Gagal rencana

Tepat seminggu usia pernikahan Ardi dan Winda. Ardi telah memboyong Winda ke rumah mereka setelah menginap semalam.

Siangnya mereka langsung  memutuskan untuk segera menempati rumah mereka.

Sebenarnya bukan mereka tapi, Ardi sendiri yang membuat keputusan. Winda hanya bisa pasrah, "Turuti apa perkataan suami" wejang Ibunya.

Dan kini, Winda tengah menikmati hari terakhir cutinya selama seminggu.

Winda bekerja di toko bunga 'Gardenia nama tokonya. Sudah beberapa bulan yang lalu Winda bekerja setelah keluar dari Bank.

Sayang kan? Tapi Winda hanya ingin menikmati harinya dengan baik. Bukan dengan tumpukan kertas dan uang yang membuat matanya panas.

Sudah lima hari pula Ardi tidak pulang ke rumah. Winda sih biasa saja, yang terpenting Ardi tidak meminta haknya.

Tapi, hal yang paling merepotkan adalah saat Ardi meminta Winda mengirimkan barang tertentu selagi Ardi ada di luar kota. Benar-benar merepotkan pikir Winda.

"Ah, aku bosan!" gerutu Winda. Membenarkan jilbabnya dan membuang bungkus kacang kulit yang telah habis.

Omong-omong soal hati, Winda juga masih bingung dengano perasaanya terhadap Ardi. Terkadang dia masih membenci, juga terkadang dia jatuh hati.

Kling!

Ponselnya berdering, ada notifikasi pesan dari aplikasi yang bernama Whatsapp.

"Nomor siapa ini?" kerutan samar di dahi Winda tercetak.

"Abaikan saja!" diletakannya ponsel itu dan ia menuju ke dapur mengambil minum.

Setelah kembali dari dapur, notifikasi itu berbunyi lagi. "Baiklah, akan aku buka" Winda memposisikan dirinya di sofa.

Diambilnya kembali ponselnya. Membuka pola ponselnya. "Ck, sinyal atau dataku yang habis? tunggu sepertinya Ardi memiliki wifi di rumahnya. Nah, asik nggak disandi" senyum Winda.

Senyum itu sirna seketika saat foto yang dikirim membuat Winda diam. Itu Ardi, dan seorang perempuan yang duduk di sampingnya.

"Riska..." gumam Winda lirih. Ia mengenalnya, dengan gelang persahabatan mereka dulu yang ada di pergelangan tangan perempuan itu.

"Bahkan balas dendamku belum tersampaikan karena Ardi si brengsek itu keluar kota. Ada hubungan apa Ardi dengan Riska?" pikir Winda. Ia membanting ponselnya di sofa.

Mengambil napas dan mengeluarkannya. Perlahan air matanya keluar, jika dulu ia memergoki mereka tengah makan bersama dan Winda meminta putus. Lantas apakah sekarang Winda meminta cerai?

"Jangan nangis, Winda! Kamu nggak boleh cengeng!" ujar Winda menyemangati dirinya sendiri.

"Dasar mantan! Mantan itu tempatnya di tong sampah!" ketus Winda mematikan tv dan membereskan beberapa bungkus makanan yang ia cemilan tadi. Selepasnya ia masuk ke kamar.

Menghubungkan laptop dengan wifi di rumah Ardi. Jika begini, Winda harus menonton film horor, agar sedihnya hilang.

***

"Kenapa Winda tidak bisa dihubungi?" tanya Ardi bingung. Siang ini Ardi akan pulang dan menghubungi Winda ingin meminta oleh-oleh apa.

Tapi, sejak pertemuan tak terduga Winda juga tidak bisa di hubungi.

"Kamu buat aku khawatir, Winda tolong angkat telponnya!"  Ardi mondar-mandir sendiri di kamar penginapan.

Pekerjaanya kali ini telah selesai, dan Ia sukses bekerja sama dengan salah satu perusahaan kontruksi terbesar untuk membangun hotel dan resort di beberapa tempat.

"Pak! Keberangkatan kita satu jam lagi!" ingat Sekretarisnya Feni di luar sembari mengetuk pintu.

Ardi mematikan panggilan yang tak terjawab itu. "Iya, tolong kamu cari oleh-oleh apa saja di depan sana. Ini atm saya!" suruh Ardi membuka dompet dan menyerahkan atm pada Fani.

Fani mengangguk, dan segera keluar mencari oleh-oleh yang diperintahkan Ardi.

Ia ingin menghubungi pembantunya, tapi ia lupa jika pembantunya sedang cuti karena suaminya meninggal dunia.

"Ck, Winda! Hanya dengan kamu tidak menjawab telponku dan tidak membalas pesanku kamu berhasil membuatku panik" Ardi mendudukan pantatnya pada ranjang, memijat pelipisnya.

"Apa Winda ketiduran?" pikir Ardi.

"Ah tidak mungkin, bahkan ini masih jam sepuluh pagi! Lalu di mana Winda?" Ardi semakin kesal sendiri dengan pemikirannya.

Setelah Fani kembali, mereka segera menuju bandara untuk keberangkatan dari Surabaya ke Jakarta. Tentu saja kelas bisnis.

Dalam perjalanan Ardi merasa tidak tenang, apalagi setelah bertemu sahabat Winda. Entahlah, Winda masih menganggap Riska sebagai sahabatnya atau bukan.

"Ada apa, Pak?" tanya Fani yang melihat atasannya gusar dengan duduk tidak tenang.

Ardi melihat ke Fani, "Winda tidak bisa dihubungi" ujar Ardi mengecek ponselnya sekali lagi.

Fani hanya meringis melihat atasannya. Beruntung atasanya sudah menikah, kalau belum selalu saja Fani dijadikan sasaran untuk meluapkan masalah.

"Mungkin sedang tiduran, Pak" jawab Fani.

Ardi menganggukan kepalanya, ia ingin istirahat sekarang walau sebentar. yang terpenting, pikirannya jernih dahulu.

***

Pukul dua belas, adzan dzuhur berkumandang. Winda yang mendengar langsung menge-pause tontonannya.

Melaksanakan kewajibannya, selesai itu ia lanjut lagi menonton film horornya.

Ia bukan maniak film horor. Hanya saja jika menonton film itu beban pikirannya sedikit berkurang.

Satu jam lebih ia gunakan untuk menonton film itu hingga kini tertidur pulas di meja. Laptopnya masih menyala dan menampilkan adegan dimana hantu itu muncul di layar.

Winda sampai tidak mendengar ketukan pintu depan oleh Ardi yang sudah pulang dari perjalanan bisnisnya.

"Ck, di mana dia sekarang?" Ardi masuk dengan kunci cadangan ia naik ke lantai atas. Begitu ingin memasuki kamarnya ia mendendengar teriakan seseorang.

Segera saja ia membuka kamarnya, ia terkejut melihat Winda yang tergeletak di meja.

Ia mendekat ke arah Winda, melihat ke arah lapotop yang menyala. Salahkan Winda yang menyetel film meggunakan speaker tambahan miliknya.

"Tsk, menyebalkan! Winda bangun" Ardi mengguncangkan sedikit tubuh Winda.

Winda sama sekali tidak merespon, hanya memalingkan wajahnya menghadap ke arah Ardi.

"Apa dia habis menangis?" Ardi terheran dengan mata sembab milik Winda.

Ardi teringat sesuatu, film horor. Film yang dulu sering Winda tonton saat dilanda banyak pikiran.

Ardi meletakan tas kerja juga oleh-oleh yang ia bawa di meja samping laptop itu.

"Apa yang membuatmu banyak pikiran Winda?" gumam Ardi membopong Winda ke ranjang.

Kemudian Ardi menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya yang terasa lengket dan berkeringat.

Sepuluh menit Ardi habiskan untuk ritual mandinya. Winda terganggu dengan suara kran air. Ia terbangun, "Siapa yang memindahkanku?" gumamnya mengamati sekitar.

"Ah, Ardi!" pekiknya kala melihat tas Ardi dan kantung kresek besar ada di meja.

"Kepalaku pusing, apa karena aku menangis tadi! Kenapa sih harus memikirkannya!" Winda megacak rambutnya.

"Eh, di mana jilbabku?"

"Aku buka tadi" jawab Ardi setelah keluar dari dengan kaos dan celana selutut.

"Kenapa memikirkanku? Kangen?" tanya Ardi mendekat dengan masih memggantungkan handuk di bahunya.

Winda was-was. Ia masih belum bisa jika rambutnya di lihat oleh Ardi, meski Ardi adalah suaminya sekarang.

"Cih, tidak!" ketus Winda. Ia berdiri kemudian menuju ke kamar mandi. Kantung kemihnya perlu ia kosongkan.

"Benarkah? Lalu kenapa kamu menangis?" tanya Ardi penasaran.

Winda kemudian melihat ke cermin. Matanya terlihat memerah dan sembab. Ardi sialan!.

"Aku hanya terbawa suasana saat menonton film" jawab Winda asal.

"Sejauh yang aku tahu, setiap kamu menonton film horor pasti berakhir dengan tersenyum. Tetapi, kali ini kamu menangis"

"Ish, memang karena film itu menyedihkan. Sudahlah aku sudah tidak tahan" Ardi tersenyum samar, Winda sungguh nyata di depannya. Malah kini Winda telah menjadi istrinya.

Melihat Winda keluar dari kamar mandi. Ardi membuka oleh-oleh.

"Ini aku bawakan oleh-oleh untukmu" Ardi memberikan kotak entah apa itu isinya.

Winda masih terlihat masam wajahnya, "Kenapa tidak jawab telponku?" Ardi menduduki kursi. Kamarnya memang terlampau luas. Winda saja enggan berjalan dari pintu ke ranjang.

"Mati" jawab Winda. Ardi menatap Winda penuh arti, "Kita sudah suami istri sekarang, setidaknya berbagi keluh kesahmu" ujar Ardi membuka sebuah camilan dan memakannya.

Winda menghela napasnya, "Baiklah, sekalian aku memastikan hal lain" jawab Winda. Ardi tersenyum, "Aku pendengar yang baik.

"Apa kau bertemu seseorang hari ini?" tanya Winda pelan.

"Aku bertemu banyak orang hari ini, di jalan, di bandara, dan di rumah aku bertemu kamu"

"Ish, maksudku seseorang"

"Seseorang siapa? Beritahu aku" pinta Ardi.

Ardi tahu jika Winda bertanya mengenai Riska. Hanya dia seseorang yang Ardi temui hari ini.

"Huh" keluh Winda memicingkan mata.

"Aku ganti saja! Dua tahun lalu, saat aku mengakhiri hubungan kita. Kamu bersama Riska bukan!" Winda sembari menunjuk ke arah Ardi.

Ardi mengingat-ingat, "Iya" jawabnya.

"Apa kalian ada hubungan?" Ardi melihat manik mata Winda.

Mendekatkan tubuhnya dan memperpendek jarak keduanya. "Kau mau tahu jawabanya?"

"Kakau tidak mau beritahu ya sudah!" Winda beranjak kesal dengan jawaban Ardi.

"Awas saja kau!" batin Winda.

Ardi tersenyum simpul, "Apa dia cemburu? Apa dia juga tahu kalau aku dan Riska hampir di jodohkan dulu?" gumam Ardi.

"Mungkin saja dia marah padaku. Aku harus membuatnya kembali seperti biasa malam ini" seringai Ardi.

AN : up mungkin dua kali Seminggu, bisa lebih kaya sekarang. Komen yang banyak juga likenya. Tambahkan ke favorit oke.

Komentar kalian jadi semangatku untuk lanjut up.

Ig : @anindynf_

jangan lupa follow yhaa.

Terpopuler

Comments

fieth92

fieth92

anjai...feni...medusa gue🤣🤣🤣🤣🤣🤣

2022-03-08

0

Rosita Wati

Rosita Wati

aku juga nikah sama mantan Thor..setelah pisah 4tahun ehh malah jodoh..seru lo😀😀

2021-11-24

0

Mumunandra

Mumunandra

ky nya karakter Winda galak2 melow ya Thor ....

2021-10-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!