Bab Sebelas

"Kenapa kamu menangis? Apa kamu tak terima ucapanku tadi?" tanya Pak Darimi lagi.

Darimi mendekati istrinya dan berdiri tepat dihadapan wanita itu. Dia lalu menatap istrinya dengan mata yang tajam. Melihat Sumarni masih diam, pria itu memegang bahunya dengan kuat.

"Apa kau tak mendengar ucapanku? Apa telinga kamu sudah tak berfungsi?" tanya Pak Darimi dengan suara tinggi.

"Apa Ayah pikir kata-kata tadi itu hal yang biasa sehingga heran melihat aku menangis?" tanya Sumarni dengan suara tegas. Baru kali ini dia berani menjawab ucapan suaminya.

Selama ini dia merasa berhutang budi sehingga tak berani melawan atau pun menentang semua ucapan suaminya. Apa lagi sebelum menikah mereka membuat perjanjian jika semua peraturan dan ucapannya harus diikuti jika memang Sumarni menikah dengannya.

Sumarni tak ada pilihan lain. Keluarga juga tak mau menerima dirinya. Ingin kembali bunuh diri dia juga takut setelah Darimi mengatakan, "Jika kamu langsung mati, kamu beruntung karena tak lagi mendengar omongan orang-orang dan jika kamu ternyata masih hidup padahal sudah berusaha menghabisi nyawa sendiri, betapa malunya. Apa lagi jika mereka tahu kamu melakukan itu karena hamil!"

"Aku mengatakan hal yang semestinya. Jika aku tetap nekat menjadi wali nikahnya Laura sama saja dia berzina seumur hidup karena pernikahannya tidak sah!" seru Pak Darimi berusaha membela dirinya.

"Tapi ayah tak harus mengatakan di depan umum dan dengan mik. Seolah sengaja mengatakan ini biar semua tau aibku. Jadi apa gunanya selama ini ayah menutupi jika sekarang diumumkan juga!" seru Sumarni dengan suara sedikit meninggi.

"Jadi kamu tak terima?" Darimi bertanya dengan nada yang lebih tinggi.

Bu Sumarni tampak menarik napas dalam. Dia lalu menengadahkan kepalanya memandangi sang suami.

"Caramu mana yang tak aku terima? Apa pun yang kamu lakukan, aku selalu menerimanya. Sekalipun aku harus membenci putriku sendiri!" seru Bu Sumarni.

"Siapa yang minta kau membenci putrimu? Kau saja yang tak bisa menerimanya. Kenapa jadi aku yang disalahkan? Jika aku membencinya, bukan salahku. Dia memang bukan darah dagingku!" Darimi berkata dengan suara yang juga tinggi.

Air mata Sumarni tak bisa dia bendung lagi. Ingin rasanya meluapkan semua perasaan yang dia pendam selama ini. Tapi keberanian itu tak ada. Sejak memutuskan meninggalkan rumah dua puluh lima tahun lalu, tak pernah lagi dia berhubungan dengan keluarganya. Apa kedua orang tuanya masih ada atau justru telah tiada, dia tak tahu.

"Aku salah. Maafkan!" seru Sumarni akhirnya.

"Selalu saja begini. Setelah kau menyerahkan aku, baru mengakui kesalahanmu. Jika kau sudah tak ingin bersamaku lagi, katakan saja dengan jujur!" balas Darimi.

"Maafkan aku. Aku salah," ucap Bu Sumarni mengulangi perkataannya tadi.

Sementara itu di dalam kamarnya, Laura memasukan semua baju miliknya. Dia baru saja selesai mengirim ulang surat lamarannya pada perusahaan yang kemarin. Siapa tahu mereka masih mau menerimanya lagi. Kali ini dia mengirim langsung ke perusahaan cabang yang ada di kota X. Ibunya mengatakan jika sang ayah berasal dari sana.

Setelah semua barang yang dia anggap perlu dimasukan ke dalam tas koper, dia kemudian keluar dari kamar. Beruntung dia kemarin sempat membeli tas koper tersebut saat akan bekerja di luar kota.

Ketika baru menginjak lantai ruang tamu, dia melihat Adam masuk. Laki-laki itu terlihat heran dan langsung mendekati Laura.

"Kamu mau kemana?" tanya Adam dengan dahi berkerut.

"Mau mencari ayahku, Dam," jawab Laura.

"Kamu serius ingin mencarinya sekarang?" Adam kembali bertanya.

"Aku harus tau siapa aku sebenarnya. Ayah dan Ibu juga gak keberatan karena memang kehadiranku tak pernah mereka inginkan," jawab Laura. Biasanya dia tak pernah mengeluh, tapi kali ini dia sudah tak bisa menyimpan semua perasaan yang terpendam.

"Semua ibu pasti menyayangi anaknya. Mungkin caranya yang salah," ucap Adam berusaha menghibur.

"Kecuali ibuku. Dia yang mengakui sendiri tadi, jika kehadiranku memang tak pernah dia inginkan," jawab Laura.

Adam jadi menarik napas dalam. Tadi ibunya telah dia minta pulang bersama keluarga besar lainnya. Dia memang ingin membantu Laura dan ingin menyelesaikan masalah ini terlebih dahulu.

"Jadi sekarang kamu mau kemana?" tanya Adam lagi.

"Mau ke kota X. Ibu bilang ayah kandungku berasal dari sana," jawab Laura.

"Kebetulan itu tempat tinggal ibuku. Kita bisa ke sana bersama. Kamu bisa menetap di rumah kami selama dua minggu ini. Kita cari berdua nanti. Semoga kita bisa menemukan ayah kandungmu," kata Adam.

"Alhamdulillah. Terima kasih, Dam. Kalau begitu aku pamit dulu dengan ibu."

"Baiklah, aku juga mau pamit dengan ayah dan ibu," balas Adam.

Mereka berdua lalu berjalan menuju kamar orang tua Laura. Gadis itu menarik napas lega karena ada Adam yang akan membantu dirinya mencari keberadaan sang ayah. Setidaknya berdua akan lebih baik dan cepat dalam melacak keberadaan ayahnya.

Terpopuler

Comments

Eka ELissa

Eka ELissa

kn kmu bisa omongin baik2..... nikah nya pke wali hakim ya lau...krna kmu itu ank angkat kek...gtu.....bukn mlhn bilng ank haram.....gila kn kmu....mng lau mau di lhirin di luar nikh emng dia minta....mikir dong jngn asal jplk aj

2025-03-06

2

Eka ELissa

Eka ELissa

marah giliran di bilng lok mo pisah bilng aj....eh lngsung kicep.... tkut di tinggalin monster itu....bntr lgi kmu bkln mnyesl....Marni .....

2025-03-06

1

mbok Darmi

mbok Darmi

jgn nyesel marni saat nanti laura sukses dan diterima di perusahaan ayah kandung nya jgn ngiler juga itu darimi jgn ngomong minta uang balas budi

2025-03-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!