13. Teror

Siang ini, toko bunga tempat Winda bekerja tak terlalu banyak pelanggan yang membeli. Kebanyakan hanya anak SMA yang membeli satu tangkai mawar merah.

"Sisil, lapar nggak?" tanyanya tiba-tiba.

Sisil menatap ragu pada Winda, mengusap usap perutnya yang sudah keroncongan meronta untuk segera diisi.

"Laper Mbak, tadi pagi cuma sarapan sama roti" ujarnya terkekeh.

"Oke, kamu jaga ya. Mbak mau pesen nasi goreng yang depan perempatan itu"

Sisil mengacungkan jempolnya sembari tersenyum manis. "Ck, kamu tuh. Mbak berangkat dulu ya" Winda mengenakan helmnya lalu berangkat.

Jaga-jaga jika ada razia siang hari ini. Dulu Winda hampir terkna razia, beruntung ia sempat putar balik.

Tidak sampai lima menit. Ia telah sampai di depan warung nasi goreng yang sudah melegenda itu.

"Eh, neng Winda. Lama nggak kesini" sapa seorang laki-laki paruh baya yang sedang memasak.

Nasi goreng yang sudah sering ia datangi bersama Dedi maupun Sisil, padahal baru beberapa bulan sudah akrab seperti pelanggan tetap.

"Iya Mang. Biasa ya Mang, bungkus dua"

"Siap, antri ya neng" Winda mengangguk lantas mencari tempat duduk.

Panas,

Keadaan siang hari ini, padahal belum jam dua belas tepat. Tetapi, sinar matahari seprtinya sedang bersemangat untuk membara tiap orang.

Sembari menunggu Winda memainkan ponselnya, tangan kirinya ia gunakan untuk mengipas wajahnya. Bulir keringat mulai bermunculan.

Ia mengecek aplikasi pesan, ternyata tidak ada pesan dari Ardi. Tetapi, ada nomor asing yang mengirim pesan berupa foto.

"Ck, kurang kerjaan atau gimana. Ngirim-ngirim foto segala. Banyak lagi, huh kok ada fotoku?" tanya Winda bingung saat berhasil melihat foto pertama.

Foto dirinya yang tengah mengendarai motor, bajunya pun sama dengan hari ini.

Foto kedua, menunjukan saat Winda sampai di warung nasi goreng.

"Stalker? Pengagum rahasia?" gumam Winda penasaran.

"Astagfirullah" pekiknya terkejut melihat foto ke tiga. Foto saat Winda tengah bermotor tetapi di coret dengan spidol warna merah.

"Orang aneh!" batin Winda kesal. Apa coba maksud dari foto-foto tadi.

Kling!

Pesan teks dari nomor asing.

Mati!

Winda menutup mulutnya , ia terlalu gusar. "Ya Allah".

Segera Winda mematikan ponselnya, ia akan mengacuhkan pesan itu. Lagi pula ada-ada saja orang iseng, apa orang itu gila.

Lama merenung, hampir setengah jam akhirnya pesanan nasi gorengnya sudah jadi. Winda seperti orang linglung saat membayar.

Pikirannya melanglang buana, "Ini uangnya" ujar Winda sembari menyerahkan selembar lima puluh ribu.

"Sebentar, ini kembaliannya. Neng nggak apa-apa? Kok kaya bingung?" tanya pedagang nasi goreng itu.

Winda menggeleng dan mengatakan ia baik-baik saja. Sampai di motor segera ia menstater dan kembali ke toko bunga.

Saat mengendarai motornya kembali ke toko bunga, Winda sempat melamun dan menabrak mobil yang ada di depannya.

Winda segera meminta maaf saat ia di suruh menepi. "Winda, dimana jalan pikiranmu!" gusar Winda selesai membereskan masalahnya.

Melirik jam di pergelangan tangan, sudah hampir satu jam. Sisil pasti sudah menunggu.

"Alhamdulillah" batinya bersyukur ia bisa sampai dengan selamat.

"Mbak! Syukur deh, aku pikir ada apa-apa. Aku chat kok nggak aktif. Lho, Mbak Winda, mukanga kok pucat?" tanya Sisil khawatir.

"Mbak nggak apa-apa. Cuma tadi nyrempet mobil dikit, masih gemter. Kamu makan aja dulu, Mbak mau shalat" Winda menyerahkan plastik kresek yang berisi bungkusan nasi goreng pada Sisil.

Harap-harap cemas, Sisil khawatir dengan keadaan Winda. "Iya Mbak, habis shalat mbak tenangin diri dulu" jawab Sisil.

Wina mengangguk, kepalanya tiba-tiba merasa pusing.

Winda tidak terluka, hanya psikisnya saja masih takut saat menabrak mobil tak disengaja itu. Winda yang saat itu tengah melamun, tiba-tiba didepannya ada mobil dan tanpa persiapan Winda mengerem mendadak.

Sekarang Winda menuju mushalla yang berada di samping toko bunga, berjarak lima ruko.

Ia mengambil air wudhu, melaksanakan kewajibannya. Setelah shalat dirinya merasa jauh lebih baik.

Sepuluh menit ia gunakan membaca al-quran untuk menenangkan dirinya. Terbukti, sekarang ia sudah tidak gemetar lagi.

"Mbak, tadi ada yang nyari. Cowok, tinggi, terus pakai pakaian hitam. Serem banget liatnya" Sisil bergidik ngeri memberitahukan ciri-ciri seseorang yang mencari Winda.

"Iseng kali, Sil. Dia ada tanya-tanya gitu nggak?" tanya Winda sembari mengambil nasi goreng yang sudah mulai mendingin.

"Enggak, cuma dia bilang. Ehm, apa ada Winda disini?" tiru Sisil.

Winda menjadi takut, apakah ia akan menceritakan dirinya yang di teror itu?

"Sil, eung.. Nggak jadi deh"

"Yah, padahal Sisil udah penasaran" Ujar Sisil terlihat kecewa.

"Permisi" ujar seseorang dari luar.

"Bentar ya mbak, ada pelanggan" dijawab anggukan oleh Winda karena ia sedang mengunyah makanan.

"Pelanggan?" tanya Winda saat Sisil kembali.

"Iya, biasa anak SMA. Ck, jadi iri apalah daya Sisil yang masih jomblo dari lahir" ujarnya seperti orang yang paling merana.

Winda terkekeh, "Bersyukur dong, artinya kamu masih menjada diri kamu biar nggak dirusak laki-laki yang ngajak kamu pacaran"

"Iya Mbak, tapi sisil udah umur lho buat nikah. Ibu aku aja tiap malem nanyain kapan bawa calon mantu"

"Nikmatin aja, jodoh nggak kemana-mana kok" jenaka Winda.

***

Ardi tengah memandangi ponselnya, ia mengirim beberapa pesan tetapi, belum ada satupun oesan yang dibalas oleh Winda.

Ia bisa saja bergegas menuju tempat Winda bekerja. Tetapi, ada tanggung jawab yang harus ia kerjakan. Mana mungkin ia harus meninggalkannya.

"Ish!" gusarnya.

Ardi juga mendapat pesan misterius. Itu sebabnya ia khawatir pada Winda.

Foto dimana Winda yang terjatuh dari motor, dan mengenakan pakaian yang sama dengan apa yang dipakai pagi hari saat berangkat.

Selesai mengerjakan tugasnya, Ardi langsung bergegas menuju Winda.

"Fan, saya pergi dulu. Sepertinya saya tidak akan kembali" ujar Ardi langsung melenggang tanpa menunggu jawaban dari sekretarisnya.

"Tap.. Sudahlah" hela Fani.

Mobil Ardi sudah selesai di perbaiki dari tadi.

"Siang Pak" Satpam itu menunduk memberi hormat pada atasannya.

"Tolong ambilkan mobil saya!" perintahnya.

Satpam itu mengangguk lantas menuju parkiran mengambil mobil Ardi.

Sambil menunggu, ia membuka ponselnya. Berharap Winda sudah membalas pesannya.

"Ck!" geramnya kesal sekaligus khawatir.

Ardi terlihat tengah mengetikan sesuatu lalu mengirimkan pada orang suruhannya.

"Monggo pak, mobilnya sudah siap" Ardi memasukan kembali ponselnya, mengangguk pada satpam lalu memasuki mobilnya.

Dalam perjalanan Ardi masih khawatir keadaan Winda. Berdoa agar Winda baik-baik saja.

Sekitar lima belas menit ia sampai di toko bunga tempat istrinya bekerja.

"Lho, suaminya mbak Winda?" Sapa Sisil yang tengah berada di depan.

"Iya, apa Winda ada?"

"Ada, tapi lagi ke belakang. Masuk dulu, Pak" Ardi mengangguk.

Sisil kembali ke depan, menemukan Winda yang kembali dari kamar kecil.

"Mas Ardi Si?" tanya Winda memastikan.

"Iya, lagi nunggu di dalem" tunjuk Sisil ke dalam.

Winda mengangguk lantas masuk dalam toko.

.

.

.

.

AN : Maaf, semakin gaje. Stop aja gimana? :-

Terpopuler

Comments

Farida Wahyuni

Farida Wahyuni

aku kok bingung baca ceritamya ya.

2022-10-22

0

Azza

Azza

.
# 1

2019-12-14

2

Marta Meilinda

Marta Meilinda

lanjut laaah...tanggung.crita dah ok.

2019-07-07

7

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!