yang penasaran pun mencari maminya. Terlihat mami dan papi berada di ruang kerjanya. Pria itu segera masuk tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu.
"Mami ... Mami yakin dengan keputusan Mami?" Ardan masih belum rela jika Ani menolak untuk dia jadikan istri. Terlebih lagi bahkan wanita itu pun kini beranjak pergi meninggalkan rumahnya.
"Menurut kamu?" Jawaban Greetha seketika membuat Ardan mengernyitkan dahi. Pasalnya mamilah yang memiliki rencana untuk menikahkan keduanya.
"Bukannya Mami yang pengen Ardan nikah? Ardan mau nikah, Mi. Tapi sama Ani. Bagaimanapun juga dia yang membuat hati Ardan melunak. Mami ngertiin Ardan juga dong." Ardan mulai kehilangan kesabaran.
"Ardan." Papi membuka suara. Kemudian, " Papi ngerti. Tapi setidaknya hargai keputusannya."
"Jadi, maksud Papi. Papi nyuruh Ardan nyerah?" Nada suara Ardan pun mulai terdengar tak enak.
"Bukan gitu, Ardan. Maksud mami papi adalah, hargai keputusannya. Nanti mami sama papi yang pikirin langkah selanjutnya." Greetha masih dengan keputusannya untuk menghargai keputusan Mariani sementara waktu.
Setelah kepergian wanita itu, tak terasa seminggu pun telah berlalu. Ya, walaupun berat Ardan membiarkan wanita itu pergi meninggalkannya. Dan entah apa yang membuat mami serta papinya yakin kalau wanita itu sebentar lagi akan mencarinya secepatnya.
"Pagi, Sayang." Mami Greetha membuka pagi hari dengan senyuman.
"Pagi juga, Mi, Pi." Semenjak kepergian Ani, Ardan seperti hidup segan mati tak mau. Bagaimanapun juga Greetha seorang ibu, dia tak akan membiarkan anaknya menderita lebih dalam lagi.
Di sisi lain ... Ani tengah menjalani aktivitasnya sebagai ibu. Semenjak dia pergi meninggalkan rumah Ardan, Ani terlihat menikmati perannya sebagai ibu. Karena saat ini dia belum mendapat pekerjaan baru. Tentu saja dia harus menjalani peran sebagai ibu yang baik dirumah. Mariani sangat menikmati kesehariannya itu.
"Ibu masak apa?" tanya Ani kepada Ibunya.
"Iki nduk ibuk masak sayur bening Karo dadar jagung. Sayur e ngge tole Iki Lo nduk. Ben gak bingung mengko maem opo." ( Ini lo, Nak. Ibuk masak sayur bening sama dadar jagung. Sayurnya buat anakmu, Nak. Biar nggak bingung nanti makan apa).
"Oh gitu ya, Buk. Ya sudah, aku sama Rendy aja. Dia mulai bisa jalan. Rasanya nggak bisa ditinggal lama."
"Iyo, Nduk." (Iya nak).
Saat berada di luar rumah dia melihat sosok adik lelakinya kembali ke rumah. Dilihatnya jam masih menunjukkan pukul 9 pagi. Bukankah terlalu pagi untuk seorang mahasiswa pulang? Saat sudah berada tak jauh dari Mariani. Terlihat mata adiknya memerah. Dia terlonjak kaget saat melihat bagaimana kacaunya sang adik saat ini.
"Brian? Kamu kenapa?" Ani tak mengerti dengan keadaan adiknya saat ini. Remaja itu mendudukkan tubuhnya di kursi kayu. " Kok jam segini udah pulang? "
Adik lelakinya hanya tersenyum tipis kemudian berlalu masuk ke dalam rumah. Ani yang menyadari ada yang salah dengan adiknya, dia mendekati adiknya. Mencoba menemukan jawabannya. Bukan hanya dirinya tapi ibunya juga mulai khawatir. Melihat keadaan anak lelakinya begitu kacau. Brianto meskipun remaja, pembawaannya selalu tenang.
"Loh Lee wes muleh to? " ( Lo Lee udah pulang to ? ) Ibu Mariani terkejut.
Lagi -lagi pertanyaan itu terabaikan. Brian mengusap wajahnya kasar. Membuang nafas berat. Seolah ada beban yang harus ditaggungnya.
"Mulai besok Brian sudah nggak bisa kuliah di sana lagi, Bu, Mbak. Beasiswa Brian dicabut." Brian mencoba menjelaskan perlahan namun sesekali buliran air mata terjatuh.
"Kenopo? Awakmu ndue salah to Lee? Opo prestasimu menurun to Lee makane beasiswane dicabut." ( Kenapa ? kamu punya salah to Lee apa prestasimu menurun to Lee makane beasiswanya dicabut. ) Pertanyaan ibu mewakili perasaan Ani saat ini. Mereka berdua tak habis pikir, pasalnya Brian selalu berprestasi.
"Bukan aku, Bu seng ndue salah. Tapi mbk Ani. Soale mbak Ani wes nolak tuan muda Ardan. Makane pihak kampus batalne beasiswaku. Soale kan kampuse tak e Keluarga Wijaya." ( Bukan aku Bu yang punya salah. Tapi mbak Ani. Karna mbak Ani udah menolak tuan muda Ardan makane pihak kampus membatalkan beasiswaku. Soalnya kampusnya punya keluarga Wijaya.)
Betapa terkejutnya Ani. Karena penolakannya terhadap Tuan Muda Ardan, Brian harus kehilangan masa depannya. Ini semua salahnya. Seharusnya dia menerima saja agar keluarganya tak terkena imbasnya. Ani menangis sejadi-jadinya karena dirinya sang adik harus kehilangan masa depan yang sudah ada di depan mata. Karena keegoisannya, masa depan adiknya harus hancur. Ibu pun jatuh tak sadarkan diri begitu mendengar hal itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 476 Episodes
Comments
cahya sumirat
dah q duka pasti greeta punya rencana
2023-02-03
0
hìķàwäþî
licik jg y greetha.. hehehe
2021-06-03
1
hafizh ikhwansyah
aku wong jowo Thor...dadi paham
2021-02-14
2