Riska, dan Riska yang ada di pikiran Winda. Kenapa mantan sahabatnya mengirim foto dirinya tengah bersama Ardi.
Winda ingin mengklarifikasi hubungan apa antara Ardi dan Riska.
Malam tadi, Ardi ada panggilan mendadak dari kakeknya. Winda tidak ikut karena Ardi memaksanya untuk tetap di rumah.
Pagi ini bahkan Ardi belum menunjukan batang hidungnyam. Memberi kabar setidaknya, tetapi tidak dilakukan oleh Ardi.
Winda hanya memasak seadanya, hari ini ia harus berangkat pagi karena ada pesanan rangkaian bunga yang banyak.
Selesai sarapan, Winda keluar rumah tidak lupa ia meninggalkan note di lemari pendingin.
Mengendarai motor scoopynya. "Sampai detik ini. Aku tidak percaya jika aku menikah dengan mantanku sendiri" pikir Winda sembari berkendara.
Beruntung rumah yang Ardi miliki memiliki jarak tempuh dekat dengan toko bunga tempai Winda bekerja. Berbeda dengan saat Winda tinggal dengan orang tuanya. Jarak tempuh hampir memakan waktu setenga jam.
Lima belas menit berkendara. Winda sampai di tempat ia bekerja. Di sana sudah ada pemilik toko, Bu Retno. Sosok ibu yang baik hati meurut Winda.
"Asslamu'alaikum, Bu Retno!" sapa Winda setelah memarkirkan motornya.
Bu Retno berputar arah, melihat siapa yang memanggilnya. "Waalaikumsalam. Wah, udah cukup nih cutinya?" goda Bu Retno saat Winda menyalami tangannya.
Winda kikuk hanya tersenyum, "Bosen malah Bu" tutur Winda memasuki toko sembari megambil peralatan lainnya.
"Masa sih, pengantin baru kan lagi lengket-lengketnya" Winda tersenyum miris.
"Suami saya lagi ke luar kota. Jadi seminggu Winda bosan di rumah" tutur Winda.
"Wah, belum ehem-ehem ini mah" goda Bu Retno lagi.
Winda hanya tertawa, "Ada deh, Ibu kepo ya.." ujar Wina.
Bu Retno ikut tertawa saat Winda tertawa, "Oh iya, ada yang minta karangan bunga. Nanti jam sebelas harus sudah dikirim ke Prakostama Grup. Bukanya itu punya suamimu ya?".
"Iya, ada acara apa sih bu?"
"Katanya sih penyambutan buat karyawan atau apa gitu. Kamu nanti yang ngantar ya, sama Dedi kok" Winda mengacungkan dua jempolnya.
"Sisil mana Bu?" tanya Winda mencari keberadaan Sisil.
"Lagi beli bahan-bahan yang kurang. Ini tolong kamu buat bucketnya ya. Ibu ada tamu sebentar" Bu Retno meninggalkan Winda yang tengah menyiapkan bunga yang sedang ditata sedemikian rupa.
Winda mengambil alih tugas yang diberikan oleh Bu Retno. Dengan telaten ia membentuk rangkaian bucket bunga itu dengan indah.
🍃🍃🍃
"Pagi pak!" sapa Fani kala melihat atasanya sudah berdiri di depan ruangannya.
"Pagi Fan, apa jadwal saya hari ini?" tanya Ardi memastikan.
"Tidak banyak, hanya meeting dengan direksi jam sembilan nanti. Selepasnya tidak ada. Oh iya, penyambutan manager keuangan baru di lakukan jam sebelas" jawab Fani.
"Berarti masih ada waktu untuk mempersiapkannya" batin Ardi tersenyum.
"Bapak kenapa?" Fani bingung yang melihat atasanya tersenyum seperti itu.
Sadar, "Tidak, kamu lanjutkan saja pekerjaanmu" tukas Ardi kemudian menuju ke ruangannya.
Fani mengangguk dan memulai aktivitasnya yang super sibuk luar biasa.
Setelah meeting berlangsung, Ardi hanya disibukan beberapa berkas yang masih perlu ia evaluasi lagi dan ia tanda tangani.
Memang menempati posisi puncak bukanlah mudah. Sebuah beban berat dengan ribuan karyawan di bawahnya. Salah sedikit saja bisa-bisa perusahaan yang dibangun Papanya akan mengalami kemunduran.
Kemunduran tidak boleh dan tidak tercatat dalam kamus Ardi. Setiap harinya harus ada peningkatan meski setengah persen.
Sebentar lagi ada penyambutan manger baru yang di rolling dari anak cabang perusahaan Ardi di Surabaya.
Ardi menghela napas, Riska adalah seorang manager baru itu. Ardi gusar sendiri sekarang. Kalau Winda sampai tahu bisa-bisa ia marah dan mendiamkan Ardi.
"Kenapa aku lupa jika itu Riska!" teriakan yang tertahan oleh Ardi.
Memang saat di Surabaya kemarinnya, Ardi dan Riska bertemu untuk membicarakan pemindahan Riska ke kantor pusat.
Bukan Ardi yang menginginkan, itu adalah kebijakan dari pusat sendiri yang me-rolling manager atau karyawan.
Meski Ardi pemimpinya, tetap itu keputusan sebelum Ardi menjabat sebagai pimpinan.
Setengah jam lagi acara penyambutan dan pelepasan manager akan dilaksanakan. Ardi sudah selesai dengan berkas-berkasnya.
Winda tengah tergesa-gesa memasukan bucket bunga yang akan ia kirimkan pada kantor suaminya.
"Dedi, kamu udah panasin motor kan?" tanya Winda sembari menata beberapa bucket bunga.
"Sudah mbak, berangkat sekarang?" Winda mengangguk lalu berpamitan pada Bu Retno.
"Lets go..." ujar Dedi mengenakan helmnya.
Perjalanan mereka dimulai, Winda sedikit kewalahan membawa keranjang itu di sisi kanan kirinya.
"Mau taruh di depan mbak?" teriak Dedi.
"Iya?" Winda memang tidak mendengar jelas.
"Ituuu mau ditaruh di depan sini?!" teriak Dedi lagi.
Winda ber'oh' ria. "Nggak usah" Winda menimpalinya juga dengan teriak.
Lima belas menit lagi pukul sebelas. Winda sedikit gusar jika terlambat. Namun, pada akhirnya lima menit kemudian mereka berdua sampai.
"Wah, besar ya mbak gedungnya" Dedi melepas helm sambil melihat dari atas ke bawah gedung itu.
"Iya, nih tolong pegangin" Winda menyerahkan keranjag itu supaya bisa melepas helmnya.
"Mbak nanti mau mampir ke sini nggak? Ngobrol sama suami atau gimana?"
"Nggak tahu Dedi, aku juga lagi males ketemu".
"Pengantin baru kok males. Adanya yang males itu males kerja bawaanya pengen barengan terus" ujar Dedi.
"Ngaco kamu, masih kecil!" Dedi berumur sembilan belas tahun. Bekerja bersama Bu Retno untuk sambilan untuk biaya kuliah.
Sampai di depan gedung, mereka disambut oleh satpam. "Siang bu Winda" Winda tersenyum membalas sapaan satpam itu.
"Wih, mbak terkenal ya?" Dedi mulai.
"Huh!" Winda mendengus kesal.
"Permisi kami mengantarkan bunga" Winda menuju resepsionis.
"Siang, silahkan menuju lantai sembilan" jawab resepsionis tersebut.
Winda dan Dedi bergegas lima menit lagi jam sebelas. Mereka menaiki lift. Setiap karyawan yang berpapasan dengan Winda selalu menyapa.
Juga ada yang mencemooh Winda yang masih bekerja sebagai pengantar bunga.
Tiba mereka di lantai sembilan. Beberapa orang terlihat ramai dan menggerombol.
"Ah sudah sampai rupanya" Fani mendekat ke arah Winda.
"Eh, Fan. Iya ini pesananya" Dedi dan Winda menyerahkan bunga itu pada Fani.
"Makasih ya" ujar Fani.
Ardi mendengar bisik-bisik orang yang menyebutkan istrinya. Ia mencari ke penjuru arah.
"Itu istrinya Pak Brama?"
"Iya, kok kerja di toko bunga" bisik-bisik syaiton lainya terdegar di telingat Ardi.
Ardi menemukan Winda. Tapi tangannya di cekal oleh Fani. "Pak, acaranya sudah di mulai. Sebentar lagi bapak bisa menemui bi Winda" ujar Fani.
Ardi megurungkan niatnya. Bagaimana jika Winda melihat Riska.
"Riska!" gumam Winda melihat seseorang tak jauh darinya. Di sebrangnya ada Ardi yang tengah membawa bucket bunga.
"Apa Riska bekerja di sini?" ujarnya pelan.
"Kenapa mbak?" tanya Dedi bingung.
Winda tak menjawab Dedi, ia terus menatap pemandangan di depannya. Di mana Ardi tengah memberikan bunga pada Riska.
Detik itu juga Winda segera pergi berlari menuju lift. "Mbak Winda!" teriak Dedi yang keras membuat beberapa orang melihat ke arahnya.
"Apa Winda melihatku?!" tanpa memerdulikan keterkejutan mereka. Ardi segera berlari menuju lift.
"Winda!" teriak Ardi.
.
.
.
Bersambung...
(Hiatus?)
Koment yang banyak donk 😁. Nggak maksa sih tetapi, aku mau berhenti dulu. Ya bahasanya hiatus. Nggak lama kok...
See u next....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Sakur Sakur
buanglah mantan pada tempatnya😂
2022-10-04
0
fieth92
emang ini alur ny sh,klo lgsg jjur g jd ni novel,tp aku tuh bnci ma laki yg bertele tele...knpa g d jlasin aja ch,pke so mesterius,kn jd bukan pria idaman klo gini cerita nya🤣🤣🤣🤣
2022-03-08
0
fieth92
sadar,tidak??
2022-03-08
0