"Adam ...." Laura tak menyangka akan bertemu dengan calon suami Nayla di kuburan adiknya itu.
Adam lalu tersenyum pada Laura, membuat gadis itu cukup terkejut. Dia tak pernah bertemu secara langsung dengan pasangan Nayla karena ayah dan ibunya selalu melarang dia ikut nimbrung saat pria itu berkunjung ke rumah.
"Kamu datang untuk mendoakan Nayla?" tanya Adam dengan suara yang sedikit gugup dan canggung.
Laura hanya menjawab dengan menganggukan kepalanya. Entah mengapa, dia juga menjadi sedikit gugup.
Adam lalu berjongkok di samping kuburan sang kekasih. Dia memegang batu nisan sambil mengucapkan sesuatu. Entah doa atau apa yang disampaikan hanya pria itu yang tahu.
Cukup lama mereka terdiam dan larut dalam pikiran masing-masing. Adam lalu membuka suara untuk memecahkan kesunyian di antara keduanya.
"Nayla, aku datang untuk meminta restumu. Sesuai keinginan kamu aku akan menikahi Laura. Semoga kami bisa mewujudkan semua impian kamu. Doakan kami bisa menjalani semua," ucap Adam dengan suara cukup keras agar Laura dapat mendengar.
Laura hanya mengangguk sebagai tanggapan atas ucapan Adam. Entah mengapa bibirnya terasa kaku dan berat untuk bicara. Mungkin karena selama ini apa pun yang dia katakan dan ucapkan tak pernah didengar kedua orang tuanya.
"Nayla, aku dan Laura pamit dulu. Semoga kamu tenang dan bahagia di sana. Doakan kami juga bahagia," ucap Adam selanjutnya.
Laura memandangi Adam dengan heran. Tak menyangka jika pria itu bisa menerima dirinya. Dia berpikir Adam akan menolak semua ini.
Adam lalu berdiri diikuti Laura. Pria itu kembali tersenyum.
"Kebetulan kita bertemu di sini. Apakah kamu mau ikut denganku?" tanya Adam.
"Ikut kemana, Dam?" Laura balik bertanya.
"Kita mencari cincin untuk pernikahan besok. Atau kamu mau cincin yang telah aku siapkan untuk Nayla saja?" tanya Adam lagi.
"Yang ada saja, Dam. Sayang jika harus dijual dan beli baru lagi. Semua yang telah dipilih Nayla, aku yakin yang terbaik," ucap Laura.
"Apa mas kawinnya juga mau yang sama?" Lagi-lagi Adam bertanya.
"Ya, itu saja. Aku pasti akan menerima smua dengan ikhlas."
"Baiklah. Bagaimana kalau kita makan sebelum kamu pulang. Anggap saja sebagai pendekatan sebelum kita menikah," ujar Adam. Laura tampak berpikir sejenak. Dia takut ayah dan ibu mencari jika dia lama keluar rumah.
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Adam saat melihat Laura hanya terdiam.
"Aku takut ayah dan ibu mencari. Tadi aku hanya pamit sebentar," jawab Laura.
"Ayah dan ibu nanti biar jadi urusanku. Kita pergi sekarang aja biar tak lebih lama lagi," ucap Adam.
Adam lalu berjalan diikuti Laura di belakangnya. Saat masuk ke mobil, gadis itu memilih duduk di belakang, membuat Adam memandanginya dengan keheranan.
"Kenapa kamu duduk di belakang? Aku bukan supir. Duduk di depan aja," ucap Adam.
"Tak apa, Dam. Aku duduk di sini saja."
Adam mencoba membujuk Laura untuk duduk di depan, samping dirinya. Namun, gadis itu keukeh tetap untuk duduk di belakang saja. Akhirnya dia menyerah dan langsung menjalankan mobil menuju sebuah kafe.
Sampai di kafe, Adam dan Laura turun. Gadis itu mengikuti kemana langkah kaki kekasih adiknya itu. Mereka akhirnya memilih duduk di sudut ruangan.
Mereka berdua pergi ke restoran yang tidak jauh dari rumah Laura. Adam memandang Laura dengan mata yang lembut, mencoba untuk mengenal gadis itu lebih dekat.
"Jadi, Laura, apa yang kamu suka lakukan di waktu luang?" Adam bertanya dengan suara yang lembut karena dia ada sedikit mendengar dari Nayla bagaimana gadis itu diperlakukan, walau tak sepenuhnya diceritakan. Karena Nayla juga tak mungkin menjelekan kedua orang tuanya.
Laura memandang Adam dengan mata yang ragu-ragu, tapi dia akhirnya menjawab. "Aku suka membaca buku dan menonton film. Kegiatan aku hanya itu saja karena tidak bekerja." Laura berkata dengan suara yang tak kalah lembut.
"Aku juga suka membaca buku dan menonton film," Adam berkata dengan suara sedikit tegas.
Mereka berdua terus berbicara dan mengenal satu sama lain lebih dekat. Tapi, Adam tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa Laura bukanlah Nayla. Dia masih merasa bahwa Laura adalah pengganti Nayla, dan itu membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.
**
Setelah makan, Adam mengantar Laura pulang ke rumahnya. Dia lalu pamit pada kedua orang tua gadis itu, yang masih terlihat sedih dan murung.
"Terima kasih, Adam. Salam buat ibumu," ucap Ibu Sumarni.
"Akan aku sampaikan nanti, Bu."
"Lusa sudah hari pernikahan kamu dan Laura. Ibu harap kamu bisa menerimanya," ujar Ibu selanjutnya.
"Tentu, Bu. Bukankah ini permintaan terakhir Nayla. Aku tak akan mengecewakannya," balas Adam. Laki-laki itu kembali pamit untuk kedua kalinya. Dia masuk ke dalam mobil dan mengendarai dengan kecepatan sedang meninggalkan halaman rumah tunangannya.
Saat Adam telah pergi, ayah Laura memperingati gadis itu untuk bisa menjaga sikap. "Laura, kamu harus bisa menjaga sikapmu," ayahnya berkata dengan suara yang serius. "Bagiku Adam tetap calon suami Nayla, anak kesayanganku. Kamu harus bisa memahami perasaannya."
Laura memandang ayahnya dengan mata yang ragu-ragu. Dia tahu bahwa ayahnya masih belum ikhlas atas kepergian Nayla, dan bahwa dia terpaksa memenuhi ke inginan putrinya agar Laura mengganti posisi Nayla.
"Ayah, aku mengerti," Laura berkata dengan suara yang lembut. "Aku akan berusaha untuk menjaga sikapku dan membuat Adam bahagia. Aku pasti akan selalu sadar posisiku," jawab Laura.
Ayah Laura memandang gadis itu dengan mata yang tajam. Dia tahu bahwa Laura masihlah gadis yang muda dan tidak berpengalaman, dan bahwa dia masih harus belajar banyak tentang kehidupan.
"Aku hanya ingin kamu mendengarkan apa yang aku katakan, Laura," ayahnya berkata dengan suara yang lembut. "Tapi, aku juga ingin kamu memahami bahwa Adam adalah calon suami Nayla. Dia pasti masih menyimpan perasaan untuk gadisku itu. Jadi kamu jangan berharap banyak untuk pernikahan ini!"
"Jangan kuatir Ayah, aku akan selalu ingat bagaimana posisi aku. Hanya sebagai pengantin pengganti saja."
"Baguslah jika kau sadar. Adam tak mungkin mencintai gadis sepertimu. Jadi jangan banyak keinginan, ikuti saja apa maunya. Bersyukur dia mau menikahi kamu, kalau tidak kamu akan jadi perawan tua selamanya."
"Baik, Ayah. Aku pamit dulu. Mau istirahat!" seru Laura.
Laura langsung berjalan menuju kamarnya yang berada di dekat dapur. Malas melayani omongan sang ayah. Padahal pria itu yang ngotot memintanya bersedia menjadi pengantin pengganti untuk adiknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Eka ELissa
di suruh jdi pengganti TPI GK boleh ngarep lbih....truus opo mau mi kie bandot tua udh mo mati GK usah ngadi2...deh lok boleh minta pngen kmu aj yg metong jgn Nayla....
2025-03-04
5
Eka ELissa
mklum lau dia kn gila....lok GK gila GK mungkin lah ngomong kek gtu... lok GK suruh nikh aja tu clon mantu nya Adam ma kuburan nay....biar dia puas.....😡😡😡😡🔨🔨🔨🔨
2025-03-04
2
Eka ELissa
gila ni bandot....ank nya udh beda ALM msih aj....di ungkit 2 kmrin lau nolak murka lau mulai mau murka apa cih mau mu.....😡😡🔨🔨🔨🔨
2025-03-04
2