6. Siapa?

Hanya satu hal yang terlintas dalam pikiran Ardi saat ini adalah, Winda. Ardi tidak mengetahui jika ada Winda melihat dirinya memberikan bunga pada Riska.

"Pasti Winda salah paham lagi!" ujarnya sambil mengejar Winda yang telah masuk ke dalam lift.

Sepertinya dewi keberuntungan sedang berpihak padanya, "Winda!" ujar Ardi pelan tetapi penuh penekanan.

Winda menyesali dirinya kini seperti orang bodoh yang memergoki suaminya. Ditambah tangisannya, entah kenapa Winda merasa sesak dalam hatinya.

Saat Ardi masuk ke dalam lift, digenggamnya tangan Winda. Ardi menatapnya, tetapi Winda terus menunduk melihat ke arah bawah.

Ardi tahu istrinya tengah menangis saat ini, diraihnya dagu Winda hingga wajahnya menghadap ke Ardi.

"Hei, jangan menangis" kata Ardi pelan sembari menghapus air mata di pipi Winda.

Winda hendak menepis, tangan Ardi sigap untuk mencekalnya.

"Lihat aku" pinta Ardi.

"Tidak mau, lepaskan tanganmu!"

"Tidak akan kecuali kau menatapku!" ujar Ardi menirukan Winda.

Akhirnya Winda menyerah, ia melihat dalam mata Ardi. Ardi tidak menyianyiakan moment ini.

Cup!

Satu kecupan mendarat di kening Winda.

Cup!

Cup!

Kecupan itu untuk kedua mata Winda yang terpejam.

Cup!

Ini lebih lama, Ardi mencium bibir Winda. Hanya lima detik, tetapi berhasil memporak-porandakan jantung Winda.

Ting!

Pintu lift terbuka, begitu juga Ardi melepas tangannya di kepala Winda. Kini beralih meraih genggaman tangan Winda.

"Kita harus bicara" ujar Ardi.

"..."

Winda tak bergeming, "Ayolah Winda! Jangan baper saat ini!" rutuk Winda dalam hati.

Tersadar jika Winda meninggalkan Dedi di atas. "Maaf, nanti malam saja. Aku masih banyak kerjaan" Winda melepaskan genggaman tangan Ardi.

Jika dipikir lagi, semudah itukah membuat Winda tidak marah lagi dengan Ardi. Hanya dengan kecupan dan ciuman.

"Apa perlu aku membuatnya marah setiap hari?" pikir Ardi.

Melihat Winda mengeluarkam ponselnya Ardi bertanya, tetapi Winda terburu keluar menjawab telpon.

"Maaf Dedi, mbak tunggu di parkiran ya"

"..."

"Iya, udah di lift kan?"

"..."

"Oke. Waalaikumsalam" ujar Winda mematikan ponselnya.

Winda berbalik, "Eh.." badannya sedikit terhuyung ke belakang sebelum Ardi memegang Winda.

"Akan aku antar" ujar Ardi membenarkan posisi tubuh Winda.

"Tidak usah. Kau pasti banyak kerjaan, lagi pula aku juga masih harus bekerja" tolak Winda.

"Mbak!" teriak Dedi.

Winda melambaikan tangannya, dan Dedi berlari ke arah parkiran motornya.

"Huh, pulang sekarang mbak?"

Winda mengangguk tanpa memedulikan Ardi yang seperti terbakar emosi.

"Aku akan menjemputmu" ujar Ardi sebelum Winda menggunakan helm.

"Aku bawa motor sendiri" jawab Winda mengenakan helmnya.

"Ayo Ded" Winda menepuk pundak Dedi. Dedi pun segera melajukan motornya meninggalkan Ardi di parkiran.

Setelah keluar dari parkiran menuju jalan raya, Dedi bertanya pada Winda. "Mbak nggak papa?".

"Udah kamu motoran yang bener aja. Nanti mampir dong ke warung bakso sebelum pertigaan" perintah Winda.

"Siap. Dedi ditraktir ya mbak"

"Oke"

***

"Pak Brama!" ujar Fani saat melihat atasanya kembali ke acara.

Ardi merasa moodnya tidak bagus sekarang. "Ada apa?" tanya Ardi langsung.

"Sekarang sambutan dari Pak Brama, mari Pak"

"Maaf, saya sedang tidak ingin diganggu sekarang" Ardi melonggarkam dasi yang bertengger di lehernya.

"Tapi pak.."

"Apa kamu tidak dengar!" kini Ardi meninggikan sedikit suaranya.

Fani langsung mengangguk, atasanya ini memang mempunyai tempramental yang buruk.

"Baik Pak"

"Jangan ada yang datang ke ruanganku. Sebelum aku persilahkan!" lagi, perintah itu di angguki oleh Fani.

Ardi kembali ke ruangannya dengan langkah lesu. Ia berpikir Winda sangat marah padanya, karena ia tidak memberitahukan jika Riska satu kantor sekarang.

"Aku akan menjelaskan semuanya nanti saat aku pulang"

Ia tidak mengacak mejanya. Ia masih berpikir logis, semua itu peralatan kantor. Meski tak seberapa, jika dilakukan terus menerus maka beban untuk peralatan akan lebih banyak.

***

"Selamat sore Bu Retno. Kami pamit dulu ya" ujar Sisil menyalami Bu Retno. Begitupun dengan karyawan lain, Winda dan lainnya.

Winda sudah menaiki motornya. Saat men-stater nya, tiba-tiba motornya mogok.

"Duh, mana anak-anak sudah pada pulang"

"Kenapa Win?" tanya Bu Retno.

Winda menoleh lalu menstandarkan motornya kembali. "Nggak tahu Bu, tiba-tiba mogok" jelas Winda mengecek ban motornya.

"Kamu taruh toko aja, pesen gojek atau grab gitu"

"Memang nggak papa Bu?"

"Ya nggak papa lah, Insyaallah aman kok. Sana mumpung Ibu belum pulang"

Winda pun mengarahkan motornya masuk ke dalam toko. "Makasih ya Bu. Jadi ngerepotin"

"Udah, kayaknya di depan ada yang jemput kamu deh Win. Ganteng loh Win, kalau suamimu bukan deh. Stelannya masih anak muda gitu" tutur Bu Retno.

"Siapa ya?" tanya Winda.

*

AN: Sedikit dulu ya, Alhamdulillah tugasku udah selesai. Jadi bisa up lagi, tapi masih tunggu minggu depan ya...

Komen dan Like jangan lupa.

:)

Terpopuler

Comments

nuning 29

nuning 29

mantan itu harus dibawa kepelabuhan untuk dihanyutkan.
bukan dibawa kepelaminan.

kwkwkwkwkkwkw

2022-06-25

0

Bibit Iriati

Bibit Iriati

pasti suaminya janjinya kan mo jemput

2020-12-11

3

Rini Widyaningsih

Rini Widyaningsih

Raka ya

2020-11-17

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!