Ardi, dan Raka tengah berada di ruang tamu. Mereka berdua saling nendiamkan, Ardi yang sibuk melihat Raka dan Raka yang sibuk dengan tontonan di tv.
Winda yang melihat mereka berdua hanya menggelengkan kepala, sembari menaruh nampan yang berisi teh hangat dan kue.
"Ada apa sih?" tanya Winda. Keduanya menoleh, tetapi Winda menatap Raka sekarang.
Ardi menjadi geram sendiri melihat interaksi antara Winda dan Raka. "Ck," decak Ardi.
"Nggak ada apa-apa. Cuma nonton tv, nggak tau kak Ardi ngapain" jawab Raka.
Winda mengangguk mengerti, lalu mendudukan dirinya di samping Raka. Tetap memisahkan jarak.
"Oh iya, soal yang dimobil itu gimana?"
Raka mencerna kalimat Winda, dan ia sadar akhirnya lalu berdehem.
"Sekarang?" bisik Raka melirik Ardi yang ternyata juga melihat kearahnya.
Winda menyunggingkan senyumnya, Raka mengerti dan ia sudah mengambil posisi berhadapan dengan Winda.
Ardi yang sedari tadi memerhatikan mereka menghela napas kasar. Ardi berdiri dan menarik tangan Winda.
"Astagfirullah, Mas" pekik Winda terkejut kala tangannya di tarik paksa Ardi.
Ardi menatap Winda tajam. "Ada apa?" tanya Winda ikut berdiri akhirnya.
Raka tersenyum simpul, belum juga dilakukan rencananya. Ardi sudah cemburu. See, Ardi menarik tangan Winda saat Raka memposisikan dirinya berhadpaan degan Winda.
"Ikut" tegas Ardi melepaskan tangan Winda, kemudian berlalu menuju dapur.
Winda berbalik dan melihat Raka. Mereka berdua tengah menahan senyum.
"Belum dimulai loh, gimana ini?" tanya Winda menahan tawanya.
"Ikut aja. Hahaha mukanya udah merah si abang" tawa renyah Raka terdengar.
Winda segera menyusul Ardi di dapur. Ardi menunggu dengan bersender di meja makan. Kedua tangannya bersedekap.
"Ada apa?" tanya Winda langsung.
Ardi melihat ke arah Winda. Menghampirinya dan melihat kearahnya dengan tatapan tajam.
"Kenapa dia ada disini?!" pelan namun sirat akan ketegasan.
Winda tersenyum membuat Ardi terhenyak. Senyum yang ia ingin lihat sejak dua tahun terakhir.
"Dia adik kamu, wajar lah kalau mau menginap di sini. Mas"
Ardi hendak melayangkan protes, "Mas, dia udah nganterin aku pulang. Lagi pula balik ke ruma mama juga lumayan jauh".
"Arhhh" geram Ardi. Ia bertanya dalam hati, kenapa Winda tidak mengerti tentang dirinya.
"Kenapa? Kamu pusing?" tanya Winda bingung.
"Nggak! Aku mau ke ruang kerja. Awas sampai kalian berdua macam-macam!" ingat Ardi pada Winda.
"Bawakan aku secangkir kopi!" ucap Ardi sebelum benar-benar menuju ruang kerjanya.
Winda terkikik geli, antara merasa bersalah dan lucu saja melihat wajah Ardi yang cemburu sepertinya.
"Ck, apa susahnya bilang cemburu?" ujar Winda lirih sembari membuat kopi untuk Ardi.
Selesai membuatkan kopi, Winda langsung membawanya ke ruang kerja Ardi.
Ketukan pintu Winda, dan perintah 'masuk' diucap Ardi. Winda meraih gagang pintu dan membukanya. Sedikit kesusahan, nampan yang ia bawa terlalu lebar untuk membawa secangkir kopi.
"Belum selesai Mas pekerjaan?" Winda dengan hati-hati menaruh kopi di meja. Takut terkena berkas penting.
"Iya" jawab Ardi singkat.
Winda mengamati beberapa berkas, hingga matanya tertuju pada foto di atas map coklat.
"Bukannya ini" gumam Winda.
Ardi yang masih bisa mendengar gumaman Winda menoleh. Sedikit terkejut karena ia ceroboh menaruh Map itu hingga diketahui Winda.
"Ada apa?" hendak mengemas map itu, tetapi tangan Winda dengan cekatan mengambil foto itu.
"Kenapa?" tanya Ardi sekali lagi.
"Eh, apa Mas?"
"Kenapa? Ada apa dengan foto itu?" tunjuk Ardi pada foto yang dipegang Winda.
"Em.. Ini, dia yang nyrempet aku. Aku masih ingat wajahnya. Waktu kamu ke Surabaya" ingat Winda.
"Sial, dia muali bergerak!"
"Mas kenal siapa dia?" tanya Winda hati-hati.
Ardi melihat kearah Winda khawatir. "Kamu nggak apa-apa kan? Ada yang terluka?".
Winda menggeleng pelan, "Nggak serius, lecet di lutut terus cuma pingsan aja saking syok jatuh dari motor" ujar Winda enteng. Taukah kamu Winda, Ardi sekarang tengah mengkhawatirkanmu.
"Kenapa kamu nggak bilang!" sentak Ardi membuat Winda mundur kebelakang saking terkejutnya.
"Apaan sih, kamu kan lagi fokus buat kerja di sana. Mana mungkin aku bikin kamu jadi khawatir"
"Argh, besok kamu akan ku antar jemput. Tidak ada penolakan, dan mulai besok aku akan memperkerjakan sopir pribadi untukmu"
"Ih, nggak usah berlebihan Mas. Lagi pula aku cuma ke toko bunga bukan mau ke mana-mana" sergah Winda.
"Dia bisa lebih nekat utuk membunuh kamu!" ancam Ardi. Winda sendiri juga masih trauma saat ada motor melaju di sampingnya.
"Memangnya salah aku apa sama dia? Mau bunuh aku segala. Ketemu aja pas nyrempet" kesal Winda.
"Karena kamu... Istri aku!" ada penekanan dikata Istri yang diucap Ardi. Winda juga semakin bingung dibuatnya hingga Winda pamit untuk keluar.
Ardi sudah duduk di kursinya lagi. Mengamati foto yang tadi dipegang Winda. Segera Ardi menghubungi seseorang.
"Halo!"
"Tolong siapkan supir pribadi besok! Tidak usah banyak tanya. Laksanakan saja perintahku!" Ardi segera memutar sambungan telpon itu.
Membuang foto itu ke meja secara kasar. "Berani-beraninya kamu menyentuh dan membuatnya terluka" Ardi seprti tengah mengeluarkan taring tajam sekarang.
***
"Loh mau kemana?" Raka terlihat mengenakan pakaian ala dokternya kembali.
"Ada operasi mendadak. Jadi nggak bisa nginep deh" Ujar Raka cemberut.
Winda tertawa melihat Raka yang terlihat merajuk seperti itu. "Jangan gitu. Itu kan tugas kamu jadi dokter. Jangan ngebut-ngebut baca doa juga jangan lupa" wejangan dari Winda membuat Raka teringat seseorang.
"Siap kak! Aku pamit ya salam buat abang yang lagi cemburu. Assalamualaikum" pamit Raka terburu buru. Winda ikut keluar untuk membukakan gerbang.
Di malam yang dingin ini. Winda menengadah ke atas, tidak ada bulan. Hanya beberapa bintang yang terlihat menyala.
"Huuuff" helanya kemudian masuk kedalam rumah setelah menutup gerbang.
Melihat ke ruang tamu, sepertinya Raka sudah membereskan minumnya dan membawa ke dapur.
"Kemana Raka?" tanya Ardi yang tiba-tiba muncul.
"Ng, itu ada panggilan buat operasi mendadak" jawab Winda menetralkan detak jantungnya.
Ardi tersenyum, "Oh" jawabnya. Ardi menuju ke Winda, menggenggam tangannya menyakurkan sebuah rasa yang tidak pernah hilang dalam dua tahun ini.
"Winda, apa boleh aku meminta hak ku?" tanya Ardi pelan. Pasalnya ia tahu, pernikahan ini di awali tidak begitu baik.
Winda menunduk, akhirnya hal yang ia hindari terjadi juga. Ia ingin menolak tapi rasa takut dilaknat lebih besar.
Ardi yang mengerti keterdiaman Winda berucap, "It's ok. Aku nggak maksa" jujur terbesit rasa kecewa dalam hati kecilnya.
Ardi melepas genggaman tangannya. Berbalik menuju ruang kerjanya.
Winda masih tak bergeming. Ia sendiri bingung dengan keadaan ini. Menyadari Ardi tidak ada di hadapannya melainkan ada di tangga menuju ruang kerja, Winda segera berjalan menyusul Ardi.
"Mas.." ujar Winda sedikit teriak, Ardi melihat ke arah Winda yang sedang tersenyum tulus.
.
.
.
AN : Maaf yang kemarin belum di benerin. Lagi males buka laptop soalnya.
Astaga, nulis ini tuh nano-nano gimana gitu. :)
Next nggak nih? ;)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Farida Wahyuni
kok spertimya ada bagian cerita yg hilang ya.
2022-10-22
0
Ana Suningsih
ko ceritanya loncat2 ya....😔😔
2022-06-01
0
fieth92
bnyak pembicaraan gantung,itu tidak ramah untuk jiwa kepo aku
2022-03-08
2