18. Sesal

Malam yang sunyi, di sebuah apartemen yang hanya dihuni oleh satu orang itu nampak mencekam.

Gelap!

Hanya ada cahaya bulan yang remang-remang. Seseorang tengah menengadah ke atas, seperti menantang sang langit.

Getaran ponsel di meja yang ada di balkon membuyarkan lamunannya.

"Ya?" ia menggeser tombol hijau hingga sebuah suara mengawali pembicaraan melalui gawai.

"Bagus, awasi dan jangan gegabah untuk membunuh Winda. Kita permainkan sebentar lagi, dan-" ucapan ia tergantung, sebuah sunggingan senyum tercetak jelas di wajahnya yang penuh ambisi.

"Dan di hari yang aku kehendaki, kalian bisa melakukannya"

Tut tut tut

Sambungan diputus sepihak olehnya. Tangannya bersedekap di depan dadanya.

"Sebentar lagi, kamu akan merasakan apa yang aku rasakan Brama!"

***

"Hati-hati!" teriak Ardi saat melihat Winda turun dari tangga.

Yang diperingatkan hanya memutar bola matanya. Astaga ia hanya turun tangga saja, apa iya Ia harus menggunakan kursi roda untuk menuruni tangga?

"Berlebihan banget sih Mas, aku tuh nggak papa. Lagian ini cuma jalan biasa nggak sambai jungkir balik!" kesal Winda.

Ardi dongkol sendiri, apa salahnya ia bersikap protektif pada Winda dan calon anaknya nanti.

"Ck, pokoknya hati-hati!"

"Iya-iya!" jawab Winda asal.

Sudah seminggu sejak pulang dari rumah sakit. Ardi pulang tidak sampai malam, sekitar ashar sudah sampai rumah.

Kangen Winda katanya. (-_-)

Winda kini menuju dapur, tenggorokannya terasa kering akibat berdiam diri seharian di dalam kamar. Kalau bukan titah Ardi, sudah dari tadi Winda pergi ke toko.

"Duduk aja, biar aku ambil minumnya" Ardi menggeser kursi untuk Winda duduki.

Sikap seperti ini yang membuat Winda jadi sering tersipu. Perhatian kecil yang Winda senangi.

"Oke!" jawab Winda sembari menduduki kursi.

Ardi membuka lemari pendingin, mengambik air mineral yang ada.

"Emang kamu boleh minum dingin?" tanya Ardi sebelum benar-benar mengambil air mineral itu.

"Sedikit sih boleh, lagi pengen juga" Ardi mengangguk, dituangnya air itu dalam gelas.

"Ini"

Winda mengambil cepat air yang diberikan oleh Ardi. Menghabiskan dalam beberapa detik saja, hingga Ardi menatap tak percaya.

"Pelan-pelan!" ingat Ardi.

Winda hanya tersenyum, "Oh iya, Raka?" Winda teringat masalah adik iparnya itu.

"Kamu nggak usah mikirin dia. Pokoknya kamu fokus sama calon anak kita ini" Ardi mendekat dan mengelus perut yang sedikit menonjol itu.

"Sisil udah aku anggap kaya adik aku sendiri, nggak nyangka aja. Dia ceria banget, ternyata dia juga menyimpan masalahnya sendiri" lirih Winda.

"Sstt, Mas udah hajar Raka. Berani-beraninya dia menghancurkan hidup seorang wanita. Mas pikir Raka serong karena tidak pernah membawa perempuan" asal saja Ardi berbicara. Mendapat pukulan kecil di pundaknya.

"Hus, sama adik sendiri kayak gitu. Kita nggak tahu juga seperti apa orang di sekitat kita. Yang kelihatannya baik-baik saja pun masalah dalam hidupnya berat. Doakan saja yang terbaik untuk mereka berdua" Ardi mengangguk dan memeluk Winda. Mencoba menyalurkan rasa sayangnya yang membuncah.

"Mas, sesek!"

***

Sisil duduk termenung di dalam kamar anaknya yang masih sakit. Seminggu yang lalu ia nekat membawa Andini dan Ibunya pergi dari kota yang penuh kenangan buruk baginya.

"Andini, maaf!" sesal memang selalu di akhir. Anaknya perempuan dan lahir di luar nikah.

Pikiran Sisil sudah melanglang buana. Bagaimana jika Raka mencari dan menyuruhnya untuk membunuh Andini.

"Sil, makan dulu. Seharian kamu nemenin Andini tapi belum makan. Jangan sampai kamu ikut jatuh sakit" Ibunya mendekat dan mengelus pelan rambut Sisil.

"Sisil lagi nggak selera Bu, nanti saja" kilahnya sembari menatap dalam Andini.

"Makan walau sedikit Sil, kamu punya magh. Jangan menyiksa diri seperti ini. Ibu sudah dapat uang untuk memeriksakan Andini"

Sisil mengahadap Ibunya sekarang. "Ibu dapat uang dari mana?"

"Kalau kamu mau tahu, makan dulu sana! Biar Ibu yang jaga Andini"

"Tapi-"

"Sisil! Ibu cuma nggak mau kamu terus menerus sedih kaya gini. Setidaknya pikirkan Andini, dia pasti sedih kalau Ibunya jatuh sakit"

Sisil menghela napas, baiklah ia menurut sekarang. Sebelum beranjak ia mencium kening Andini dan mengelus kepalanya.

"Titip Andini ya Bu" Ibunya mengangguk dan menggenggam tangan Sisil mencoba memberi kekuatan.

Seminggu ini mereka tinggal di kontrakan di pinggir kota Jakarta. Kalau pun Raka berniat mencari, pasti ia tak akan pernah menemukannya, pinta Sisil.

Makan kali ini benar-benar tak berselera. Bukan karena lauk yang sederhana, kondisi tubuh Andini yang semakin menurun mempengaruhi pikiran Sisil.

Isak tangis menemani Sisil saat menyantap makanannya. Ia harus makan walau hanya sedikit. Ia harus kuat untuk anaknya.

***

"Cari mereka dan bawa mereka ke sini! Sudah seminggu kamu hanya berdiam diri saja! Dimana jalan pikiran kamu Raka?! Papa diam saja karena papa pikir kamu tahu apa yang harus kamu lakukan!" omel Papa Raka.

"Pah, jangan teriak-teriak. Ingat jantung papa bisa kambuh"

Raka hanya menunduk tak berani menatap kedua orang tuanya. Rasa apa yang sebenarnya dalam dirinya?

"Raka! Dengarkan papa kamu. Mama nggak mau kamu jadi pria tidak bertanggung jawab seperti ini"

"Kalau boleh jujur, Mama kecewa sama kamu Raka! Jika kamu berdiam diri saja, jangan menyesal di kemudian hari!"

Kedua orang tua Raka meninggalkan anaknya yang sedang meratapi nasibnya. Haruskah ia mencari dimana keberadaan Sisil dan anaknya?

"Maaf" lirihnya sembari mengusap wajahnya kasar.

"Kenapa begini?!" ujarnya dalam hati.

Menyesal? Atau malah kecewa dengan keadaan saat ini. Raka masih belum bisa bertindak seperti apa yang orang tua nya harapkan.

Sejujurnya, ia tidak berdiam diri seminggu ini. Ia menyuruh orang bayaran untuk mencari keberadaan Sisil.

Hanya belum ada kabar apapun dari orang suruhannya. Terakhir ia melihat Sisil ada di sebuah Bus dan mereka kehilangan jejak.

Bunyi notifikasi ponsel di saku celananya berbunyi. Ia segera mengambilnya.

081890691***

Rumah sakit Pelita Kasih. Ruang Bugenvil No. 13d.

***

Maaf ya lama, bukan mau berhenti tapi ini emang lagi hetic banget tugasnya. Mohon maaf. Kalau yang udah jenuh nunggunya bisa kok di Unfavorite. Aing Ikhlas :)

See you again!

Terpopuler

Comments

Elni Rivia

Elni Rivia

yg neror winda adlh riska..

2021-11-27

0

emak_anak_2

emak_anak_2

semangat thor

2021-03-24

1

🌴ᷤ͢ ᷤ ᷞ⃟𝒏𝒉𝒂ᚐ֟፝𝒗𝒊𝒏𝒂ᙇ͢៷⃑

🌴ᷤ͢ ᷤ ᷞ⃟𝒏𝒉𝒂ᚐ֟፝𝒗𝒊𝒏𝒂ᙇ͢៷⃑

hahaa pake aing segalaa

2019-11-07

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!