Bab Empat

Seluruh tubuh Nayla terasa berat, namun kepalanya masih berfungsi. Dia masih ingin mengucapkan sesuatu, tetapi suaranya terjebak di tenggorokan. Memikirkan ayah dan ibu yang pasti akan sedih setelah kepergiannya.

"Nayla. Bertahanlah, Nak!" seru Ibu Sumarni, menahan gelora emosinya saat melihat putrinya terbaring tak berdaya. "Yakinlah kamu pasti bisa melewati semua ini.

"Bu, aku ... aku ..." Nayla berjuang melawan lapisan dingin yang menyerang tubuhnya. "Ayah, Ibu ... maafkan aku."

Tidak ada yang bisa menjawab. Hanya isak tangis yang terdengar. Laura berkali-kali menyeka air matanya, ingin bertahan sebagai tiang yang menopang keluarga.

"Sayang ... Kamu harus berjuang, Nak," kata Ayah dengan suara dalam yang bergetar. "Ayah mencintai kamu lebih dari apapun. Jangan menyerah."

Entah dari mana kekuatannya muncul, Nayla berjuang untuk mengungkapkan perasaannya. "Aku ingin kalian tahu ... bahwa aku juga mencintai kalian ... lebih dari segalanya. Kak Laura, aku sayang kamu."

Laura merangkul Nayla, menghirup napasnya yang penuh harapan dan kesedihan. "Aku juga sangat menyayangimu, Nay. Selalu. Kamu selalu menjadi bagian dari hidupku."

Nayla lalu berpaling ke arah Adam. Mencoba tersenyum. "Mas, aku sangat mencintaimu. Ingat lah aku walau pun nanti ragaku tak ada lagi di dunia."

"Aku juga sangat mencintaimu, Nayla. Tak ada yang bisa menggantikan posisi kamu di hati ini."

Nayla merasakan kehangatan itu mengalir, dan saat dia menutup matanya, rasa nyeri perlahan menghilang. Dalam kegelapan, dia mendengar suara lembut sang kakak, suara Adam, Ayah dan Ibunya yang penuh kasih menangis terisak.

Nayla membuka matanya untuk yang terakhir kali, teramat pelan, dan merasakan pelukan hangat sekitar tubuhnya. Dalam keheningan itu, dia mengucapkan dua kata terakhir, "Cintai Kakak," yang siapa pun bisa mendengar meskipun nyawanya hampir pergi.

Di ruangan itu, pengharapan menyusut, seperti cahaya senja yang lama berlalu. Nayla menghembuskan napas terakhirnya, dan seolah membawa segenap cinta dan harapan dari keluarganya ke dunia yang baru.

Ayah langsung memeluk putrinya saat melihat Nayla menutup mata, "Jangan pergi, Nak. Jangan tinggalkan ayah."

Laura terdiam terpaku di tempatnya berdiri. Menyaksikan adiknya menutup mata. Sedangkan Adam langsung berlari keluar ruangan memanggil dokter.

Adam tak tahan lagi. Dia bangkit, berlari ke luar ruangan. “Dokter! Tolong, dokter!” teriaknya penuh kepanikan, melangkah cepat ke arah meja resepsionis sambil menghapus air mata. “Nayla … Nayla butuh bantuan!”

Dokter yang mendengar teriakan panik itu segera menghampiri Adam. “Tenang dulu, Mas. Apa yang terjadi?" tanya Dokter dengan Adam.

“Dia … dia tidak bergerak. Nayla, Dok … kami butuh bantuan!” suara Adam menguat, frustrasi dan rasa sakit membaur jadi satu.

“Baiklah, saya akan segera ke sana,” dokter menjawab tegas dan berlari menuju ruang ICU, diikuti Adam yang berkejaran di belakangnya.

Sampai di ruang ICU, semua diminta keluar karena dokter akan memastikan yang terjadi dengan Nayla. Dokter dibantu seorang perawat.

Di dalam ruangan, dokter memeriksa Nayla dengan cepat, memastikan semua alat berjalan dengan baik. Adam berdiri di luar dengan rasa khawatir yang tak kunjung pudar. Tiap detik terasa seperti satu jam.

Setelah beberapa saat, dokter menggerakkan kepalanya dan melangkah keluar. “Kami perlu berbicara,” ujarnya dengan nada berat.

Ayah, Ibu, Adam, dan Laura yang sudah menunggu di luar sepertinya merasakan firasat buruk. Mereka menghampiri dokter dengan wajah pucat. Adam berdiri di belakang, berusaha menahan harapan walau sepertinya sudah retak.

“Dok … bagaimana dengan Nayla?” Ayah bertanya, suaranya bergetar penuh harap.

“Maaf, jika saya harus menyampaikan berita ini … Nayla telah tiada,” kata dokter pelan. Tiap kata terasa seperti duri yang menusuk hati mereka.

“Apa? Tidak … tidak mungkin,” Ibu Sumarni terisak, berusaha menampung semua rasa sakit itu dalam hatinya. “Dia masih muda, dia masih punya banyak impian … Kenapa bukan saya saja yang dipanggil.”

“Maafkan kami, tapi situasi Nayla sangat kritis sejak awal,” jawab dokter dengan penuh empati. “Kami sudah berusaha semaksimal mungkin … tapi Tuhan berkehendak lain.”

“Tidak! Ini tidak adil!” suara Adam meledak, terisak, tidak bisa menyimpan lagi. “Nayla tidak boleh pergi! Kami … kami akan menikah, dan dia masih membutuhkan waktu .…”

Adam merasa takdir sedang mempermainkan dirinya. Semua persiapan pernikahan telah rampung. Dia terpuruk dan bersandar pada dinding, berusaha menstabilkan napasnya yang terguncang. “Nayla … Nayla … kenapa kau pergi meninggalkanku? Kau bilang akan menua bersamaku!"

Mereka semua menangis, merasakan kehilangan itu. Sejam berlalu, namun waktu seolah terhenti di sekitar mereka. Ruang yang seharusnya dipenuhi tawa dan kebahagiaan, kini hanya dipenuhi kesedihan dan penyesalan.

Akhirnya setelah puas manangis dan meratap, mereka semua memasuki ruang ICU. Melihat Nayla yang terbaring tidak bergerak, tetapi wajahnya tetap damai, seolah sedang tidur dengan mimpi indah. Adam maju, membelai lembut rambut Nayla yang terurai, merasakan kehangatan yang seolah tak pernah pudar meski nyawanya telah pergi.

“Nayla, Sayang …,” bisik Adam, “Aku akan merindukanmu setiap detik. Aku berjanji, semua kenangan kita akan tersimpan di dalam hatiku. Kamu adalah cintaku yang abadi.”

Ibu Nayla menundukkan kepala, terisak, sementara Ayah mencoba menguatkan pendiriannya.

“Dia akan selalu ada di sini,” kata Ayah, menunjuk ke arah hati Adam. “Cinta tidak akan hilang meski jasadnya pergi.”

Air mata Adam mengalir lagi. Dalam kesedihan yang mendalam, dia merasakan kehadiran Nayla di setiap jengkal hidupnya. Walaupun mereka tidak bisa merencanakan masa depan, kenangan indah bersama Nayla akan selalu berlanjut.

“Selamat tinggal, Nayla … semoga kau beristirahat dengan tenang di tempat yang lebih baik,” Adam akhirnya bisa mengucapkan kata-kata itu meski hatinya terbelah.

Malam tiba, melunakkan suasana perpisahan. Di luar, bintang terlihat gemerlap, seolah menatap ke dalam hati mereka, mengingatkan bahwa hidup akan terus berjalan meski ada yang hilang. Dan meskipun perpisahan ini menyakitkan, adam percaya Nayla akan selalu menjadi bagian dari kehidupannya, membimbing setiap langkah dengan cinta yang tidak akan pernah pudar.

Dalam gelap malam, semesta berjanji akan menjaganya, setia menjadi saksi perjalanan cinta mereka yang abadi. Jenazah Nayla akhirnya dibawa pulang pada jam sepuluh malam.

Ayah dan Ibu tak ada mengeluarkan sepatah kata pun pada Laura. Dalam hati gadis itu ada sedikit tanda tanya. Apakah sikap ayahnya yang tidak marah itu adalah perubahan yang baik atau buruk? Tanya Laura dalam hatinya.

Laura kuatir sang ayah justru menyimpan dendam dalam diamnya. Gadis itu sibuk mengurus penguburan adiknya walau seluruh badannya masih terasa sakit.

**

Pemakaman dilaksanakan pagi hari sekitar jam sepuluh. Ayah dan ibu masih bersikap sama. Tak ada satu katapun keluar dari bibirnya untuk Laura. Mungkin karena menepati janji mereka pada Nayla, untuk tidak memarahi Laura.

Air mata terus membasahi pipi kedua orang tua Laura. Begitu juga dengan gadis itu. Saat jasad sang adik terkubur dengan tanah, rasanya sebagian dari dirinya ikut tertanam. Dia takut setelah hari duka, kedua orang tuanya baru melampiaskan kemarahan mereka. Jika boleh memilih, lebih baik dia yang pergi karena tak akan ada yang menangisinya.

Adam dan ibunya juga tampak bersedih. Pria itu sesekali menatap ke arah Laura dengan tatapan intens. Entah apa yang ada dalam pikirannya.

Setelah selesai pemakaman semua orang pergi, tinggal Luara seorang diri. Dia bersimpuh di depan kuburan sang adik.

"Dek, aku pasti akan sangat merindukanmu lebih dari kata-kata yang bisa diucapkan. Aku berpegang teguh pada kenangan tawamu, caramu dulu tersenyum, dan betapa berartinya kamu bagiku ketika kau berada di sini. Aku menghargai setiap momen yang kita habiskan bersama, dan aku tahu bahwa suatu hari nanti kita akan bersama lagi. Sampai saat itu, aku akan merindukanmu. Aku akan mencoba menahan air mata yang akan jatuh karena kepergianmu, dan aku akan terus mencoba menahannya selama aku hidup. Hidup ini pasti sulit tanpamu. Engkau akan selamanya dirindukan dan tidak pernah dilupakan."

Terpopuler

Comments

Eka ELissa

Eka ELissa

aduh Laura bkln di marahin abis abisan ma BP tiri durjana nya itu.... bkln murka tu orang pdhl yg ajk jln itu Nay....bukan...Laura tau...

2025-03-03

3

Anonymous

Anonymous

itu ibu kandung nya Laura kan , kenapa ga berdaya banget, kaya takut banget SM suami nya, anak nya d marahi malah diam aja.

2025-03-03

1

Zainab Ddi

Zainab Ddi

tambah sedih deh ngak DA Nayla ayahnya dan ibunya tambah semena2

2025-03-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!