Nayla masuk ke kamar sang kakak dengan membawa undangan pernikahan. Satu minggu lagi dia akan melangkah ke jenjang pernikahan dengan kekasih hatinya, Adam.
Laura yang sedang berhadapan dengan laptop tersenyum melihat adiknya. Dia lalu menutupnya.
"Apa Kak Laura sibuk?" tanya Nayla dengan lembut.
"Untuk kamu tak akan ada kesibukan. Semuanya pekerjaan akan Kakak hentikan jika memang kamu inginkan," jawab Laura.
Nayla langsung memeluk tubuh kakaknya. Terkadang dia heran dengan kedua orangtuanya, kenapa mereka selalu saja marah dan membenci Laura. Padahal dia begitu baik dan perhatian.
Laura juga rela mengubur mimpinya bekerja di sebuah perusahaan yang sangat besar karena ayah dan ibu melarang. Padahal semua orang dengan susah payah memasukinya.
Tiga bulan lalu, Laura yang telah wisuda, diterima di perusahaan yang sangat besar dan ternama. Dia ditempati di luar kota. Saat gadis itu meminta izin pada kedua orang tuanya untuk pergi ke luar kota, keduanya sangat melarang. Nayla jadi ingat kejadian malam itu.
"Ayah, Ibu, aku mau minta izin," ucap Laura dengan suara pelan dan wajah tertunduk.
"Izin apa? Jangan minta yang bukan-bukan!" seru Ibu dengan suara tinggi. Padahal dia belum tahu apa yang akan gadisnya sampaikan.
Ayah yang sedang menonton, menatap tajam pada gadis itu. Dia juga bertanya dengan suara keras. "Apa lagi yang kau lakukan?" tanya Ayah.
"Aku diterima di perusahaan X. Aku ditempati di kota Z. Aku mohon Ayah dan Ibu mengizinkan, karena aku akan pergi besok. Lusa sudah harus bekerja," jawab Laura dengan hati-hati.
Ayah dan Ibu saling pandang. Sepertinya mereka sedang memikirkan hal yang sama.
"Aku tak mengizinkan kau pergi. Entah betul kau kerja di perusahaan atau hanya menjual diri!" seru Ayah. Laki-laki itu memang tak pernah menyebut ayah pada dirinya setiap bicara. Selalu saja mengatakan dirinya dengan kata 'Aku'.
Laura terkejut mendengar ucapan ayahnya. Walau selama ini Pak Darimi tak pernah berkata lembut, tapi ucapannya kali ini sangat menyakitkan. Dia tak menyangka kata-kata itu keluar dari bibirnya.
"Ayah, kenapa bicara begitu. Tak mungkin Kak Laura begitu," ucap Nayla.
"Kau tau apa tentang Kakakmu ini!" seru Ayah dengan suara lantang.
Air mata Laura jatuh membasahi pipinya. Selalu saja apa yang dia lakukan salah di mata kedua orang tuanya. Dulu saat dia ingin melanjutkan kuliah, mereka juga tak setuju. Hingga tak mau membayar uang kuliah.
Laura hingga harus membiayai kuliahnya sendiri. Dari masuk sekolah menengah dia memang sudah jualan online. Sehingga bisa untuk bayar kuliah.
"Ayah, aku tak mungkin melakukan hal seperti itu. Aku akan menjaga nama baik Ayah dan Ibu," ucap Laura terbata. Dia sangat mengharapkan pekerjaan itu. Selain perusahaan tersebut sangat ternama, dia juga ingin jauh dari kedua orang tuanya.
Selama ini apa yang dia lakukan selalu saja salah di mata mereka. Padahal semua pekerjaan rumah sudah dia kerjakan. Saat Nayla ingin membantu, ayah pasti akan melarang. Jika ketahuan adiknya menolong, dia akan kena marah dan mendapatkan pukulan. Sedangkan ibunya hanya diam saja tanpa ada maksud membela dirinya.
"Kenapa kau yakin tak akan membuat malu keluarga? Tanyakan pada ibumu, apa yang telah dia lakukan sehingga mencoreng nama baik kedua orang tuanya. Untung saja aku mau membantunya!" saru Ayah.
Laura yang tak mengerti arah bicara sang ayah, lalu memandangi wajah ibunya. Dia berharap Ibu Sumarni memberikan jawaban yang dia harapkan.
"Jika ayahmu mengatakan jangan, ikuti saja. Kau tak mau dikatakan anak durhaka, bukan? Kenapa harus bekerja keluar kota. Anak perempuan itu di rumah saja. Cukup makan dan minum. Kami masih sanggup memberi kamu makan!" teriak sang Ibu.
Setelah mengucapkan itu, Ibu lalu beranjak pergi ke kamar. Ayah lalu memandangi Laura lagi.
"Kau dengar apa kata ibumu! Jangan bekerja, dan tetap di rumah!"
Ayah lalu beranjak pergi dari ruang keluarga itu menuju kamar, menyusul sang ibu. Tangis Laura pecah setelah kedua orang tuanya menghilang.
Nayla lalu mendekati sang kakak. Memeluknya erat sebagai bentuk kasih sayang. Hanya adiknya itu yang masih peduli dengan Laura.
"Nayla, Kakak tak mungkin melakukan hal itu. Kakak benar-benar diterima di perusahaan X," ucap Laura.
"Aku percaya, Kak. Aku percaya dengan kemampuan Kakak," balas Nayla.
Laura selalu mendapat nilai tinggi di bidang akademik. Walau orang tuanya tak pernah mendukung. Mengambil raportnya saja dia harus minta tolong tetangga. Kedua orang tuanya tak peduli dengan perkembangan dirinya. Selalu Nayla yang dipuji.
Saat Laura menjadi juara umum dan Nayla hanya mendapatkan juara tiga, tetap saja yang dipuji adiknya. Bukannya Laura iri, cuma dia juga ingin mendapatkan apresiasi dari kedua orang tuanya.
"Dek, ada apa?" tanya Laura sambil menyentuh lengan Nayla. Pertanyaan sang kakak membuat lamunannya buyar. Dia kembali tersenyum pada kakaknya itu.
"Kak, bisa tolong antarkan aku ke rumah teman?" tanya Nayla.
Nayla tak bisa mengendarai motor karena tak pernah diizinkan orang tuanya. Takut jika anaknya mengalami kecelakaan. Sedangkan Laura terpaksa belajar dengan temannya karena sangat membutuhkan kendaraan untuk mengantar pesanan online pelanggan. Dia membeli motor dengan uangnya sendiri. Biaya kuliah Nayla juga dia yang tanggung, tapi tetap saja kedua orang tuanya tak pernah bangga.
"Tentu saja boleh, Dek. Tapi apa ayah dan ibu mengizinkan kamu pergi dengan motor?" Laura balik bertanya.
"Ayah masih di luar kota. Besok baru kembali. Ibu sudah mengizinkan," jawab Nayla.
"Kalau begitu baiklah. Kakak ganti baju dulu."
"Aku juga mau ambil undangannya. Terima kasih, Kak," ujar Nayla.
"Tak perlu berterima kasih, Dek. Kayak sama orang lain saja."
Nayla tersenyum menanggapi ucapan sang kakak. Dia lalu keluar dari kamar Laura. Mengambil undangan di kamarnya.
Setelah kedua siap, mereka lalu pamit pada sang ibu yang sedang sibuk di dapur. Walau pernikahan Nayla dan Adam sang kekasih diurus sebuah wedding organizer, tapi tetap saja sang ibu sibuk akan persiapannya.
Saat ini Adam sedang berada di luar kota. Pria itu pulang kampung untuk menjemput sang ibu agar dapat menghadiri pernikahan mereka.
"Bu, aku pamit. Aku mau mengantar Nayla menyebarkan undangan pernikahannya," pamit Laura.
"Hati-hati. Sebagai calon pengantin sebenarnya pamali untuk bepergian. Ibu sudah melarang tadi, tapi Nayla tetap ingin mengantarkan undangan itu langsung."
"Bu, doakan saja yang baik untukku dan Kak Laura. Aku pamit," balas Nayla.
Kedua adik kakak itu lalu meninggalkan rumah dengan riang. Jarang mereka berkesempatan pergi begini jika ada ayah di rumah. Laura mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan sedang meninggalkan halaman rumah menuju alamat yang diberikan adiknya Nayla.
**
Selamat siang. Mama datang kembali dengan karya terbaru. Novel ini menggunakan alur maju mundur.
Mama mohon dukungannya dengan memberikan like, dan komentar setiap habis membaca. Jangan lupa baca setiap update, jangan menumpuk bab. Terima kasih. Lope-lope sekebon jeruk. 😍😍😍😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
ken darsihk
Siap mam semoga saja tidak hiatus
Nyesek sudah baca setengah tiba2 menghilang 😍😍
2025-03-02
1
Eka ELissa
knpa kmu mau coba...bp apaan yg ungkit 2....kburukn orang smoga emk ksih blesn yg setimpal stu saat nanti bikin tua bngka ini mnyesal Mak..../Awkward//Awkward//Awkward//Awkward/
2025-03-01
2
mams dimas
penasaran kenapa pak darimi bilang membantu ibu nya Laura karena sedang hamil tanpa suami...memang mereka ketemu dimana seolah sok suci banget pak darimi ini
2025-03-02
1