Jejak dalam diam
Hari-hari berlalu perlahan, tapi Aeliana setiap detiknya terasa seperti beban yang menekan dada. Aerliana masih menyimpan surat itu, karena ia belum mendapatkan jawaban atas pertanyaannya.
Kael tetap menjalani hari-harinya seperti biasa, sibuk dengan tugas-tugasnya di pelabuhan dan perusahaan pelayarannya. Sikapnya tak berubah, masih hangat dan perhatian, meski sering kali dalam cara tak kentara. Tapi bagi, Aeliana semua itu kini terasa seperti bayang samar dari kehidupan mereka yang dulu.
Aeliana memutuskan untuk menyelidiki lebih jauh tentang masa lalu Kael dan Lista. Dan satu-satunya petunjuk adalah rumah mertuanya, tempat Kael tumbuh besar.
“Nyonya, kenapa mendadak pergi?” Tanya Serin saat menyiapkan keperluan majikannya.
“Ini tidak mendadak, Serin. Anak-anak rindu kakek dan neneknya.”
“Apakah Tuan sudah tahu bahwa Nyonya akan pergi ke sana?”
“Sudah dan dia mengizinkannya,” ucap Aeliana berbohong.
“Nyonya saya akan ikut dengan nyonya.”
“Tidak usah.”
“Nyonya akan kerepotan.”
“Tidak, aku bisa mengurus mereka.
Aeliana menatap kedua anaknya yang sudah duduk manis di dalam mobil. Ia pun duduk bersama mereka.
“Aku pergi.”
“Nyonya harus hati-hati. Segera hubungi Tuan jika ada sesuatu jika Tuan tidak merespon, segera hubungi saya.”
“Baiklah.”
Mobil itu perlahan menjauh dari kediaman rumahnya. Aeliana menghela napas panjang sebelum ia menyandarkan punggungnya.
“Ibu..”
Suara Juvel langsung terdengar, gadis kecil manis itu langsung mengambil lengannya dan bersandar di sana dengan manja.
“Ada apa sayang?”
“Kenapa ayah tidak ikut?”
“Ayah sedang sibuk.” Aeliana mengelus pucuk kepala Juvel.
Juvel mendengus dan mengeluh. “Ayah selalu sibuk. Pasti seru jika ayah juga ikut. Benar kan Julian?”
Julian yang tadinya hanya memandang keluar jendela mobil, kini menatap adiknya yang hanya beda beberapa detik saja.
“Meskipun tidak ada ayah, juga akan seru.”
“Kamu selalu tidak berpihak padaku.”
Juvel langsung cemberut.
Mobil mereka perlahan berjalan lambat, dan Aeliana sudah bisa melihat rumah yang berdiri megah di atas tanah yang luas. Tempat itu adalah saksi tumbuhnya Kael dari seorang bocah kecil menjadi pria dewasa yang kini ia kenal.
Aeliana dan kedua anaknya langsung disambut dengan hangat oleh ibu Kael, yang meski berusia lanjut tetap memiliki energi yang memikat.
“Ah Aeliana, senang sekali kamu datang. Lihat, siapa anak-anak ini. Makin besar saja!” Seru ibu Kael, memeluk cucunya dengan hangat.
“Terima kasih bu, Juvel bilang dia merindukan neneknya. Jadi aku mengajak mereka ke sini.”
“Wah Juvel, kau merindukan nenek.”
“Lebih tepatnya aku merindukan pie stroberi buatan nenek,” ucap Juvel sambil tersenyum.
“Juvel! Jangan katakan niat terselubung kita,” Julian memperingatkan Juvel sambil berbisik namun masih bisa di dengar orang di sekitarnya.
Melihat tingkah Julian dan Juvel membuat ibu Kael dan Aeliana tertawa.
Setelah beberapa obroloan ringan di ruang tamu dan juga Julian dan Juvel mendapatkan apa yang mereka inginkan. Aeliana memberanikan diri mengutarakan niatnya.
“Bu, kalau tidak merepotkan, aku ingin melihat album foto Kael saat kecil? Julian dan Juvel sering bertanya bagaimana ayah mereka dulu dan aku pikir ini bisa jadi cerita yang menarik untuk mereka.”
“Tunggu sebentar ya, ibu sedikit lupa menyimpannya dimana.”
Sementara ibu mertuanya sibuk mencari, Julian sedang sibuk dengan dunia keingintahuannya mengenai kupu-kupu yang terjebak di dalam rumah. Kupu-kupu itu tidak bisa keluar dan hanya mengepakkan sayap dan terus membenturkan diri di jendela.
Sementara Juvel dengan polos bertanya, “Ibu, apakah ayah dulu suka bermain seperti kami?”
Aeliana tersenyum kecil, “Mungkin, kita akan melihat di foto nanti. Tapi dalam hatinya, ia meresakan kecemasan. Apakah ia akan menemukan petunjuk tentang Lista di sini.
Tidak lama kemudian Ibu Kael membawa sebuah kotak kayu kecil dari lemari di ruang keluarga.
“Ini dia semua foto dan barang-barang kecil dari masa lalu Kael ada di sini.”
Aeliana membuka kotak itu dengan hati-hati. Di dalamnya ada berbagai benda seperti foto, medali kecil dari perlombaan olahraga, bahkkan surat-surat lama dari teman-teman Kael saat remaja. Tetapi perhatiannya tertuju pada sebuah kartu kecil bewarna biru, tertulis dengan tangan yang rapi.
“Untuk Kael,
Semoga kita tetap seperti ini selamanya. Cinta, Lista Claudine”
Aeliana langsung menyembunyikan surat tersebut dan beralih pada album foto dengan sampul yang sudah usang. Aeliana membuka halaman pertama, menampilkan Kael kecil dengan senyum cerah, bermain di pantai, memanjat pohon atau berdiri dengan bangga mengenakan seragam sekolahnya.
“Ibu, ini ayah?” Tanya Juvel, menunjuk salah satu foto.
“Iya, sayang. Itu ayah waktu masih kecil,” jawab Aeliana.
“Julian, ke sini! Lihat foto ayah kecil. Rupanya ayah dulu kecil juga!” Ucap Juvel.
Julian yang mendengar itu langsung tertarik sebelum dia berlari untuk melihatnya bocah kecil itu membantu kupu-kupu untuk keluar dengan cara membuka jendela. Setelah kupu-kupu itu bebas, baru dia berlari dan duduk di dekat ibunya.
“Mana?” Tanya Julian.
“Ini,” tunjuk Juvel.
“Lebih tampan aku daripada ayah,” ucap Julian.
Halaman demi halaman terus digulir sampai pada akhirnya di salah satu foto, Kael berdiri di samping seorang gadis kecil dengan senyum cerah. Mereka tampak sangat akrab. Ada tulisan di sana. “Kael dan Lista.”
“Ibu siapa ini?” Tanya Aeliana, mencoba terdengar santai sambil menunjuk foto tersebut.
“Oh itu, Lista Claudine. Dia teman kecil Kael. Mereka dulu sangat dekat. Tapi mereka berpisah karena Lista harus pindah ke luar kota.”
Aeliana hanya mengangguk, meski pikirannya kini dipenuhi pertanyaan yang belum terjawab. Lista bukan hanya bagian dari masa kecil, ia adalah bayang-bayang yang kini menghantui pernikahan mereka. Dan Aeliana harus menemukan kebenarannya apa pun risikonya.
...…....
Sepanjang perjalanan pulang dari kantor pelayaran, pikirannya dipenuhi rasa lelah bercampur rindu. Hari itu cukup berat, tapi bayangan senyum Aeliana dan tawa ceria Julian dan Juvel selalu menjadi obatnya.
Namun begitu Kael membuka pintu depan, ia tidak mendengar suara khas biasanya menyambutnya. Tidak ada langkah kecil Juvel yang berlari menghampirinya sambil mengeluh atau Juvel yang mengintip dari sofa dengan buku di tangannya.
“Aelaian? Julian? Juvel?” Panggilnya dengan suara yang penuh harapan.
Tidak ada jawaban. Hanya keheningan dan sepi.
Serin muncul dari dapur dengan langkah tenang dan membungkuk hormat.
“Tuan, Nyonya dan anak-anak pergi ke rumah ibu anda tadi siang.”
Kael mengernyit “Ke rumah ibu? Apa mereka bilang kenapa?”
“Apa? Saya kira Tuan sudah tahu, karena Nyonya bilang sudah mendapatkan izin dari Tuan.”
Kael mengangguk kecil tapi hatinya tetap terasa ganjil. Aeliana biasanya selalu memberitahunya jika hendak pergi bahkan untuk hal sederhana seperti ini. Tapi mengapa ia sampai berbohong pada pelayan agar ia bisa keluar.
Kael mengeluarkan ponsel dari sakunya dan mencoba menghubungi istrinya tapi panggilannya hanya berakhir di pesan suara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Lee
Pokok kalo ex sahabat suami cwek itu mncurigakan 🙄
2025-02-16
0
Selly AWP
nah loh...menyelidiki diam² ceritanya
2025-01-15
0
Han Sung hwa
Julian itu bapakmu nak...🤣🤣🤣🤣
2025-01-12
0