"Pergilah kau dari rumahku! Jika memang ingin mencari ayah kandungmu!" usir Ayah Darimi.
Laura tersenyum simpul. Mungkin ini saatnya dia keluar dari rumah. "Baiklah, selama ini aku memang memiliki rumah, tapi aku tak punya tempat berlindung. Aku memiliki orang tua tapi aku tak berani ceritakan masalahku, karena tak ada yang mau mendengarnya. Selama ini aku sendirian. Aku sendirian menghadapi semuanya. Jadi lebih baik aku pergi!" seru Laura.
Laura lalu berjalan meninggalkan tempat akad nikah tersebut. Langkahnya terhenti saat tangannya di tahan seseorang. Gadis itu lalu membalikkan tubuhnya.
"Laura, kita sudah janji akan menikah. Kamu tak mau mengingkari itu'kan?" tanya Adam.
"Maaf, Adam. Bukannya aku tak mau memenuhi permintaan Nayla, tapi seperti jawabanku tadi, aku akan tetap menikah denganmu. Tapi setelah aku bertemu ayah kandungku. Aku ingin tau alasan dia membuang'ku!" seru Laura.
Adam tampak menarik napas. Dia menatap wajah Laura dengan intens. Dalam hatinya mulai merasa kagum pada gadis itu yang memiliki pendirian kuat. Dia juga iba setelah mendengar kalau selama ini dia tak pernah mendapatkan kasih sayang dari ayah tirinya itu.
"Baiklah, aku setuju. Boleh aku membantu kamu mencari ayah kandungmu?" tanya Adam.
Ayah Darimi tampak memandangi keduanya dengan tatapan tajam. Mungkin dia tak suka mendengar Adam yang ingin membantu Laura.
"Jika itu tak memberatkan bagimu," ujar Laura.
"Aku tak keberatan. Aku akan menolong mencari siapa ayah kandungmu. Kebetulan aku sudah terlanjur mengambil cuti dua minggu. Semoga dengan waktu segitu, cukup untuk mencari keberadaan ayahmu!" seru Adam.
"Terima kasih, Dam," balas Laura.
Laura tak mau terbawa perasaan karena kebaikan Adam tersebut. Dia yakin semua yang dilakukan pria itu hanyalah semata untuk memenuhi keinginan Nayla. Dia sangat mencintai adiknya sehingga Adam mau melakukan apa saja untuk memenuhinya.
Laura berjalan masuk ke dalam rumah. Suara tamu undangan riuh membicarakan apa yang terjadi. Gadis itu tak peduli karena semua berawal dari ucapan ayahnya sendiri.
Laura masuk ke dalam rumah menuju kamar orang tuanya. Dia mengetuk pintunya. Beberapa kali di ketuk baru terdengar sahutan dari dalam. Langkah kaki mendekati pintu dan terdengar suara pintu dibuka.
"Aku mau bicara dengan Ibu," ucap Laura.
"Apa lagi yang mau kamu bicarakan?" tanya Ibu dengan suara ketus. Laura tak mengerti dengan isi pikiran ibunya, kenapa masih marah dan menyalahkan dirinya. Sebegitu tak menginginkan kehadirannya'kah? Tanya Laura dalam hatinya.
"Banyak ... ada banyak pertanyaan yang ingin aku ajukan pada Ibu sebelum aku pergi," ucap Laura.
Saat ini mereka hanya berdua. Adam dan Ayah sedang melayani tamu undangan dan tetap meminta mereka menyantap hidangan yang telah terlanjur di pesan.
Dalam pikiran Pak Darimi, pernikahan akan terus berlanjut walau dia mempermalukan Luara. Namun, diluar dugaan, gadis itu membatalkan.
Pak Darimi juga masih berpikir jika Laura tak akan berani meninggalkan rumah. Buktinya selama ini dia tetap bertahan, bagaimana manapun perlakuan dirinya pada sang anak.
"Apa yang ingin kau tanyakan?" tanya Ibu dengan suara datar.
Laura menatap wajah ibunya. Mata wanita merah dan sembab, pasti dari tadi ibunya itu menangis. Ada rasa iba dihatinya. Namun, semua sirna saat dia ingat semua perlakuan wanita itu selamanya. Baru dia paham jika sang ibu membencinya karena kehadirannya yang tak pernah diharapkan.
"Kita bicara di kamarku saja, Bu," ujar Laura.
Ibu Sumarni kali ini tak membantah ucapan putrinya. Dia mengikuti langkah anaknya menuju kamarnya. Baru kali ini dia masuk ke kamar Luara. Sejak anak itu berusia sepuluh tahun, dia tak pernah mau peduli lagi dengan semua kebutuhan sang putri. Anaknya berjualan kue milik tetangga untuk menambah uang jajan dan memenuhi keinginannya, karena dia tak berani meminta pada sang ayah atau pun ibunya.
Ibu Sumarni memandangi semua barang-barang dan perabot yang ada dikamar itu. Terlihat warnanya sudah memudar. Sudah tak layak dipakai. Anaknya juga tidur dilantai beralaskan kasur tipis. Sangat berbeda dengan Nayla yang semua perabotnya selalu model terbaru.
Pak Darimi selalu membeli semuanya dengan model terbaru. Padahal Nayla tak pernah meminta bahkan dia menolaknya, tapi sang ayah tetap membeli jika mendapat rezeki lebih.
Ibu Sumarni masih mematung di ambang pintu kamar. Dadanya terasa nyeri. Betapa selama ini dia tak pernah memperhatikan kebutuhan putrinya. Semua karena rasa takutnya pada sang suami.
"Masuklah, Bu. Beginilah keadaan kamarku. Jangan heran dan jangan merasa kasihan. Aku sudah terbiasa!" seru Laura.
Ternyata Laura dari tadi juga memperhatikan ibunya. Apa lagi melihat wanita itu yang menghentikan langkahnya, bukannya masuk ke dalam kamar.
Ibu Sumarni lalu melangkah tanpa menjawab ucapan sang putri. Lidahnya terasa kelu. Dia memilih duduk di bangku plastik yang ada di kamar Laura.
"Bu, aku membatalkan pernikahanku dengan Adam ...."
"Kenapa ...?" tanya Ibu Sumarni memotong ucapan Laura.
"Aku tak bisa lanjutkan, karena aku ingin mencari siapa ayah kandungku. Bisakah ibu memberikan aku petunjuk, siapa nama ayahku dan dimana dia tinggal?" tanya Laura.
"Untuk apa kau mencarinya. Dia tak akan mengakui kehadiran kamu!" jawab Ibu Sumarni.
"Apakah selama ini Ibu mengakui kehadiranku?" tanya Laura.
"Apa maksudmu ...?" Bukannya menjawab pertanyaan Laura, Ibu Sumarni balik bertanya.
"Selama ini aku tak pernah Ibu anggap. Bagi Ibu, hanya Nayla anak Ibu," jawab Laura.
"Jangan bicara sembarangan kamu, Laura. Kamu iri dengan Nayla?" Kembali Ibu bertanya.
"Ya, aku iri. Kenapa hanya dia yang Ayah dan Ibu sayangi. Sedangkan aku tak pernah kalian anggap. Kehadiran ku hanya seperti beban bagi Ibu!" seru Laura dengan suara sedikit meninggi.
Ibu Sumarni memandangi putrinya itu dengan tatapan tajam, tanpa kedip. Tak menyangka Luara akan meninggikan suaranya.
"Itu hanya pikiran kamu saja. Karena rasa irimu!" seru Ibu akhirnya menjawab.
"Itu bukan pikiranku saja. Cobalah Ibu sedikit membuka hati, bagaimana sikap dan perlakuan ibu padaku selama ini. Aku ini hanyalah anak yang tak diinginkan kehadirannya," ujar Laura.
Laura lalu berdiri. Memandangi jalanan. Satu persatu tetangga tampak meninggalkan halaman rumah. Dia menarik napas dalam. Lalu berbalik dan menghadap ibunya.
"Bu, andai aku dapat memilih! Mau menjadi siapa dan melakukan apa. Aku akan memilih tidak untuk dilahirkan. Aku tidak ingin menjalani hidup tanpa kejelasan dan tidak ingin menjadi beban bagi siapapun yang ku kenal. Terutama beban bagi kedua orang tuaku. Pernahkah Ibu atau ayah bertanya, kenapa aku tidak makan, kenapa aku tidak pulang, kenapa aku begini, kenapa aku menjadi seperti saat ini. Kalian orang tua egois. Hanya memikirkan kesenangan masing-masing. Aku benci kalian!" seru Laura sambil berteriak. Air mata akhirnya jatuh membasahi pipinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Eka ELissa
ya jls iri dong liat dgn mata mu kmr lau kyk gudang ... sdngkan kmr nay kyk istana....kmu GK bisa mlek mata nya ...GK bisa liat atau prlu TK colok pke lidi biar mata mu melek.....Marni........!!!!!😡😡😡🔨🔨🔨
2025-03-05
4
🌷Vnyjkb🌷
oalaaaa buuu,,, gak ada bekas anak, klu bekas suami ,,,adaa,, kok tegaaa sm darah daging sendiri, lbh milih laki² kyk gitu,,, apalagi anak cewek, kudu d pilih,d bela,,, d jagaiiiii dunggg buuu,,, 😏
2025-03-05
1
ken darsihk
Laura muntab atas kekecewaan nya selama ini , dan keluar kan semua yng mengganjal Laura agar hati mu tidak sesak
Minta kejelasan dari ibu mu siapa ayah kandung mu sebenarnya
2025-03-06
0