Satu minggu sudah berlalu. Sekarang, Anggi sudah menjadi kekasih Damar. Tidak ada yang tahu soal hubungan mereka, baik itu keluarga Anggi, ataupun teman-teman Damar. Mereka berusaha menutupinya, karena mereka tahu, kalau Anggi akan kena marah habis-habisan jika ketahuan sudah memiliki pacar. Terlebih Arkan, yang memiliki potensi terbesar merusak hubungan Damar dan Anggi, yang sebelumnya sudah memperingatkan dengan jelas kalau Damar tidak boleh mendekati Anggi.
"Eh, Dam! Lo ke mana aja, sih? Akhir-akhir ini lo jarang banget kumpul bareng kita. Lo ada masalah, ya?" tanya Arkan satu ketika, melihat Damar langsung mencangklong tas punggungnya, begitu mendengar suara bel sekolah berdering.
"Eh? Enggak, kok. Gue nggak ada masalah, santai," sahut Damar tersenyum, lantas ditatap curiga oleh Arkan.
"Terus?"
"Ya… gue ada urusan aja. Gue nggak bisa bilang, karena masalah pribadi,"
"Urusan pribadi? Sok banget lo, ngomong urusan pribadi! Apa? Lo punya cewek baru lagi?" terka salah satu teman mereka, dari tiga orang yang ikut bersama Arkan menahan Damar.
Sejenak, Damar terlihat sedikit kaget dan salah tingkah. Namun, ia buru-buru menutupinya dengan senyuman lebar khas dirinya yang santai.
"Sotoy lo! Cewek baru mana, cewek baru…. Kelihatan banget otak lo tuh isinya cuma cewek! Orang sibuk dikit aja, dikatain punya cewek, geblek lo!" sembur Damar tertawa, menoyor dahi temannya tersebut, seolah-olah tuduhan temannya itu sangat meleset dari apa yang saat ini tengah Damar tutupi. Padahal mah, betul. Dia bersikap diam, karena memang sedang menutupi hubungannya dengan Anggi.
"Lah, lo kan emang begitu orangnya. Ganti cewek, kayak udah ganti bulan di kalender aja. Tiap bulan ganti, tiap bulan ganti. Nah, bulan ini, siapa lagi?" tuding teman mereka yang lain, kali ini dibalas Damar dengan kekehan.
"Kali ini belum ada. Masih nyari." Katanya songong, lantas melihat jam tangan yang melingkar di pergelangannya.
"Yakin, lo masih nyari? Kok gue ngerasa--"
"Udah, pokoknya, lo tenang aja. Ini bukan masalah cewek, kok. Kalo pun nanti gue dapat cewek baru, gue pasti bakal kenalin pada lo semua. Terutama lo, Kan! Oke? Gue cabut dulu,"
Belum selesai Damar mendengar ucapan Arkan, dia sudah lebih dulu menerobos pergi, meninggalkan teman-temannya. Dia buru-buru, karena dia harus menunggu Anggi di persimpangan jalan, sebelum nanti perempuan itu naik angkot lebih dulu dan tidak pulang bersamanya.
Walaupun sekarang mereka adalah sepasang kekasih, Anggi tetap saja tidak begitu bergantung pada Damar kalau urusan pulang ke rumah. Mungkin, dia masih belum begitu percaya pada Damar. Jadi, dia pasti akan langsung naik angkot lebih dulu, kalau Damar belum tiba di persimpangan saat Anggi sampai di sana.
"Enggak kok, Kak. Aku nggak marah. Kalau Kakak mau antar aku, syukur, kalo enggak, ya nggak papa, loh…." Ucap Anggi tersenyum, saat Damar mempermasalahkan Anggi yang pulang lebih dulu menggunakan angkutan umum, dengan mengatakan Anggi marah kepadanya karena terlalu lama datang.
Dan apa yang Damar pikirkan, ternyata benar adanya. Saat dia tiba, dia sudah melihat Anggi bersiap untuk naik sebuah angkutan umum berwarna biru, dengan segerombolan anak lain yang juga akan masuk bersamanya.
"Nggi!" panggil Damar sedikit keras, sambil membunyikan klakson motornya.
Anggi yang merasa kenal dengan suara Damar, langsung menoleh dan tersenyum ke arahnya.
"Eh, Kakak udah datang?" cengir gadis itu polos, berlari kecil ke arah Damar yang ada di pinggir jalan.
Sambil memasang wajah ditekuk, Damar berkata, "Kamu ini, bandel! Suka nggak nurut sama aku, ya? Dibilang tunggu juga, malah mau naik angkot. Gimana, sih?" rungut cowok kesal melihat Anggi yang hanya tertawa mendengarnya.
"Maaf deh, Kak…. Kan aku udah bilang, aku pikir, Kakak nggak jadi datang, jadi--"
"Aku kan udah janji, sama kamu. Masa telat dikit aja, langsung mau kamu tinggal, sih!" omel Damar memotong ucapan Anggi, dan melihat gadis itu hanya tersenyum.
"Kamu harus ingat, Nggi. Aku, kalau udah janji, pantang buat mengingkari. Terlebih, itu sama pacar aku sendiri. Jadi, kamu nggak usah khawatir. Ngerti?"
Damar menatap Anggi dengan serius, dimana Anggi lagi-lagi merasakan jantungnya berdetak dengan cara yang tidak normal. Mungkin, kali ini dia harus mengakui kalau dia sudah benar-benar jatuh hati pada cowok tersebut.
"Iya, Kak. Ngerti," angguk Anggi patuh, langsung membuat Damar tersenyum dan merubah ekspresi sebalnya tadi menjadi terlihat senang.
"Ya udah, kalo gitu, naik. Aku antar kamu pulang. Keburu temen-teman aku lihat,"
❄
Semakin hari, hubungan Damar dan juga Anggi semakin terlihat intens. Hubungan mereka yang tadinya hanya sampai mengantar Anggi pulang ke rumah, kini jadi terlihat seperti sepasang kekasih pada umumnya. Jalan-jalan bersama, dan singgah untuk makan siang di luar bersama.
Bahkan, sekarang Anggi tidak takut lagi dengan peraturan ayahnya yang menyuruhnya untuk langsung pulang ke rumah, begitu jam sekolah selesai dibubarkan. Dia akan pergi bersama Damar, entah itu sekedar makan bakso, atau jalan-jalan naik motor cowok itu menghabiskan siang mereka.
"Anggi, akhir-akhir ini Papa lihat, kamu selalu pulang terlambat ke rumah. Ada apa? Apa ada masalah, sama sekolah kamu?" tanya Rian, ayahnya Anggi, di saat mereka makan malam bersama, seperti biasa.
"He? Ma--masalah sekolah, Pa?" ulang Anggi gagap, tidak siap ditanya seperti itu oleh ayahnya.
"Iya, masalah di sekolah. Soalnya, Mama kamu bilang, hampir dua minggu ini kamu selalu pulang telat ke rumah. Dan begitu nyampek, bukannya makan, kamu malah ngacir ke kamar dan nggak keluar sampek makan malam. Kenapa? Kamu ada masalah?" perjelas Rian lagi, lantas membuat Anggi merasa bingung setengah mati.
Anggi takut, kalau dia salah menjawab pertanyaan itu, ayahnya akan langsung tahu, kalau dia kini sudah punya pacar dan selalu menghabiskan waktu pulang sekolahnya dengan Damar. Ayahnya pasti akan mengamuk, dan bisa jadi mengurung Anggi di dalam rumah.
"Eng--enggak kok, Pa. Anggi… Anggi nggak ada masalah di sekolah, kok. Cu--cuma mungkin ya…"
Anggi yang didesak oleh keadaan untuk mencari alasan dengan cepat dan tepat, seketika memutar otak cerdasnya dengan mendadak.
"Ada les tambahan, Pa!" Katanya klise, yang seketika membuat Anggi hampir mengigit lidahnya merasa konyol.
Les tambahan? Oh, Tuhan…. Semoga saja, ayahnya percaya dengan omong kosong Anggi saat ini.
"Les tambahan? Kok kamu nggak ada bilang?" tanya Mira lagi, menimpali kerutan samar di dahi Rian, mendengar jawaban dari putri mereka.
"Selama ini, setiap kali Mama tanya kenapa pulangnya telat, alasan kamu selalu macet. Terus, kenapa sekarang malah jadi ada les tambahan? Yang bener mana, sih?" serang Mira lagi, seketika membuat Anggi mengutuk dirinya dalam hati.
Shit! Bagaimana ini? Kenapa ibunya jadi ikut campur seperti ini, sih? Biasanya juga, Mamanya suka sibuk dengan urusannya sendiri. Kenapa sekarang dia jadi ingin tahu urusan Anggi?
"Eng… itu, Ma… eng… sebenarnya selama ini, Anggi ada les tambahan di sekolah. Cuma… cuma ya, karena terlalu capek, setiap pulang, Anggi jadi langsung masuk kamar dan belum sempat ceritain ini ke Mama,"
Oke, tanpa sadar, Anggi yang polos, kini sudah berubah menjadi seorang Anggi yang pembohong. Hanya karena takut ketahuan berpacaran, dia jadi berbohong kepada ayah dan ibunya, yang biasa tidak pernah dia bohongi sedikitpun.
"Jadi, sekarang, kamu udah bisa ceritain ini ke Mama dan Papa?" tanya Mira menaikkan sebelah alisnya, pelan-pelan membuat Anggi menelan ludahnya susah payah.
"Ma--maaf," ucap gadis itu gugup, meminum segelas air yang ada di depannya.
"Jadi, les tambahan di sekolah kamu itu, adanya hari apa aja?" tanya ayah Anggi, membuat Anggi berpikir sejenak.
"Setiap hari, Pa."
"Hah? Setiap hari? Kok--"
"Iya, Ma, soalnya, sekarang Anggi kan udah kelas dua, jadi, untuk antisipasi kelas tiga nanti, sekolah udah mulai ngadain les tambahan dari kelas dua. Biar semua materi pelajaran di kelas tiga nanti, udah bisa langsung jelas dan nggak ada yang ketinggalan sedikit pun." Kilah Anggi menjelaskan, dimana dia sangat berharap kalau ayah dan ibunya akan percaya dengan semua ucapan Anggi saat ini.
"Jadi, maksudnya, sekolah kalian mau kejar materi pelajaran, gitu?" tanya Mira lagi, setelah ia berpikir sesaat.
"I--iya…. Begitulah, kira-kira tujuannya, Ma," angguk Anggi sekilas, tersenyum sealami mungkin, agar orang tuanya tidak curiga. Meskipun dia melihat ibunya akan percaya, bukan berarti di balik diamnya ayah Anggi, beliau juga percaya dengan semua ucapan anaknya itu.
"Berarti, kamu perlu uang tambahan doang, untuk membayar les tambahan di sekolah," kata Rian tiba-tiba, menatap serius pada Anggi yang bingung mendengarnya.
"Hah?"
"Les tambahan itu, emang nggak perlu bayar? Biasanya kan, kalo ada les tambahan gitu setelah pulang sekolah, orang tua juga harus membayar. Benar, nggak?"
Lidah Anggi rasanya kembali kaku untuk menjawab pertanyaan itu. Dia sudah berbohong satu kali soal kepulangannya yang selalu terlambat ke rumah. Sekarang, masa dia harus berbohong untuk yang ke dua kalinya? Mana ini menyangkut soal uang, lagi…. Anggi jadi tidak yakin untuk berbohong.
"Eumh… itu, Pa… Emh…."
Aduh, Anggi harus jawab apa, kalau sudah begini? Tidak mungkin, kan dia menjawab kalau les tambahan itu gratis? Bisa-bisa ayahnya akan bertambah curiga dan langsung mengetahui kebohongan Anggi soal les tambahan di sekolah.
"I--itu… Kalau itu, Anggi belum dengar sih, Pa, berapa…. Cu--cuma… besok Anggi bakal tanya lagi deh, sama pihak sekolah. Mungkin--"
"Nggak usah, biar Papa aja yang menghubungi pihak sekolah besok. Biar lebih--"
"E--eeh! Jangan, Pa! Jangan!" teriak Anggi refleks, mengagetkan ibu dan adiknya --yang sejak tadi makan dalam hening di sampingnya--, hingga menoleh aneh ke arahnya.
"Engh… ma--maaf, maksud Anggi…. Papa nggak usah repot-repot menghubungi pihak sekolah, cuma buat nanyain soal itu. Biar Anggi aja. Anggi juga bisa, kok nanyain soal biaya les tambahan."
Terlihat sekali Anggi berusaha menutupi kebohongannya dengan senyuman sok polos yang saat ini dia tunjukkan. Hanya karena tidak ingin ketahuan berpacaran, dia jadi berbohong pada keluarganya dua kali. Pertama soal les tambahan, dan sekarang soal biaya les tambahan. Apa yang akan dia katakan nanti, dia tidak tahu lagi.
Sambil mengangguk mengerti, Rian pun berkata, "Ya udah, kamu aja yang nanya,"
❄
Sebenarnya, Anggi sangat menyesal telah membohongi kedua orang tuanya. Terlebih ayahnya, yang sepertinya memang percaya dengan semua yang Anggi katakan soal les tambahan di sekolah. Namun, untuk mengaku pun, rasanya Anggi sangat takut. Dia tidak berani melihat ayahnya yang marah, dan menghukumnya jika itu terjadi.
Sepanjang malam, Anggi hanya bisa merenung. Haruskah dia memang berkata jujur kepada orang tuanya? Lalu, bagaimana kalau nanti ayahnya marah besar dan menghukum Anggi? Kira-kira, apa yang nanti akan dilakukan ayahnya Anggi kalau dia berbicara jujur, ya? Mungkinkah ayahnya akan memukulnya?
Tidak! Selama ini, semarah apa pun ayahnya Anggi, beliau tidak pernah memukulnya. Walaupun ayahnya itu terlihat sangat keras, tapi dia tidak pernah bermain tangan terhadap anak-anaknya. Selama ini, dia paling hanya mengurung Anggi atau pun Bagas, kalau ketahuan melanggar peraturan yang ayahnya buat. Sisanya, paling hanya dimarahi habis-habisan sampai mereka menangis di tempat.
Lalu, hukuman apa yang nanti akan diberikan oleh ayahnya, jika dia ketahuan berbohong soal sekolah? Mungkinkah ayahnya juga akan mengurungnya di rumah? Terlebih, dia juga sudah melanggar peraturan ayahnya yang melarangnya untuk berpacaran. Apakah dia akan disuruh putus dengan Damar? Tapi, Anggi kan masih sangat menyukai cowok itu. Malah, bisa dibilang, dia sudah jatuh cinta pada orang yang merupakan kekasihnya itu. Apa dia bisa, berpisah dari Damar karena masalah ini?
"Yakin, kamu mau jujur soal ini sama Papa kamu, Nggi?" tanya Damar ragu, saat dia dan Anggi makan di sebuah warung bakso, setelah pulang sekolah keesokan harinya.
"Itu dia, Kak…. Aku nggak yakin, sih…. Aku takut! Tapi, aku juga nggak bisa bohong terus-menerus sama Papa soal sekolah aku. Apalagi, kalo sampek Papa harus ngeluarin uang, buat les tambahan yang sebenarnya itu nggak pernah ada. Rasanya itu…." Anggi menghelakan napas berat dan menyeruput es teh manis dinginnya dengan perasaan yang bimbang.
Sekarang, mari kita sebut Anggi sebagai perempuan yang plin-plan. Tadi malam, dia sudah bertekad untuk tetap merahasiakan tentang hubungannya dengan Damar dari orang tuanya. Dan soal sekolah, dia mungkin akan mengatakan kalau biaya les tambahannya itu sekitar seratus atau seratus lima puluh ribu untuk satu les mata pelajaran. Dengan begitu, ayahnya tidak akan curiga lagi kepadanya dan bersikap seolah semua akan berjalan dengan baik-baik saja. Namun di pagi hari, niat hatinya yang tadi ingin terus melanjutkan kebohongan itu dengan baik, luntur tatkala perhatian yang diberikan oleh ibunya begitu besar terhadapnya. Beliau menyiapkan bekal makan siang untuk Anggi di sekolah, dan ayahnya pun memberikan yang saku tambahan untuk Anggi pulang lebih lama dari sekolah.
Sementara itu, Damar yang tahu kalau gadis yang saat ini tengah dipacarinya itu sangat polos, merasa bingung harus berbuat apa kepadanya. Menyetujui rencana Anggi untuk jujur, bukanlah suatu perkara yang mudah. Dia pasti akan langsung berhadapan dengan Arkan, yang entah kenapa membuat Damar merasakan perasaan tidak enak di dalam hatinya.
Arkan itu adalah sahabatnya. Sahabat baiknya, di mana Arkan adalah satu-satunya teman yang bisa membuat dia merasa nyaman untuk mencurahkan segala isi hatinya daripada teman-temannya yang lain. Dan apa jadinya nanti, kalau sampai Arkan tahu, Damar melanggar larangan Arkan untuk mendekati Anggi, bahkan sampai memacari adik sepupu dari Arkan itu?
Mendadak, Damar merasa wajahnya pasti akan langsung jadi sasaran empuk pukulan Arkan yang bertubi-tubi.
Tapi, memutuskan hubungan dengan Anggi juga, bukanlah suatu hal yang baik. Dia masih ingin bersama dengan cewek manis itu. Dia masih belum bosan. Atau lebih tepatnya, dia masih belum mendapatkan apa yang dia mau dari orang yang merupakan kekasihnya itu. Ya, meskipun dia harus bertarung dengan perasaan bimbang karena dia adalah adiknya Arkan, tetap saja perasaan tertarik kepada Anggi itu masih jauh lebih besar daripada rasa solidaritasnya terhadap Arkan.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
💕Nindi💕
Jadinya kaya backstreet gtu ya?
2021-11-03
0