20. Culik 2

Sisa tenaga yang masih terdapat dalam tubuh Winda. Ia gunakan dengan sebaik mungkin.

Lelah, tentu saja. Hampir satu jam ia berteriak meminta tolong namun tak ada seorang pun yang datang.

"Ya Allah, tolong Winda!" lirihnya gemetar. Ia takut anaknya yang masih dalam kandungan bisa terancam nyawanya.

"Maafkan Bunda sayang" ia menunduk melihat ke arah perut yang mulai menonjol. Ikatan kencang pada pergelangan tangan yang ditarik ke belakang, membuat sakit sekitar bahu.

Tak!

Tak!

Tak!

Suara hentakan sepatu terdengar, ia yakin itu adalah orang. Ia mendongak melihat ke arah pintu yang terkunci itu.

"Tolong!" lirihnya sekali lagi.

Air matanya luruh, bisakah ia bertahan di situasi seperti ini. Bagaimana dengan Ardi? Apa ia akan marah.

Ceklek!

Pengelihatan yang kurang jelas karena menangis. Winda bisa menangkap siluet seorang perempuan yang mengenakan dress berwarna merah.

Perempuan itu mendekat ke arah Winda. Hingga Winda bisa melihat siapa yang ada dihadapannya sekarang.

"Selamat datang di neraka sayang!" ujarnya syarat akan kebencian.

"Kamu!" pekik Winda.

Perempuan itu tertawa pelan, melihat mangsanya lemah membuatnya merasa puas. "Kenapa? Menangis lah. Akan aku pastikan suara tangisanmu tidak ada besok!" Perempuan itu menuju belakang Winda, melakukan sesuatu di pergelangan tangan Winda.

Winda hanya mampu meringis dan memejamkan matanya. "Bodoh! Aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya ingin bermain-main sebentar dengan mu" ia membuka tali yang mengikat Winda.

Jari telunjuknya bergerak dari kepala hingga ke dagu Winda. Hal itu membuat tubuh Winda meremang, sampai saat dagunya ditarik paksa.

"Well, sepertinya selera Ardi memang buruk. Pakaian yang aneh dan dirimu yang buruk rupa" Winda termangu, netranya menelisik ke arah mata sang lawan.

"Tolong-" gumam Winda tak jelas.

"Apa?! Ulangi lagi! Aku ingin mendengarnya!" teriak perempuan itu sembari menarik lebih kencang dagu Winda.

"Tolong" suaranya kian mengecil seiring dengan tarikan kuat dari tangan perempuan itu.

Di hempaskannya dagu Winda hingga dirinya tersungkur ke bawah. "Awh, Ya Allah" ringisnya sambil menahan perut bawahnya.

"Tolong keluarkan aku dari sini!" pinta Winda bersunggut.

"Tidak, sebelum pemeran utama dari penculikan mu datang. Dio! Bawakan makanannya ke sini, aku tidak ingin wanita ini sekarat!" Perempuan itu berteriak ke arah pintu.

"Jangan mencoba kabur, karena pada detik kau melangkah keluar. Akan aku pastikan peluru menancap tepat di jantung dan perutmu" setelah berkata seperti itu, perempuan yang mengenakan dress merah meninggalkan Winda.

"Ini makanlah!" seorang pria dengan stelan hitam layaknya bodyguard itu memberi sepiring nasi dan laku.

Pria itu juga sebenarnya tidak tega dengan keadaan wanita yang sedang hamil itu. Ck, laksanakan perintah atau kepalamu yang akan jadi taruhannya! Ingat Pria bernama Dio.

Winda menggeleng, ia sudah tidak napsu untuk sekadar menyantap makanan. Ini sudah lebih dari jam dua belas pikirnya.

"Jam berapa sekarang?" tanya Winda membuat pria itu mengurungkan niatnya untuk segera keluar.

"Jam dua lebih" Winda mengangguk. Ia mencoba untuk berdiri.

"Tidak, aku tidak akan kabur!" sergah Winda.

"Apa aku boleh sholat?" tanya Winda sekali lagi. Dio hanya bingung dengan pertanyaan wanita ini.

***

Raka mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Daerah yang dituju memakan waktu satu jam.

Sedari tadi ia menahan gelisah, ia merutuki dirinya sendiri karena bisa ceroboh. Anak?

Dia sudah punya anak berumur lima tahunan. "Astagfirullah, ampuni hamba Ya Allah" ia mengusap rambutnya kasar.

"Sisil," gumam Raka.

Mengenai wanita itu, terbesit perasaan tak biasa. Apakah ia harus menikah dengan Sisil?

"Apa aku sudah jatuh cinta padanya?" batin Raka.

Gedung rumah sakit yang menjulang, tergolong kecil karena ada di pinggiran ibu kota. Seperti terasingkan meurut Raka.

Ia mengamati bangunan itu. Ia tidak boleh gegabah dalam bertindak, Raka kemudian mencoba untuk menata hatinya juga pikirannya.

Ia tidak boleh terbawa emosi, bahkan kejadian enam tahun lalu hampir Raka lupakan kalau saja ia tidak bertemu dengan Sisil di tempat kerja kakak iparnya.

Di sebrang gedung ini, Raka terus mengamati orang-orang yang berlalu-lalang. Netra coklat gelapnya menyipit kala melihat perempuan yang ia cari sembari mebawa tas ukuran sedang.

.

.

"Andini?" lirih Raka. Anak kecil yang ia lihat tergeletak lemah tak berdaya di ranjang rumah sakit wakt lalau.

"Anak? Arghh!" ia memukul stri mobil. Ia masih belum bisa mencerna keadaan.

Sadar, ia mengikuti kemana Sisil pergi dengan angkot yang berwarna itu. Menjaga jarak agar dirinya tidak diketahui oleh Sisil.

...

Kucukupkan sekian,

See ya!

Like dan comment :)

Terpopuler

Comments

Linda Dwi Novita

Linda Dwi Novita

mantap banget

2019-08-11

2

Linda Dwi Novita

Linda Dwi Novita

mantap banget

2019-07-31

2

Nurfadillah Dillah

Nurfadillah Dillah

semangat terus thor..

2019-07-31

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!