Suara adzan dzuhur menggema di setiap masjid pinggir jalan yang kami lalui. Mas Ardi memilih menepikan mobil di salah satu masjid dekat dengan rumah sakit.
"Kita shalat di sini dulu" Mas Ardi melepas sealtbelt nya, aku pun sama melakukannya.
"Iya" kuambil tas dan mencari mukena yang sudahku persiapkan.
Kami berpisah di tempat wudhu, banyak juga orang yang melaksanakan shalat di masjid. Bahkan anak kecil juga banyak. Masyaallah, anak kecil saja sudah tahu apa yang akan menjadi kewajibannya.
Setelah melaksanakan 4 rakaat, sejenak aku berdoa meminta pada sang Kuasa. Agar pernikahan ini selaku disertai dengan-Nya.
Dalam perjalanan menuju rumah sakit, keheningan menyelimuti kami dalam mobil.
"Ada masalah?" tanyaku pada Mas Ardi.
Kentara sekali wajahnya yang risau atau apalah, "Tidak! Tadi Fani chat aku. Katanya satu jam lagi ada meeting" ujarnya.
"Mas antar aku aja, habis itu balik ke kantor"
"Tapi.." aku melihat ke arahnya.
"Udah nggak papa, lagian aku bisa naik angkutan atau nggak taksi" jelasku.
"Jangan! Pokoknya jangan naik angkutan umum. Apalagi taksi" Sergahnya, aku juga bingung. Lantas bagaimana aku pulang? Menunggunya?
"Terus? Aku nunggu Mas gitu?"
"Lihat nanti, meeting ini paling satu jam selesai" tuturnya sembari memarkirkan mobilnya.
"Loh, ikut jenguk?" tanyaku bingung.
"Iya, paling bentar. Nggak enak lah masa cuma nganter kamu doang" jawabnya keluar dari mobil.
Aku berharap juga ia membukakan pintu mobil, tetapi nyatanya ia malah suda berjalan ke arah gedung rumah sakit.
"Ck, kenapa malah aku yang kesal sendiri?" pikirku lantas turun dari mobil.
Sampai di ruangan tempat anak Bu Retno di rawat setelah melahirkan. Aku disuguhkan pemandangan yang membuatku terharu.
Dimana suami dari Bianka tengah menangis terharu di samping Bianka sembari menggendong anaknya.
"Assalamualaikum" salamku saat memasuki kamar inap.
Semua orang yang ada di dalam melihat ke arahku juga Mas Ardi yang ada di belakangku.
"Waalaikumsalam, masuk Win." ujar Bu Retno.
Aku mengangguk lalu menggenggam tangan Mas Ardi menuju ke Bianka.
"Halo Bianka" sapaku pada Bianka, Bianka terlihat membenarkan posisinya sembari meringis kesakitan.
"Eh, kamu tiduran aja nggak papa. Nanti malah sakit lagi" ujarku mencegah Bianka untuk duduk.
Bianka tersenyum lalu melihat ke arah Mas Ardi. Aku lupa memperkenalakn suamiku.
"Em, Ini Mas Ardi suamiku" kataku melihat wajah kebingungan Winda.
"Bianka"
"Ardi" ujar merka memperkenalkan diri.
"Anaknya kembar ya? Cewek semua?" tanyaku melihat suami dari Bianka menggendong dan melihat Bu retno yang juga menggendong bayi.
"Iya, Alhamdulillah. Kamu nyusul ya. Biar Rena sama Reni ada temen main"
"Doakan aja Bii" jawabku kikuk.
"Saya pamit, saya harus menghadiri rapat sebentar lagi"
"Oh, silahkan. Terimakasih telah menjenguk anak saya" jawab Bu Retno.
"Permisi" salah seorang dokter masuk sebelum Mas Ardi pergi.
"Raka" gumamku.
Raka tersenyum, tanpa aku sadari tangan Mas Ardi mengepal.
***
"Gimana kerja kamu Fan? Katanya saya ada meeting jam ini. Tapi sampai sini tidak ada jadwal apapun untuk saya!" Ardi terlihat menahan emosi agar tidak meluapkan begitu saja.
"Maaf pak, saya salah membaca jadwal" Fani tertunduk menyesal dan meminta maaf.
"Kamu tahu! Saya harus ninggalin istri saya tadi!" bentak Ardi.
"Sekali lagi saya minta maaf, Pak Brama"
Ardi menggerang, "Sudah lah, besok lagi awas kalau kamu ulangi. Saya tidak segan-segan memecat kamu!" Ardi memasuki ruangannya dengan amarah yang sedikit terkontrol.
Bisa-bisanya ia dipermainkan oleh sekretaris nya. Ardi jadi menyesal meinggalkan Winda apalagi Raka yang bertugas di Rumah sakit itu.
Bagaimana kalau Raka dan Winda berduaan? Spekulasi Ardi mengenai Winda dan Raka.
Ardi melihat ke arah mejanya. Ada sebuah map coklat yang tertera nama sebuah kota kecil.
Tanpa basa-basi, Ardi langsung mengambil dan membukanya. Perlahan hingga ia berhasil membuka isinya.
Beberapa foto dan juga berkas-berkas yang kusam. "Akhirnya!" ujar Ardi menyunggingkan senyumnya.
***
"Saya pamit dulu ya Bu, Bianka, Mas" pamit Winda setelah lama bercengkrama dengan mereka.
"Iya, hati-hati. Makasih Win, udah jenguk segala"
"Santai saja Bi, aku udah nganggap kamu kaya saudara sendiri kok" Winda tersenyum menimpali Bianka.
"Ponakan tante, sehat-sehat ya. Jadi anak yang solehah semuanya" Winda menyentuh pipi dua bayi tersebut.
"Winda permisi ya Bu" dijawab anggukan dari Bu Retno.
"Winda!" seru Bu Retno sebelum Winda membuka pintu.
"Ya?"
"Motor kamu, tadi Dedi ke toko dan udah di urus sama Dedi" jelas Bu Retno.
"Terimakasih kalau begitu, mari" Winda segera meninggalkan mereka.
Sekarang, bagaimana cara Winda pulang? Peringatan dari Ardi yang tidak memperbolehkan Winda menggunakan jasa angkutan umum maupun taksi.
Winda telah sampai di bawah, "Apa aku hubungi Mas Ardi?"
"Tapi, nanti kalau sibuk? Ah sudahlah aku beli makan saja dulu" putusnya dan segera keluar dari area rumah sakit.
Kebetulan di sebrang jalan rumah sakit, terdapat beberapa resto.
"Enak kayaknya nasi padang" batin Winda
.
.
.
.
AN : Maaf menunggu lama. Sesuai janji ya, up minggu ini 😂.
Sempat kehabisan ide.
Next? nggak dilanjut juga nggak papa. :v
See Ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
fieth92
jgn dch,klo bpa ny modelan gantung g peka gt jgn nya anak dlu,mkan ati yg ada
2022-03-08
1
Nur hikmah
aduh ardi buka ap yaa
2021-11-30
1
HaRKa
bagus
2021-01-01
3