The Last Chance

The Last Chance

Prolog

Langit terlihat sangat gelap malam ini. Petir juga terlihat menyambar-nyambar di luar jendela, disusul oleh hujan lebat yang tiba-tiba saja turun mengguyur kota. Tangan yang sejak tadi terbentang menyentuh jendela kaca, perlahan mengerut seolah menggenggam air yang tengah menempel di sana. 

Dingin, itulah yang dirasakan oleh telapak tangan Anggi, sebelum akhirnya menarik kembali tangan lentik itu dari jendela kamarnya. Tangan kanannya terangkat, mengayunkan sebatang rokok yang sejak tadi menyala, dan menyelipkannya di tengah bibir. Menghisap dalam-dalam aroma tembakau yang terasa panas, dan membuangnya lewat desah napas yang panjang. 

Sambil menikmati malam, pandangan Anggi turun menyusuri jalanan kota yang kian terlihat gelap. Basah dan dingin, terasa begitu menggigit meski Anggi tidak merasakan itu di kulitnya langsung. Pandangannya terasa datar, melihat satu per satu pengguna jalan yang berarak menepi menghindari hujan. Sedikit memiringkan kepalanya, ketika tanpa sengaja dia melihat sosok muda-mudi berseragam SMA tengah berteduh di sebuah emperan toko yang masih buka. 

Manis sekali, pikir Anggi, tatkala samar-samar dia melihat sang lelaki mengusap rambut gadis di sebelahnya dan melepaskan jaket yang dikenakan untuk dia sampirkan ke bahu perempuan itu. Tidak usah dijelaskan juga, Anggi bisa menebak, kalau dua orang muda-mudi itu adalah sepasang kekasih. 

Anggi terus menatap pasangan itu dari lantai apartemennya yang berada di lantai dua. Dari jarak yang terbilang cukup dekat ini, Anggi bisa menonton semua tingkah dua anak remaja itu dengan jelas. Sesekali tersenyum sinis, sebelum akhirnya mematikan rokok yang kini hanya tinggal sepertiganya saja. 

Pip! Pip! Pip! Pip!

Anggi yang baru saja akan kembali fokus melihat kelakuan anak remaja yang berpacaran di depan emperan toko dekat apartemennya, menoleh sekilas ke arah pintu apartemennya, begitu mendengar pin apartemennya ditekan. Tanpa melihat, dia juga sudah bisa menebak, siapa orang yang sedang mencoba masuk ke dalam tempat tinggalnya. 

Tidak peduli, Anggi kembali menoleh ke arah jalanan tempat dimana dia melihat pasangan muda-mudi yang tengah bermesraan tadi. Sedikit kebingungan, saat dia tidak mendapati siapa pun lagi di sana, selain orang lain yang baru akan mulai berteduh di tempat itu. 

"Kemana? Kok udah hilang?" gumam Anggi ber celingukan ke kiri dan kanan, mencari dua orang tadi, namun tak kunjung menemukannya. Mungkin, dua orang anak remaja tadi sudah pergi saat Anggi menolehkan kepalanya ke arah pintu. 

"Is…. Dasar," batin wanita itu, menyidekapkan kedua tangannya di dada. 

Baru juga ingin bersantai dengan memandangi hujan, ponselnya yang tadi diletakkan di atas meja kecil samping jendela, tiba-tiba saja berdering keras. Membuat dia menoleh sekilas, dan mengangkat panggilan ponsel tersebut tanpa melihat nama yang tertera pada layarnya. 

"Halo?"

"Lo di rumah 'kan? Nggak usah pura-pura bego' dan buka pintu apartemen lo sekarang!"

Tlut! 

Belum juga Anggi sempat mendengar orang di seberang sana membalas sapaan telepon darinya, panggilan telepon tersebut sudah putus begitu saja. Menyisakan rasa kesal di hati Anggi, karena dia tidak membaca nama si penelepon terlebih dahulu, sebelum menjawabnya. Alhasil, mau tidak mau, akhirnya dia pun berjalan dengan perasaan malas luar bisa ke arah pintu apartemennya yang masih tertutup rapat dan membukanya dengan perasaan jengkel. 

Cklek! 

"Mau apa lo--"

"Ya ampun, di luar hujannya lebat banget. Mana macet lagi…. Lo kok nggak bilang ganti pin apartemen, sih?!"

Tidak menggubris raut wajah Anggi saat membukakan pintu kepadanya, pria yang tadi mencoba masuk ke apartemen wanita itu --namun gagal--, tampak menyelonong begitu saja masuk dalam unit, tanpa dipersilakan. 

Di tangannya, sudah terdapat sebuah plastik kresek berwarna putih bertuliskan nama salah satu minimarket yang sedang menjamur di tengah kota. Meletakkannya ke atas meja bar yang berada di dekat dapur, dan membongkar isinya di sana. 

Tidak bisa berkata-kata lagi, Anggi pun hanya bisa menghelakan napas pasrah, sebelum kembali menutup pintu apartemennya dari dalam. 

"Mau ngapain lagi lo datang ke mari?" tanya Anggi, mendekati pria sibuk itu sambil melipat kedua tangannya di sana. 

Sedikit menoleh, pria itu tersenyum kepada Anggi, lalu menjawab, "Pas terakhir kali gue ke sini, gue lihat kulkas lo kosong. Jadi, gue berinisiatif buat isi kulkas lo lagi biar rame,"

"Kosong? Kosong apanya?" dengus Anggi, lantas membuat laki-laki itu terdiam sejenak. 

Seperti berpikir, lelaki itu mundur beberapa langkah ke belakang, menuju pintu kulkas Anggi yang memang berada tidak jauh dari tempat dia berdiri saat ini, dan membukanya. 

"Kosong." Pertegasnya pada si pemilik apartemen, sebelum akhirnya tersenyum geli pada Anggi yang tampaknya tidak bisa berkata-kata lagi. 

Untuk sesaat, wanita itu hanya diam memandangi gerak laki-laki di depannya. Sangat cekatan dalam mengurus urusan dapur, seolah dia sudah sangat berpengalaman dalam hal rumah tangga. Padahal dulu, seingat Anggi, pria itu sangat payah dalam urusan rumah tangga. Jangankan untuk menyusun barang-barang seperti ini, melihat apa yang diperlukan untuk dapur mereka saja, dia tidak bisa. Selalu Anggi yang direpotkan dalam mengurus segala sesuatunya. Sementara dia, hanya bersantai dan bermain, sedang dia tahu kalau Anggi tengah hamil saat itu. 

"Eumh…." Tanpa sadar, Anggi melenguh. Dia menunduk, saat sadar mengingat apa yang seharusnya tidak boleh dia ingat. 

"Buat apa sih, lo ngelakuin hal ini?" tanya Anggi malas, menaikkan pandangannya pada Damar --tamu tidak diundangnya--, yang kini tengah memasukkan beraneka macam sayur dan buah ke dalam kulkas. 

"Ngelakuin apa?"

"Isi kulkas gue. Itu 'kan bukan kewajiban lo,"

"Belum kewajiban. Tapi, ntar juga jadi kewajiban gue," timpal Damar, menghentikan kegiatannya sebentar, hanya untuk tersenyum kepada Anggi. "...lagi,"

"Lagi?" dengus Anggi bosan, membuang pandangannya ke arah lain, seiring dengan Damar yang kembali melanjutkan kegiatannya. 

"Oke…. Berapa?"

"Apanya?"

"Semua belanjaan ini. Berapa? Gue bakal bayar."

Lagi, Damar menghentikan kegiatannya yang sedang menyusun buah ke dalam lemari pendingin. Pandangannya beralih, pada Anggi yang berjalan menuju sebuah kamar, dan menghilang beberapa saat. 

Lalu, selang berapa detik, Anggi keluar lagi dari ruangan yang merupakan kamar tidurnya itu dengan membawa sebuah dompet kulit berbentuk persegi panjang. 

"Berapa yang harus gue bayar untuk semua belanjaan ini. Sekalian uang parkir juga, lo sebutin aja. Gue nggak mau ada hitungan utang sama lo," kata Anggi serius, menghitung beberapa lembar uang dari dalam dompetnya, yang akan dia berikan kepada Damar. 

Namun, bukannya menyebutkan nominal yang sudah dia keluarkan untuk mengisi kebutuhan dapur Anggi, Damar malah diam sambil terus menatap wajah wanita itu dalam-dalam. 

"Gue nggak minta bayaran."

"Nggak minta bayaran? Terus, maksud lo apa, belanja segitu banyak, dan naruh di dalam kulkas gue? Lo mau numpang mesin pendingin gue?" tuduh Anggi sarkastik, kembali menutup dompetnya dan bersidekap menatap angkuh kepada Damar. 

"Gue nggak semiskin itu cuma untuk numpang kulkas sama lo,"

"Dan gue juga nggak semiskin itu untuk terima semua pemberian makanan dari lo!" balas Anggi cepat, lantas meninggalkan Damar yang terdiam lagi di tempatnya. 

Anggi berjalan dan berdiri di depan jendela apartemennya lagi dengan kesal. Hujan tampak semakin deras, seakan tahu isi hati wanita itu yang tengah bergejolak tidak menentu. Anggi merasa, dia mulai jenuh dan juga bosan dengan situasi yang saat ini dia hadapi. Beberapa hari dalam satu bulan, pria itu pasti akan datang mengganggu kesendirian Anggi di dalam apartemen. Entah bagaimana caranya, dia selalu bisa menembus pertahanan apartemen Anggi dengan caranya. Meskipun wanita itu sudah sering mengajukan protes kepada pihak apartemen, tetap saja, Damar selalu punya cara untuk lolos menemuinya. Lapor polisi, juga percuma, karena dia tahu, orang seperti Damar juga akan punya seribu cara untuk menghindar dan datang mengganggunya. 

Menyebalkan. Benar-benar seorang pria yang sangat menyebalkan. 

Tangan Anggi sudah bergerak mengambil sebungkus rokok yang dia letakkan di atas meja. Sebatang tembakau gulung sudah ada di tangannya dan terselip di antara bibirnya, ketika dua jari seorang pria langsung menyambar rokok tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah. 

"Heh! Lo--"

Tidak menggubris bentakan kemarahan Anggi, Damar --dengan wajah datarnya-- kembali merebut bungkus rokok dari tangan Anggi dan ikut membuangnya ke tempat sampah, setelah merusak batang rokok tersebut terlebih dahulu. 

"Damar! Lo--"

"Lo mau nyumpel mulut lo yang lagi kesel itu? Oke, sini gue bantu."

"Eh--?!"

Belum sempat Anggi menyadari maksud ucapan Damar, pria itu sudah langsung menahan wajah Anggi dengan kedua tangannya dan menyatukan bibir mereka. 

Bersambung

Terpopuler

Comments

💕Nindi💕

💕Nindi💕

Haha 😯😯

2021-10-29

0

Dr.chin Media news

Dr.chin Media news

السلام عليكم

2021-02-14

0

Mumut Sah

Mumut Sah

mampir ya
aku tunggu nih😁

2020-09-03

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Bagian pertama
3 Bagian kedua
4 Bagian ketiga
5 Bagian keempat
6 Bagian kelima
7 Bagian keenam
8 Bagian ke tujuh
9 Bagian ke delapan
10 Bagian ke sembilan
11 Bagian ke sepuluh
12 Bagian ke sebelas
13 Bagian ke dua belas
14 Bagian ke tiga belas
15 Bagian ke empat belas
16 Bagian Ke Lima Belas
17 Bagian ke enam belas
18 Bagian ke tujuh belas
19 Bagian ke delapan belas
20 Bagian ke sembilan belas
21 Bagian ke dua puluh
22 Bagian ke dua puluh satu
23 Bagian ke dua puluh dua
24 Bagian dua puluh tiga
25 Bagian dua puluh empat
26 Bagian dua puluh lima
27 Bagian dua puluh enam
28 Bagian dua puluh tujuh
29 Bagian dua puluh delapan
30 Bagian dua puluh sembilan
31 Bagian tiga puluh
32 Bagian tiga puluh satu
33 Bagian tiga puluh dua
34 Bagian tiga puluh tiga
35 Maaf
36 Bagian tiga puluh empat
37 Bagian tiga puluh lima
38 Bagian tiga puluh enam
39 Bagian tiga puluh tujuh
40 Bagian tiga puluh delapan
41 Bagian tiga puluh sembilan
42 Bagian ke empat puluh
43 Bagian empat puluh satu
44 Bagian empat puluh dua
45 Bagian Empat Puluh Tiga
46 Bagian empat puluh empat
47 Bagian empat puluh lima
48 Bagian Empat Puluh Enam
49 Bagian Empat Puluh Tujuh
50 Bagian Empat Puluh Delapan
51 Bagian Empat Puluh Sembilan
52 Bagian Lima Puluh
53 Bagian Lima Puluh Satu
54 Bagian Lima Puluh Dua
55 Bagian Lima Puluh Tiga
56 Mr. Evan's Brides
Episodes

Updated 56 Episodes

1
Prolog
2
Bagian pertama
3
Bagian kedua
4
Bagian ketiga
5
Bagian keempat
6
Bagian kelima
7
Bagian keenam
8
Bagian ke tujuh
9
Bagian ke delapan
10
Bagian ke sembilan
11
Bagian ke sepuluh
12
Bagian ke sebelas
13
Bagian ke dua belas
14
Bagian ke tiga belas
15
Bagian ke empat belas
16
Bagian Ke Lima Belas
17
Bagian ke enam belas
18
Bagian ke tujuh belas
19
Bagian ke delapan belas
20
Bagian ke sembilan belas
21
Bagian ke dua puluh
22
Bagian ke dua puluh satu
23
Bagian ke dua puluh dua
24
Bagian dua puluh tiga
25
Bagian dua puluh empat
26
Bagian dua puluh lima
27
Bagian dua puluh enam
28
Bagian dua puluh tujuh
29
Bagian dua puluh delapan
30
Bagian dua puluh sembilan
31
Bagian tiga puluh
32
Bagian tiga puluh satu
33
Bagian tiga puluh dua
34
Bagian tiga puluh tiga
35
Maaf
36
Bagian tiga puluh empat
37
Bagian tiga puluh lima
38
Bagian tiga puluh enam
39
Bagian tiga puluh tujuh
40
Bagian tiga puluh delapan
41
Bagian tiga puluh sembilan
42
Bagian ke empat puluh
43
Bagian empat puluh satu
44
Bagian empat puluh dua
45
Bagian Empat Puluh Tiga
46
Bagian empat puluh empat
47
Bagian empat puluh lima
48
Bagian Empat Puluh Enam
49
Bagian Empat Puluh Tujuh
50
Bagian Empat Puluh Delapan
51
Bagian Empat Puluh Sembilan
52
Bagian Lima Puluh
53
Bagian Lima Puluh Satu
54
Bagian Lima Puluh Dua
55
Bagian Lima Puluh Tiga
56
Mr. Evan's Brides

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!