16. Masa Lalu Raka (1)

(Beberapa tahun yang lalu)

"Sisil nanti malam jangan lupa!" ingat Intan padaku.

Sebenarnya aku enggan untuk sekadar datang untuk merayakan kelulusan. Acara wisuda kemarin saja masih membuat tubuhku lelah.

"Insyaallah, aku nggak bisa janji. Lagian kamu tahu kan, aku mager banget" ujarku, Intan nampak kecewa dengan jawabanku.

Sejenak aku berpikir, pesta ini bukan di club atau tempat dugem hanya di sebuah hotel yang dekat dengan rumahku.

"Ng, aku datang aja deh. Lagian ini yang terakhir buat kita kumpul-kumpul satu angkatan" jabawku sedikit tersenyum. Intan kemudian menatapku berbinar.

"Makasih Sil, kalau kamu nggak dateng. Aku nggak tahu mau ngobrol sama siapa. Kita cuma dua orang yang terjebak sama lingkungan perlente"

Aku mengangguk mendengarkan pernyataan Intan yang aku benarkan adanya. Aku hanya penerima beasiswa, Intan hanya anak pejabat desa.

Tetapi menurut mereka, kita hanyalah orang kampung untuk diperdaya.

"Aku pulang dulu, takut Ibu nyari. Tau kan kamu Ibu aku kayak gimana?"

Aku tersenyum menahan tawa, memang ibunya Intan ini sedikit sensi dengan diriku. Entah mengapa padahal aku tidak pernah berbuat jahat padanya.

"Iya, sana udah malam"

"Ngusir nih?"

"Lah? Tadi katanya mau cepet pulang. Nyonya besar marah kalau anak perawannya keluyuran malam"

"Ck, oke. Aku pulang dulu Assalamualaikum. Salam buat Ibu kamu"

Intan mulai menghilang diantara gelap malam. Cahaya bulan hanya menerangi langkah agar tak tersesat.

"Apa aku sudah buat keputusan yang benar?" pikirku kemudian menutup pintu.

Batinku sudah bercabang perasaan tak enak menelusup dalam hatiku. Berdoa saja semoga besok tidak terjadi apa-apa.

***

Sore tadi setelah adzan maghrib, Intan menjemputku dengan motir matic miliknya.

Harus aku akui, Intan memang cantik, kulit sawo matangnya mebuat dirinya terlihat eksotis untuk perempuan asia.

"Kamu cantik Tan" pujiku. Intan bersemu merah. Ah, aku selalu gemas melihat bagaimana Intan mudah tersipu tiap pujian yang ia terima.

"Kamu juga cantik banget. Pasti mereka pangling liat kamu kaya bidadari gini"

"Jangan memujiku!"

"Iya, Iya! Aku tahu kamu nggak suka dipuji karena cantik. Udah buruan naik pakai helm mu juga. Kena tilang mampus aku Sil"

Perkataan Intan yang terakhir membuatku tertawa. Logat jawanya sedikit terasa.

"Iya bawel! Ibu titip salam buat kamu. Sekalian bilang bawa balik anak Ibu jangan kemalaman"

"Njeh ndoro" setelah mengatakan itu, Intan melajukan motornya tidak sabaran. Aku sudah tahu tabiat Intan, hanya berdoa semoga nyawa kita berdua tidak melayang karena dia mebawa motor seperti orang kesetanan.

Sekitar sepuluh menit. Jalanan yang Intan pilih adalah jalan tikus, karena jalan besar macet karena malam minggu.

"Intan! Kamu mau sowan sama gusti Allah tadi? Ya Allah, jantungku mau copot rasanya" begitu turun aku langsung memarahi Intan. Aku belum mau mati muda dengan nyawa diantar sepeda motor matic.

"Hehe, kamu tahu aku gimana Sisil" cengiran khas Intan jika aku memarahinya tentang mengendarai motor.

"Yaudah, jangan ngambek. Kamu masih can.. Ups, kamu nggak awut-awutan kok"

Aku dan Intan akhirnya masuk kedalam hotel. Acara ini di selenggarakan oleh salah seorang anak orang kaya. Jadi semua fasilitas gratis.

Balroom yang sudah dihias sedemikian rupa memanjakan mataku saat menginjakan kaki disini.

Sama sekali mereka tidak ada yang mau melihat kearahku. Sejujurnya aku kasihan dengan Intan, dia dijauhi teman sebab utamanya pasti karena bergaul denganku.

"Aduh, Sil aku kebelet. Aku cari toilet dulu, kamu disini jangan kemana-mana oke!" aku melihat ke Intan, ia nampak menahan hasrat ingin buang hajat. Aku mnganggukan kepala meski berat sebelah.

Setelah Intan pergi, aku merasa kesepian diantara ratusan orang yang hadir. Atau aku yang pendiam dan tidak mengajak orang lain berbicara.

Saat tengah menikmati suguhan musik, seseorang menepuk pundakku. Refleks aku nenoleh dan mendapati Dion yang menatapku.

"Ah ada apa?" tanyaku menghilangkan gugup. Baru kali ini ada yang mau mengajak bicara padaku.

"Gue mau minta tolong! Anterin ini ke Raka, gue mau temuin Sasya dulu"

Aku menatapnya, ia minta tolong padaku. Perasaanku mengatakan akan terjadi hal yang buruk.

"Oh iya, Intan juga titip ini minuman kesukaan lo. Makasih" ujarnya kemudian memaksaku meraih gelas untukku juga untuk Raka.

Baiklah, akan aku indahkan permintaan tolong dari Dion. Aku menghampiri Raka yang berdiri sendirian dengan tatapan tajam menatap kearah Riana yang tengah bercengkrama dengan Adi.

Langkah gugupku mengawali semuanya, bicara pada Raka saja belum pernah. Dia adalah penyelenggara acara ini, dia termasuk keluarga Prakostama yang harus aku hindari.

"Raka!" panggilku pelan. Dia beralih menatapku tajam kemudian turun ke minuman yang ada ditanganku.

Dengan cepat ia meraih gelas yang tadi diberi Dion. "Itu dari Dion" setelah tandas meminumnya Raka memelototiku seolah berkata 'mati saja kau!.

"Sial! Kenapa tidak bilang tadi?" marahnya aku hanya menunduk.

"Kamu mengambil terlebih dahulu." ujarku mencoba membela diri.

Aku meninggalkan Raka beberapa langkah. Takut-takut dia mengamuk.

Aku meminum minumanku tanpa mensruh rasa curiga sedikitpun. Baru habis setengguk, badanku terasa sesak.

Kulihat Raka menatap ke arahku. Aku harus segera pergi, aku tahu sekarang yang terjadi dengan diriku.

"Obat perangsang!" gumamku. Berapa dosis yang mereka campurkan padaku? Aku segera berlari keluar gedung pesata.

Napasku memburu aku mencoba menahan diri di tembok luar gedung pesta yang masih di dalam lokasi hotel.

"Kamar mandi!" batinku, segera aku berdiri tegak. Namun cekalan pada tanganku menghentikan diriku.

Raka menatapku seperti tergiring hasratnya. Ini bahaya dan tidak boleh terjadi.

Belum sempat aku memberontak. Raka sudah menyeretku hingga langkahnya terhenti di sebuah kamar hotel ini.

Kesadaranku yang masih ada memberontak saat ia mencoba membawaku masuk ke dalam kamar.

"Raka"

Astaga, kenapa aku mendesah seperti tadi. Raka melihat kearahku dengan senyuman sinisnya.

"Kau juga menginginkannya bukan? Mari kita tuntaskan permasalahan ini" ujarnya kemudian dibantingnya tubuhku ke ranjang.

Tangannya mencekal kedua tanganku, sementara bibirnya menciumi tiap senti wajahku.

Aku memberontak namun tertahan oleh setiap ciumannya yang membuatku semakin mabuk kepayang.

Tangan satunya kini bergerilya bebas menelusup kedalam baju yang aku kenakan.

Ini salah!

***

"Berhasil! Kali ini lo berguna. Lo bisa gabung sama geng kita. Btw tengks Intan" seorang wanita dengan pakaian dress merah yang mencolok itu membelai pipi Intan dengan telunjuknya.

Kemudian ia meninggalkan Intan yang mematung, antara menyesal dan sesal.

"Maafin aku Sil. Setelah ini kamu boleh benci sama aku" Intan terduduk di parkiran menangis.

Ia berdiri kemudian menuju motornya. Bahkan helm Sisil masih ada di motornya.

Dengan tega, Intan menaruh helm intan ke tepi parkiran. Ia harus segera pergi sebelum rasa bersalahnya kian menyeruak dihatinya.

.

.

.

AN: Tentang Raka dulu yes! Besok baru Ardi.

Lanjut?????

Terpopuler

Comments

Nur hikmah

Nur hikmah

aduh ulah si intan nih....tega

2021-11-30

1

Yayoek Rahayu

Yayoek Rahayu

bener2 ya,,.teman bs menjerumuskan

2021-03-14

2

Rini Widyaningsih

Rini Widyaningsih

Hih...kok jahat gt sih teman temannya minta digundulin tuh rambutnya semua

2020-11-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!