Suara bising kendaraan tak mengganggu aktivitas seseorang. Tak terkecuali Winda, ia sudah selesai berbelanja kebutuhan dapur bersama Bi Inah.
Ardi sudah mewanti-wanti agar Winda pulang sebelum jam dua belas siang. Takut terkena panas dan nanti kelelahan. Jam belanja pun Ardi batasi, dua jam tidak lebih!
"Bi, Winda ke toilet dulu ya. Tunggu di parkiran aja!" perintah Winda. Bi Inah mengangguk dan segera mengambil beberapa kantung belanjaan di tangan Winda.
"Siap Non, jangan lama-lama ya non. Takut tuan marah, hehe" perkataan Bi Inah membuat Winda terkekeh.
"Iya, ya udah aku pergi ke toilet dulu" selepasnya Winda bergegas menuju toilet mall yang ada di lantai satu.
Sebelum berbelok ke lorong toilet, ia merasa jika ada seseorang yang mngikutinya.
"Ah, perasaan aja mungkin!" Winda mencoba menepis pikirannya, saat ia melihat ke belakang. Tidak ada seorang yang mencurigakan, Ia bernapas lega.
Kurang lebih lima menit ia berada di dalam toilet. Winda menuju ke kaca toilet, menata kerudung dan bajunya.
"Mpphh!" sergapan dari belakang secara tiba-tiba. Winda meronta tidak bisa berteriak karena mulutnya ditutup dengan sapu tangan.
"Emmphh!" Winda memukul tangan yang membekap mulutnya. Sebisa mungkin ia tidak menghirup udara dari sapu tangan itu.
Terlambat, Winda yang memberontak kian melemah. Kesadarannya berkurang, tubuhnya kini di topang oleh perempuan yang menyergapnya.
"Dasar lemah!" hardik Perempuan itu. Sejurus kemudian beberapa orang berpakaian serba hitam masuk ke dalam toilet.
***
Ardi tengah sibuk dengan berkas-berkas yang berhubungan dengan pengajuan kerjasama. Pikirannya tertuju pada rumah, Winda.
Fani cuti karena sedang sakit, ia dibantu oleh asisten sementaranya.
"Anton, tolong suruh Manager Pemasaran ke ruangan saya!" Anton yang kebetulan ada di dalam ruangan itu, mengangguk dan pamit keluar.
"Korupsi? Cih, dasar tikus yang rakus!" ia meremas kertas yang baru saja ia baca.
Selang beberapa menit, seorang pria berusia berkisar empat puluh lima tahun itu masuk dalam ruangan Ardi.
"Permisi pak, bapak panggil saya?"
"Silahkan Duduk!" tegas Ardi.
Hardi, sang manager pemasaran itu. Menurut data perusahaan, pria ini sudah mengabdi diperusahaan selama lima belas tahun.
"Berapa fee yang anda dapat?" tanya Ardi langsung. Ia melihat raut wajah bingung dari Hardi.
"Maksud bapak?" tanya Hardi, ia mencoba sopan pada atasannya.
"Kenapa anda menyetujui kerjasama periklanan, yang saya saja masih mempertimbangkannya. Saya pikir fee yang anda dapat lebih dari cukup untuk anda mngundurkan diri" sindir Ardi, ia melihat raut wajah yang terlihat menegang sesaat kemudian tersenyum sinis.
"Saya tidak mengerti. Dan mebgenai iklan itu, bukankah saya sudah bekerja lebih dari sepuluh tahun. Untuk apa saya meminta pendapat dari Anda?!" jawab Hardi dengan nada gugup dan melawan.
Ardi tersenyum kecut, tikus-tikus perusahaannya tidak akan menjadikan perusahaan bangkrut. Dasar!
"Ini, laporan keuangan yang masuk ke rekening anda selama setahun terakhir" Ardi menunjukan kertas yang sempat ia remas tadi.
"Dan ya, silahkan anda buat surat pengunduran diri anda. Anda tahu? Kerjasama iklan ini kita adalah pihak yang rugi. Anda melakukannya sudah hampir delapan kali untuk memperbarui kerjasama itu. Besok saya tunggu suratnya sebelum saya pecat secara tidak terhormat!" ancam Ardi.
"Tidak bisa begitu! Saya sudah berkontribusi lebih untuk perusahaan ini. Sepuluh tahun lebih, dan saya rasa tidak adil untuk pengunduran diri saya. Seharusnya saya naik jabatan menjadi direktur pemasaran!"
Ardi geram sendiri mendengar pria itu berbicara. Beraninya dia menentang dirinya.
"Hah? Berkontribusi lebih bapak maksud? Setiap bulan kerugian di bagian pemasaran hampir satu miliar. Padahal saya selalu mematokan target divisi pemasaran"
"Itu bukan saya!"
"Oh ya? Lalu kertas itu buktinya dana untuk pemasaran bapak ambil seperempat dari yang harusnya dikelola untuk pemasaran dengan baik"
"Cukup!" Ardi mengankat tangan keudara. Bermaksud agar Hardi berhenti menjawabnya, sungguh rasanya ia ingin mendebat dan membabat orang yang ada di depannya ini.
"Saya tunggu surat pengunduran dirinya. Pesangon sudah anda terima dari fee yang anda dapatkan itu! Silahkan keluar!" selesai mengatakan itu. Hardi bergegas keluar dari ruangan Ardi.
***
"Eungh.." lenguh Winda, kepalanya terasa pening. Apalagi posisi tubuh yang diikat di kursi.
Matanya mengedar ke segala arah. Ruangan yang gelap dan pengap, ia hampir saja memuntahkan isi perutnya.
Bergerak-gerak mencoba melepas tali yang mengikat tubuhnya.
"Tolong!"
"Tolong!" Ia berusaha meminta tolong, sepertinya ia berada di bangunan kosong yang jauh dari keramaian.
.
.
.
Next Komen.
Next Like.
Next Favorit.
Next kah? Atau sampai disini ajhaa :)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Elni Rivia
riska tu yg culik
2021-11-27
1
Noni Kartika Wati
jangan sakiti Winda Thor kasian lagi hamil
2021-11-07
1
Amie chie
mungin Riska yang menculik winda
2021-04-02
2