17 Pengakuan

Selepas Isya' dua keluarga itu mengunjungi Winda yang diketahui sedang mengandung itu.

"Ibu, kangen" Winda merajuk pada Ibunya.

Sembari mngelus pelan jilbab yang Winda kenakan, "Minggu kemarin kamu kan udah ketemu" .

"Iya, tapi udah kangen lagi" rajuknya sembari mendekap dalam pelukan ibunya.

"Malu sama yang lain. Tuh, kamu udah mau punya anak kok malah manja gini" yang lain pun terkekeh.

Seluruh keluarga menyambut hangat kehamilan Winda, cucu pertama mereka.

"Oh iya mas, Raka masih ada jadwal ya? Kok belum kelihatan" tanya Winda pada Ardi yang duduk di samping ranjangnya.

"Jam delapan dia kesini" jawabnya menahan rasa aneh yang menjalar.

"Memang ada apa sama Raka?"

"Oh, ada obrolan penting lah sedikit" jawab Winda pada maminya Ardi.

"Kak! hosh.." teriak Raka begitu membuka pintu.

Terlihat Raka yang terengah-engah seperti habis berlari. Kemudian ia berjalan sembari menetralkan jantungnya.

"Kakak cari aku?" Winda mengangguk.

"Kamu, datang-datang kok teriak!" Mami memarahi Raka yang bertingkah seperti tadi.

"Maaf, Mi. Raka kira ada apa gitu" jawabnya sembari mengusap telinga yang dijewer Mami.

"Ada apa kak?" ulang Raka. Winda menatap ke sekeliling, ini privasi.

Mereka mengerti kemudian berangsur keluar, kecuali Ardi. Ia tidak ingin istrinya berdua-duaan dengan adiknya yang satu ini.

"Kakak mau tanya sama kamu, tapi mohon jawab serius" Raka menduduki kursi yang tadi di tempati Ardi.

"Iya, tanya apa? Penting banget kayaknya" ujar Raka sembari tersenyum. Ardi siap dengan tatapan tajamnya.

"Kamu kenal Sisil?" senyum di wajah Raka luntur seketika, karena mendengar nama seseorang yang harus ia hindari.

"Iya" jawab Raka singkat.

"Huft, Kamu minggu minggu ini kan selalu datang ke toko bunga. Kamu bicara apa saja sama Sisil?"

"Aku ke toko bunga karena ingin melihat kakak"

"Sisil mau keluar. Kakak tahu alasan dia sebenarnya apa, kamu Raka!"

"Memangnya Raka kenapa?"

"Seharusnya kakak yang tanya ke kamu. Bicara apa saja kamu sama Sisil? Dan ya, dia merahasiakan sesuatu dari kakak"

"Mas, boleh aku keluar? Kebetulan Sisil sedang ada di rumah sakit ini"

"Tapi, kondisi kamu?" tanya Ardi cemas.

"Ng, boleh. Asalkan pakai kursi roda" Winda tersenyum melihat Ardi mengizinkan dirinya.

"Sisil sakit?" pertanyaan itu berasa dari Raka. Sedang Raka menrutuki dirinya kenapa pertanyaan itu meluncur bebas dari mulutnya.

"Kamu ikut kakak temui Sisil. Kamu akan tahu kebenarannya" Winda berujar dan bertingkah seperti ini bukan bermaksud ingin mencampuri urusan kedua orang itu.

Hanya saja ada yang perlu diluruskan dalam masalah ini. Dendam masa lalu itu membuat mereka berdua seperti ini, pikir Winda.

"Aku temani" Ardi mengambil kursi roda yang ada di pojok dan membuka. Winda turun perlahan, kepalanya masih sedikit pusing.

Raka terlihat enggan dengan perintah Winda, tetapi ada hal mengganjal agar hatinya tergerak menjenguk Sisil.

Begitu keluar ruangan, hanya tersisa Mami dan Ibu Winda. Yang lainnya menuju ke masjid untuk shalat Isya'.

"Mau kemana? Winda belum pulih total" cegah Mami pada Ardi yang tengah mendorong kursi roda.

"Winda mau jenguk teman, Mi" jawab Winda.

"Tapi.."

"Winda nggak apa-apa!"

Mami mengalah asalkan ia ikut untuk menjenguk teman Winda ini.

Raka dari tadi menetralkan denyut jantungnya. Bertemu Sisil membuat separuh dirinya hilang. Dan, dihantui rasa bersalah.

Sampai mereka di depan ruang Sisil berada. Samar-samar mereka mendengar perdebatan kecil antara dua orang wanita dari dalam.

"Sisil nggak mau, Bu"

"Tapi nak, Andini butuh sosok ayah! Tidak mungkin kamu menyembunyikan semua ini pada Andini. Kejadian enam tahun lalu kamu pikir ibu terima? Kamu diperkosa dan mengandung anaknya!"

"Sampai mati aku nggak sudi Bu! Biar Andini tahu kalau ayahnya meninggal!"

Mendengar itu, Raka sempat terdiam. Anak? Sisil? Kejadian enam tahun lalu?. Semua terngiang dalam benak Raka.

"Dia orang terpandang Bu, jauh berbeda dari kita. Bisa-bisa kita yang dipenjara" Suara Sisil yang terlihat menangis terdengar hingga di depan kamar.

Tanpa aba-aba, Raka segera memasuki kamar itu. Mami dan Winda terkejut melihat Raka yang seperti orang kesetanan itu.

"Ayo mas, masuk" pinta Winda.

Sisil dikejutkan oleh kedatangan Raka yang tiba-tiba. Dengan kasar Sisil mengelap air matanya.

Pandangan Raka tertuju pada anak yang terbaring lemah dengan wajah pucat. Tanpa sadar ia mendekat hingga tangannya ingin menyentuh kepala anak itu, segera Sisil menepis tangan Raka.

"Jadi?" Ujar Raka meminta penjelasan pada Sisil.

"Pergi!" Sisil berkata dingin. Namun, netranya menangkap seseorang yang masuk, Winda.

"Mbak Winda?" sapa Sisil menghiraukan Raka. Pandangan Sisil mencoba mengenal siapa saja yang datang.

"Makasih mbak udah dateng, mbak sakit?" tanya Sisil.

"Nggak kok, mbak cuma kecapekan aja. Itu anak kamu?"

"I.. Iya" Winda terkejut, Sisil sudah punya anak?

"Sakit apa?"

Sisil terdiam, ia tidak ingin orang lain mengetahui penyakit Andini. Cukup keluarganya saja.

"Demam" jawab Sisil.

"Oh iya, Ini Maminya Raka" Ujar Winda mengenalkan orang tua Raka pada Sisil.

Sisil terpaku, akhirnya ia hanya memberi salam seadanya. "Kamu kenal sama Raka nak?"

"Iya, dia teman sekolah Sisil dulu"

Ibunya Sisil menatap heran pada anaknya, siapa mereka?.

Mami mendekati Raka yang sedang mengamati Andini yang terbaring dengan wajah pucat.

"Benar-benar jiplakan kamu, Raka" tangan mami terulang menyentuh surai Andini.

Raka menegang, apakah ini hasil kesalahan enam tahun lalu?

"Sil? Apa dia..."

"Bukan! Dia anakku" Sisil masih enggan mengakui bahwa Raka adalah ayah biologis Andini.

"Jujur Sisil!" sentak Raka. Menggenggam erat tangan Sisil.

"Kalau dia kesalahan yang kamu perbuat, apa mau mu? Dia anakku!"

"Oke, aku paham! Dia anakku bukan?" jawab Raka.

"Anakmu? Sadar tuan Raka! Saya yang mengandungnya dan melahirkan. Bagaimana anda mengklaim Andini anak anda!?"

Mami terkejut dengan pernyataan Sisil, begitupun Ardi. Adiknya yang ia kenal tidak begitu nakal rupanya berbuat seprrti itu.

"Sisil! Kita bicarakan baik-baik di depan. Kasihan dia terganggu istirahatnya" Ujar Winda merasa kasihan.

Mami, Raka, Sisil, Ardi, dan Winda. Sudah berada di depan kamar inap Andini.

Sepuluh menit mereka saling diam. Tidak ada yang memulai pembicaraan.

"Nak, tolong jujur! Siapa ayah dari Andini?"

Sisil semakin menunduk, lidahnya kelu untuk mengatakannya.

Kediaman Sisil membuat Raka geram sendiri. Ardi kini menatap tajam Raka seolah siap menerkamnya.

"Raka" jawab Sisil lirih.

"Ya Allah" Mami mengusap dadanya, pengakuan wanita muda di depannya membuat hatinya tersentil.

"Anda tidak usah khawatir, kami akan menjauh dari keluarga anda! Kami sekalipun tidak ingin merasa saya memanfaatkan Andini maupun Raka" Sisil memberi jeda,

"Saya dan Andini akan pergi. Jadi kalian tidak akan merasa bersalah, lagi pun ini adalah salah saya" lanjutnya.

"Sisil!"

"Ada apa? Saya tidak akan meminta kamu tanggung jawab. Itu dulu murni bukan karena keinginan kita!"

"Tolong! Jangan ganggu kehidupan saya. Biarkan Andini tahu kalau ayahnya sudah meninggal, permisi" pukulan telak menghantam dada Raka, ia merasa tidak terima akan pengakuan Sisil jika dirinya akan dianggap meninggal.

***

Winda dan yang lain sudah kembali, Raka termenung di ruang tunggu Winda.

"Ada apa? Kenapa wajah adik kamu babak belur seperti itu?" tanya Papi pada Ardi yang masih menatap Raka tajam.

"Tanyakan saja padanya!"

Jawaban Ardi membuat, Papi meminta jawaban pada Mami yang menangis.

Keluarga mereka telah pulang karena sudah malam. Lagi pula Winda sudah tertidur.

Hanya tersisa orang tua Ardi dan kakak beradik itu.

"Raka! Mami harap kamu bertindak bukan hanya diam seperti tadi. Hiks, mami tidak mengajari kamu lari dari tanggung jawab! Mami benar-benar kecewa sama kamu"

Perkataan Mami membuat Papi bingung, "Katakan ada apa sebenarnya!" tegas Papi.

"Dia menghamili perempuan hingga mempunyai anak!" sahut Ardi.

"Raka!" pelan namun menyiratkan ketegasan.

"Kapan?"

"Waktu pesta kelulusan SMA. Di hotel Puri Asri. Raka dijebak itu murni bukan kesalahan Rak!"

"Astaga! Lalu kamu mau lepas tanggung jawab begitu saja?!"

"Kamu brengsek! Kamu meninggalkan perempuan itu setelah kamu tiduri?!".

.

.

.

.

.

.

.

.

AN : :(

Terpopuler

Comments

miming mink

miming mink

lanjut

2020-10-08

1

Raya Santi Raya Santi

Raya Santi Raya Santi

kirain gantung cerita nya thor,tp kalo lagi ada kendala nggk apa-apa aku pasti tunggu kok,yg penting author nya sehat slalu biar update nya lancar .

2019-07-28

3

dee_15

dee_15

Harus lanjut nih? tunggu yhaaa... :)

2019-07-28

7

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!