"Terima kasih sudah mengantar sampai rumah, mau mampir?" tawarku.
Dia menolak halus, baiklah jika seperti ini tidak bisa ada paksaan lagi. Pun aku melihat mobil milik Ardi sudah terparkir dalam garasi.
"Makasih banget, nggak tahu mbak kalau tidak ada kamu" ujarku membenarkan tasku.
"Nggak usah sungkan, mbak juga udah Raka anggap kakak Raka sendiri" ujarnya tersenyum kepadaku.
Kadang aku bertanya-tanya, apa benar Ardi dan Raka saudara kandung. Kalau iya, sifatnya mengapa berbeda jauh sekali.
"Kenapa mbak?"
"Eh, nggak papa kok. Mbak masuk dulu ya. Assalamualaikum" pamitku membuka pintu mobil.
"Waalaikumsalam" jawabnya lalu melajukan kembali mobilnya.
"Huh" helaan napasku berat sebelum membuka gerbang.
Sampai di depan pintu, hendak aku membukanya Ardi sudah berdiri dengan tangan menyilang di dada.
"Assalamualaikum" salamku masuk rumah.
Aku enggan menatap Ardi, entahlah apa aku marah padanya atau yang lain-cemburu.
Ardi sudah menjawab salamku, tetapi matanya terus menatapku tajam. Ayolah, disituasi ini bukankah seharusnya aku yang marah sekarang?
Tiba-tiba Ardi berjalan mendahuluiku dengan helaan napas beratnya. Ada apa?
"Kok Ardi sudah pulang?" tanyaku dalam hati, melihat jam masih setengah tiga.
Aku acuh saja, mungkin pekerjaanya sudah selesai. Ardi berjalan menuju ruang kerjanya, dan aku masuk dalam kamar.
Membersihkan diri dan setelahnya turun ke dapur untuk memasak. Mungkin Ardi belum makan, "Ck. Mungkin sudah makan bersama Riska!" ujarku.
Setelah dipikir, kenapa Riska datang lagi? Apa mau menghancurkan rumah tanggaku yang baru seumur jagung?
***
Suasana di dalam kamar menjadi sangat canggung. Baik aku maupun Mas Ardi sama-sama enggan memulai pembicaraan.
Alhasil kami sibuk dengan ponsel masing-masing. Aku coba saja untuk mencairkan suasana.
"Win.."
"Mas" ujarku dan Mas Ardi bersamaan.
Kulihat dia meletakan ponsel di nakas dan berbalik menghadap ke arah ku. Kenapa aku jadi gugup.
"Ada apa?" ujar kami bersamaan lagi.
Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Kamu duluan" ujarnya.
"Mas saja yang duluan" ujarku tak mau kalah.
"Baiklah.." katanya membenarkan posisi duduk nya.
"Maaf"
Aku paham sekarang, "Sudahlah Mas, lagi pula dia rekan kerja Mas"
"Bukan begitu, Aku juga tidak tahu kalau dia yang menjadi manager keuangan baru" jelasnya.
Benarkah dia tidak tahu? Aku menelisik manik matanya, sepertinya ada yang di sembunyikan darinya.
"Serius, aku tidak mengetahuinya" mungkin melihat tatapanku yang meyelidik dia menegaskan perkataannya.
"Entahlah Mas, sulit untuk percaya. Tetapi, baiklah akan aku coba percaya padamu" ujarku menatap ke arah lain.
"Di antar siapa tadi? Bukannya aku menawarkan untuk menjemputmu. Tetapi kau malah pulang dengan entah siapa!"
"Aku diantar Raka. Tadi aku masih marah padamu, jadi aku tidak mau bertemu denganmu dulu"
"Kenapa harus Raka?"
"Memangnya kenapa? Dia adik kamu, otomatis aku juga anggap dia sebagai adik aku"
"Tapi dia mengaggapmu berbeda!"
"Tahu dari mana, Mas? Dia menganggapku sebagai kakaknya sendiri!" jawabku.
Apa-apaan dia tidak mempercayai adik nya sendiri. "Cih, omong kosong" katanya.
"Mas! Dia adikmu, dia adik iparku. Apa Mas cemburu?"
"Lalu? Apa kamu juga cemburu Win melihatku bersama Riska?"
"Mas!" ujarku dengan suara yang lebih keras.
"Oke, aku mau kita saling terbuka, Mas. Entah mengapa aku merasa kita terasa jauh. Aku atau Mas yang menciptakan jarak, sekarang kita bicarakan!" tegasku.
"Mas tahu alasan kenapa aku memutuskan hubungan dengan Mas?"
Mas Ardi menggeleng.
"Karena aku melihat Mas dengan Riska. Sebenarnya ada hubungan Mas dengan Riska?"
Mas Ardi diam sesaat, apa dia tengah berpikir bagaimana harus menjawab? Berarti memang mereka memiliki hubungan bukan?
***
Pagi ini, selesai sarapan. Kami sama-sama menyiapkan diri untuk bekerja.
Pembicaraan semalam hanya buntu yang ku dapat. Kenapa dia tidak mau menjelaskan padaku. Dengan begitu dugaanku akan semakin besar benarnya.
"Kita pergi bersama" ujarnya tanpa menatap ke arahku.
Ah iya, aku lupa jika motorku ada di toko bunga. Kenapa aku sampai lupa.
"Tidak usah" jawabku.
"Apa kau karena dijemput Raka?" tanyanya sinis.
"Tidak ada hubungannya dengan Raka!" ujarku.
"Sudah lah aku akan mengantarmu" putus Ardi.
"Baiklah" aku segera menutup pintu dan menguncinya.
Kemudian berlari ke gerbang membukanya, agar mobil alphard Ardi bisa keluar.
Selepasnya aku memasuki mobil milik Ardi itu. Sebenarnya, banyak koleksi mobil, aneh saja ia memilih mobil yang tidak biasa ia pakai.
"Ayo!" ujarku saat masuk dalam mobil.
Ponselku berdering, Sisil.
"Assalamualaikum, kenapa Sil?"
"..."
"Loh, Bu Retno sakit?"
"..."
"Oke-oke! Nanti siang aku akan menjenguknya. Waalaikumsalam".
Sambungan di telpon terputus.
"Mas, aku turun di lampu merah aja".
"Kenapa?"
"Putrinya pemilik toko sedang melahirkan. Jadi toko tutup hari ini" jelasku.
"Tidak usah turun! Ikut saja denganku ke kantor. Aku akan mengantar ke Rumah Sakit nanti!"
"Tapi Mas, pekerjaan Mas?"
"Aku mengajakmu juga agar kamu percaya Winda padaku, bahwa aku tidak ada hubungan dengan Riska!"
"Eh.."
.
.
.
AN : Bonus nih.. :)
Oh iya jangan lupa baca karyaku yanh lain.
One Night Accident.
Makasih yang udah baca. Jadi semangat untuk Up terus.
Ig : @anindynf_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Baby White
Aneh aja..banyak koleksi mobil tapi buka pintu gerbang bukan satpam atau pembantu😁
2022-11-21
0
fieth92
gantung lagiii....mslah nya g d clear n saat itu,bnyak rt yg ancur tuh gini,bnyak pasangan slingkuh tuh gini....ke jmn esema....
2022-03-08
1
ibah
Ceritanya bagus
2021-02-15
4