Halaman 20

Erik dan Agil pergi dari desa ini menggunakan motor Erik itu sendiri melewati pedalaman hutan Huner.

Didesa tempat Agil berada, dilihat hanya ada satu lelaki menawan yaitu Agil saja, selain dari itu tidak ada. Bahkan wanita cantik pun tidak ada disana. Oleh sebab itulah, Ahmad memutuskan untuk Agil saja yang pergi menjauh dari hutan Huner atau sembunyi. Karena masyarakat didesa itu sudah benar-benar percaya akan adanya zaman Berdarah Manusia itu yang akan segera datang.

Dijalanan aspal tua hutan Huner, Erik mengendarai motornya itu dengan perlahan. Memasuki hutan ini, membuat ia merasa sedih dan terpukul. Ketika mengingat Holsi yang ia pikir telah tiada.

"Kalau ajalah tadi malem gue sama Holsi nggak berantem, mungkin pagi dengan suasana kaya gini tidak akan pernah terjadi." Seru Erik yang terlihat menyalahkan dirinya.

Agil yang duduk dengan santai, hanya bisa memperlihatkan tatapan datar. "Sudahlah, Holsi ya Holsi, kita ya kita, sudah beda lagi sekarang."

Kemudian Erik pun semakin merasa sedih dengan hilangnya Holsi dalam hidupnya. "Nyangka nggak sih, Holsi benar-benar hilang?"

Lama-kelamaan, Agil merasa kesal dengan Erik yang sulit untuk mengikhlaskan kepergian Holsi. "Udahlah! Yang lalu biarlah berlalu..."

Dengan tiba-tiba, Erik memberhentikan motornya itu di tengah-tengah jalan. Ia lalu menangis sedih. "Hiks... fix ini semua salah gue! Hiks, kenapa ini harus terjadi?"

Lalu Agil berusaha memendam amarah kekesalan nya itu pada Erik, ia mulai memahami perasaan Erik yang begitu mendalam. "Oke, gue ngerti kok. Cuman ya mau gimana lagi? Gue ajja bingung!"

Sambil mengusap air matanya, Erik berkata. "Nggak usah lho bingung, nggak usah lho mikirin harus gimana caranya Holsi balik ke kehidupan ini, nggak usah. Gue hanya ingin nangis, nangis karena gue salah, karena gue lah yang bodoh dalam hal ini. Gue kecewa sama diri gue sendiri! Kecewa banget!"

Kemudian Agil memegang bahu Erik. "Tenanglah. Kalau lho tenang, Holsi juga pasti tenang. Orang sebaik Holsi mah pasti akan selalu baik-baik ajja."

"Oke, gue bakal tenang sekarang." Tutur Erik yang kemudian kembali menyalakan motornya itu.

Setelah Erik berhenti menangis, ia kembali melanjutkan perjalanan nya itu menuju keluar hutan Huner. Karena ini masihlah pukul 08.00 pagi, jadi tidak ada kejadian apapun. Namun yang mencekam adalah, tak ada satu pun suara binatang di hutan Huner ini.

Agil yang menyadari hal itu, hanya bisa celingukan. "Hmm... padahal dulu hutan ini tuh banyak banget burung-burung indah yang punya suara merdu, bahkan dulu juga di hutan ini suka sering kelihatan tuh tupai-tupai yang berlari-lari di pepohonan. Tapi, semenjak Rimo hilang, semuanya seperti ikut menghilang."

Kemudian celetukan Erik, membuat Agil terdiam. "Bagaimana ya caranya supaya keluarga gue percaya kalau zaman mengerikan itu akan terjadi?"

Lalu Agil terlihat mengeluh. "Hmm, manusia modern diluar sana mana percaya sama legenda yang mereka pikir mitos belaka."

"Sulit ya? Tapi kan tetep ajja ini penting buat keselamatan warga Bogor." Kata Erik dengan nada pelan.

Kemudian Agil menarik nafasnya. "Nggak sulit sih, cuman ya mereka aja yang sok modernisasi. Kayanya harus ada korban dulu jatuh secara nyata depan mata mereka, baru mereka percaya. Kalau cuman modal ngomong, susah! Kan mereka people yang sok modernisasi!"

Lalu Erik menyeletuk. "Jujur gue juga people sok modernisasi."

Seketika itu, Agil tertawa terbahak-bahak. "Gila lho, hahaha. Malah ikut-ikutan..."

Bahkan Erik pun ikut tertawa terbahak-bahak. "Hahaha. Dan jujur gue kurang percaya walaupun udah ada bukti sekali pun. Kan belum terjadi tuh zaman..."

"Hey nggak boleh gitu, dosa! Hahaha." Seru Agil yang sembari mendorong pelan tubuh Erik.

Tiba-tiba Erik berkata dengan serius. "Itu dia gerbang hutan Huner!"

Spontan, Agil berhenti tertawa. "Astaga, ngeri banget sih liatnya. Kaya gerbang di film-film horor..."

Erik yang sedang mengendarai motornya itu, menjelikan pandangan nya ke kunci gerbang. "Dikunci nggak ya?"

Kemudian Agil yang ikut menjelikan pandangan nya, berkata. "Kebuka dikit deh kayanya?"

Lalu motor pun sudah berhadapan langsung dengan gerbang utama dari hutan Huner ini.

"Ini dia gerbang nya." Jelas Erik.

Agil kemudian turun dari motor, lalu membuka pintu gerbang selebar-lebarnya. "Oke, pintu nya nggak di kunci bahkan kebuka dikit. Kayanya ada yang masuk atau yang keluar deh tadi malem."

Spontan, Erik melirik Agil dengan penuh keseriusan. "Apa jangan-jangan Holsi?"

Setelah Agil membuka pintu gerbang dengan sangat lebar, ia lalu terdiam sejenak. "Bisa jadi."

Erik lalu kembali berfikir. "Tapi kan barang-barang Holsi itu ditemukan dalam keadaan nggak baik. Atau jangan-jangan, Holsi memang masih hidup?"

"Udahlah gue bingung lama-lama mikirin tuh laki." Seru Agil yang sedikit kesal.

Hal itu pun, mengundang rasa kesal dari Erik. "Kok lho ngomong nya gitu sih?"

Kemudian Holsi berjalan ke arah Erik yang masih duduk di motor. "Ya emang kenapa? Harus banget ya mikirin si Holsi yang tadi malem ngebacot parah ke kita?"

"Bukan masalah itunya!" Bentak Erik pada Agil.

Agil pun hanya bisa membuang muka. "Terserah deh. Ayo kita lanjutkan perjalanan ini..."

Dan disini pun, Erik berusaha menahan amarah terbesar nya. Jujur apa yang di katakan Agil tadi memang benar adanya, tapi Holsi kan tetap sahabatnya Erik. Sejahat apapun Holsi, akan Erik maafkan.

Namun, baru saja Agil akan menaiki motor Erik. Pandangannya tertuju kepada sebuah bunga merah indah di bawah motor Erik. "Eh bentar, bunga apa itu? Cantik banget..."

"Kenapa-kenapa?" Tanya Erik yang kebingungan.

Agil lalu mengambil bunga merah indah itu, kemudian menunjukkan nya pada Erik. "Lihat, indah banget nih bunga. Nggak ada lho di hutan Huner bunga merah seindah ini. Bahkan kalau di pikir-pikir, nggak ada bunga berwarna merah dihutan Huner."

Kemudian pandangan kedua mata Erik pun mulai terpaku kepada bunga merah yang misterius itu. "Iyalah indah banget, coba sentuh deh."

Agil lalu menyentuh bunga merah yang ada di genggaman nya itu dengan penuh cinta. "Aaah, nyaman untuk di sentuh, indah untuk dipandang..."

"Dan enak mungkin untuk di telan?" Ungkap Erik yang semakin terhipnotis dengan bunga merah indah luar biasa itu.

Kemudian Agil seketika itu tertawa. "Hahaha, yang benar saja."

"Bisa jadi benar enaknya..." Seru Erik.

Tiba-tiba Agil menjadi beringas. "Tapi bunga ini milik ku! Karena aku lah yang pertama kali melihat! Aku lah yang pertama kali menggenggam! Lalu kenapa aku harus berbagi dengan mu?"

"Santai dikit bisa? Gue juga bisa nyari bunga kaya gitu lagi di hutan ini!" Bentak Erik, yang begitu terpancing emosi oleh amarah Agil.

"Hahaha, kalau bunga ini hanya tersisa satu lagi bagaimana?" Ledek Agil yang kemudian membawa bunga merah itu menjauh dari Erik dan motor Erik.

Erik pun menyeru. "Hey Agil, lho mau kemana? Kan kita harus lanjutkan perjalanan ini? Nggak jelas deh lama-lama lho!"

Agil yang terlihat menjauh dari Erik, menepi disebuah pohon yang besar yang bayangan pohon nya itu menutupi cahaya matahari pagi, entah ada apa dengan nya. Namun hal itu terlihat janggal dan aneh.

Lalu Agil yang sekarang sedang berduaan dengan bunga merah yang ia temukan itu, semakin terbuai gila dengan keindahan, wanginya bunga merah yang misterius ini.

Kemudian, Agil membuka mulutnya lebar-lebar. Lalu mengunyah bunga itu dengan penuh nikmat. Ketika ia mengunyah, Agil tidak sadar jika bunga itu menjadi meleleh seperti darah segar.

Lalu Agil menelan nya, dengan penuh perasaan indah pada bunga merah misterius ini.

Setelah memakan bunga merah itu, Agil merasa ada sesuatu yang tidak beres jauh di belakang nya. Agil lalu menoleh dan langsung mendapati, Rimo dan sekelompok orang-orang menawan yang menatapnya begitu tajam.

Rimo yang ada didalam hutan Huner itu, yang di tutupi oleh pohon-pohon besar dari Sinaran matahari pagi, berkata. "Hey ganteng si anak baru... kuucapkan selamat, kau jadi milikku!"

Kemudian Agil pun merasa bingung maksud ucapan Rimo. Ia lalu melihat ke sekujur tubuhnya. Spontan, ia terkejut hebat, melihat dirinya sudah berubah menjadi penuh darah dan telanjang dada.

Disini Agil tidak berteriak kencang, Agil hanya mengeluarkan nafas yang tidak karuan karena syok dengan keadaan nya saat ini, ia pun sangat menyesal telah memakan bunga merah yang ia temukan begitu saja dijalanan depan gerbang hutan Huner.

Lalu Agil melihat ke arah Erik yang jauh disana. "Pergi!"

Erik pun terlihat syok ketika Agil temannya mulai berubah menjadi suatu makhluk aneh. "Agil? Hiks..."

Agil yang dari jauh kembali menyeru. "Pergilah!"

"Gue nggak akan pergi, karena lho sahabat gue satu-satunya. Haruskah gue pergi sedangkan lho disini?" Seru Erik yang semakin tak tahan menahan air mata kesedihan nya.

"Pergi..." Ucap Agil dengan nada lembut.

"Enggak! Enggak mau! Lho juga harus ikut sama gue!" Jelas Erik yang semakin frustasi.

Lalu Agil yang jauh disana memandang Erik dengan ramah, padahal rupa nya, tubuhnya, dirinya mulai berubah menjadi sesosok yang menyeramkan lagi jahat. "Katakanlah pada dunia bahwa dunia diambang kejahatan, katakanlah pada dirimu, bahwa aku telah pergi, dan kelak kau menemukan diri ku kembali, itu bukan diri ku. Pergilah, teman..."

Setelah berkata demikian, Agil langsung berubah menjadi mahkluk menyerupai vampir yang sangat mengerikan.

Spontan, Erik yang melihat hal itu berteriak ketakutan.

Tiba-tiba, datanglah Halzet dengan cepat. Kemudian langsung membawa Erik pergi dari tempat ini.

Terpopuler

Comments

KIA Qirana

KIA Qirana

Author comeback

2022-12-04

0

Jazz ♋

Jazz ♋

Apakah semua pemuda akan terpengaruh juga

2022-10-11

1

𝓜𝓪𝔂𝓪𝓷𝓸𝓿

𝓜𝓪𝔂𝓪𝓷𝓸𝓿

Boomlike sampai sini thor. Semangat! Nanti aku balik lagi 👍🏼👍🏼

2021-12-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!