Aturan Lancaster
Makan malam di rumah keluarga Lancaster biasanya berlangsung dengan tenang dan penuh kehangatan, terutama setelah Kael pulang dari tugasnya sebagai komandan angkatan laut. Namun malam ini adalah suasana yang berbeda.
Di meja makan yang panjang, Kael duduk di ujung dengan Aeliana di sampingnya. Di seberang mereka Julian dan Juvel dengan antusias menikmati hidangan mereka. Sementara di samping Juvel, duduklah seseorang yang tidak begitu Kael inginkan ada ibunya di sana.
“Kalian makan dengan baik, ya? Setelah ini nenek punya sesuatu untuk kalian. ” Suara lembut Elea terdengar di sana.
Julian dan Juvel langsung menoleh dengan mata berbinar.
“Apa itu nek?” Tanya Juvel dengan penuh semangat.
Senyum lembut terbentuk di wajah wanita parubaya itu. Dari dalam tas tangannya yang mahal, ia mengeluarkan sekotak kecil berisi cokelat yang mahal.
“Cokelat favorit kalian.”
Julian bersorak sementara Juvel bertepuk tangan. Namun sebelum tangan mereka bisa mencapai kotak itu, suara tegas Aeliana menghentikan mereka.
“Ibu, maaf tapi aku sudah bilang sebelumnya, anak-anak tidak boleh makan cokelat setelah makan malam,” kata Aeliana sopan namun tegas.
Eleanor menoleh padanya dengan tatapan lembut namun tajam.
“Aeliana, mereka masih anak-anak. Tidak ada salahnya sesekali memberi mereka hadiah.”
Kael meletakan sendoknya dengan keras ke atas piring, suara dentingnya membuat suasana mendadak sunyi. Tatapan matanya dingin saat ia menatap ibunya.
“Ibu menentang aturan yang sudah ditetapkan di rumah ini,” katanya dengan suara rendah namun penuh tekanan.
Eleanor mengangkat alisnya lalu tersenyum. “Kael, jangan terlalu keras. Aku hanya ingin menyenangkan cucu-cucuku.”
Julian dan Juvel hanya bisa saling berpandangan tidak berani mengambil cokelat itu setela melihat ketegangan antara ayah dan nenek mereka. Aeliana segera bertindak seblum situasi semakin panas. Ia menyentuh tangan Kael di bawah meja, memberi isyarat agar suaminya tenang.
Lalu dengan suara lembut namun tegas, ia berkata, “Ibu, aku sangat menghargai perhatian ibu pada Julian dan Juvel tapi tolong, kami ingin mendidik mereka dengan disiplin yang baik. Mereka bisa makan cokelat di waktu yang lebih tepat, seperti setelah makan siang.”
Eleanor menatap menantunya untuk beberapa saat lalu menghela napas panjang. “Baiklah kalau begitu.”
Julian dan Juvel sedikit kecewa namun menurut.
Kael masih menatap ibunya dengan ekspresi tajam seolah ingin memastikan bahwa wanita itu benar-benar memahami batasannya. Namun ia bisa merasakan Aeliana diam-diam menganggam tangannya di bawah meja, menenangkan dirinya.
Akhirnya, Kael menghembuskan napas panjang dan memilih untuk mengalihkan pandangannya.
“Baiklah, kalau begitu makan malam sudah selesai.”
Saat makan malam berakhir dan semua orang mulain beranjak dari meja. Alis Kael terangkat tajam saat melihat mereka. Tangan Eleanor dengan tangan Julian dan Juvel yang kecil saling bertaut. Ia tak tahu mengapa dia merasa kesal saat melihat tangan mereka saling bertautan.
...…...
Malam telah larut tapi Kael dan Aeliana masih terjaga di dalam kamar mereka. Lampu kamar hanya menyala temaram, menciptakan suasana hangat namun sedikit hening. Aeliana duduk bersandar di kepala ranjang sambil menatap Kael yang berdiri di depan jendela, membelakanginya.
Sejak kunjungan ibu mertuanya, ia bisa merasakan ketegangannya yang Kael coba sembunyikan. Aeliana merasa aneh pada suaminya yang lebih sensitif dari sebelumnya.
“Kael, suka ibu berkunjung ke sini?”
“Aku tak suka.”
Aeliana mengerutkan kening. “Tapi dia ibumu.”
Kael tersenyum kecil tapi bukan senyum yang menunjukkan kebahagiaan. Ada sesuatu yang pahit di dalamnya.
“Dan itu tidak mengubah kenyataan bahwa aku tidak menyukainya.”
Aeliana diam, mencoba memahami perasaan Kael yang begitu kuat pada ibunya. Aeliana ragu sejenak tapi akhirnya memutuskan untuk bertanya lebih lanjut. Tidak akan ada yang berubah jika dia membiarkannya begitu saja.
“Kenapa? Kamu tidak nyaman melihat ibumu?”
Kael merenungkan perasannya. Ia membuang napas panjang dan menatap lurus ke depan, seolah pikirannya telah kembali ke masa lalu.
Sejak kecil, Kael tidak pernah merasakan kasih sayang dari Eleanor, ibunya. Tidak ada pelukan, tidak ada belaian lembut di rambutnya, tidak ada tatapan penuh kebanggaan yang biasanya diberikan seorang ibu pada anaknya. Yang ada hanyalah dinginnya sikap dan tatapan kosong yang tak pernah bisa ia pahami.
Tapi setelah ia cukup dewasa, ia mulai mengerti. Ibunya membencinya.
Eleanor tidak mencintai suaminya-ayah Kael. Hatinya sejak awal telah diberikan pada orang lain, seseorang yang seharusnya tidak ia cintai. Adik kandung suaminya sendiri, pamannya.
Kael ingat bagaimana ibunya selalu terlihat penuh cinta ketika membicarakan pria itu. Ia ingat bagaimana Eleanor selalu menghindar kontak mata dengannya, seolah keberadannya adalah sesuatu yang tidak seharusnya ada.
Dan sekarang, setiap kali Kael melihat bagaimana ibunya menunjukan asih sayang pada Julian, ia tidak bisa menahan pikirannya dari bertanya-tanya. Siapa yang ibunya lihat saat itu?
Apakah ia melihat Julian sebagai cucunya? Atau sebagai seseorang yang mengingatkannya pada masa lalu yang tidak bisa ia miliki?
Kael merinding hanya dengan memikirkannya. Ia tidak ingin Julian merasakan hal yang sama. Tidak ingin anaknya menerima kasih sayang didasarkan pada kebohongan atau rasa kehilangan. Kael tersadar dari lamunannya saat merasakan sesuatu yang hangat menyentuh tangannya.
Aeliana, wanita itu menganggam jemarinya, seolah tahu bahwa ia sedang dihantui sesuatu. Kael menolah menatao istrunya dalam-dalam tanpa berpikir panjang, ia memeluknya dengan erat.
Aeliana terkejut ketika memeluknya.
“Kael?” Panggilnya bingung.
Kael tidak menjawab, ia hanya mendorong tubuh mungil sampai berakhir di ranjang. Kael menyandarkan kepalanya di dada Aeliana. Ia mengusap wajahnya di sana, mencari kenyamanan yang tidak bisa ia dapatkan dari siapa pun selain dari wanita ini.
Aeliana menghela napas, tangannya refleks membelai rambut suaminya.
“Apa kau baik-baik saja?”
Kael hanya bergumam. “Aku mau kau terus melakukannya.”
Kael kembali menghindari pertanyaan tanpa memberikan jawaban yang tepat. Itu sungguh ciri khasnya. Aeliana menepis kekecewaannya dan membali rambut Kael perlahan.
Kael semakin membenamkan wajahnya seolah ingin menyerap setiap kehangatan yang diberikan istrinya. Aeliana tidak bertanya lagi. Tidak menuntut Kael untuk bercerita lebih jauh. Ia hanya membiarkannya berada di sana, di dalam dekapannya.
JIka ada satu hal yang bisa ia lakukan untuk suaminya, itu adalah memastikan bahwa setidaknya, ia memiliki tempat yang selalu bisa ia panggil sebagai rumah. Dan Kael tahu, tidak peduli seberapa rumit hubungan dengan ibunya, tidak peduli seberapa kelam masa lalunya, setidaknya ia memiliki Aeliana.
“Kau tidak lupa kan?”
Kael tidak langsung menjawab, ia hanya mengangkat kepalanya, menatap istrinya.
“Lupa apa?”
Aeliana mengerucutkan bibirnya. “Pameran buku. Kau bilang ingin mengajakku ke sana.”
Kael menatapnya sejenak lalu tiba-tiba tersenyum tipis. “Tentu saja, aku tidak lupa.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Quenby Unna
masa lalu kael sedih juga
2025-03-08
0
Quenby Unna
1 vote untukmu kak
2025-03-08
0
Han Sung hwa
5 iklan untukmu kak
2025-02-22
0