The Mysterious Rose
Saya tidak tahu cerita ini seberapa seram, tapi mengandung gore. Diharapkan kebijaksanaannya dalam membaca!
Dia berlari di sepanjang jalanan ber-paving block yang basah menuju sebuah gedung---setinggi tiga lantai dengan banyak jendela di bagian depan.
Malam masih sangat basah dan dingin. Sisa-sisa hujan sesekali menjatuhi bumi. Angin dingin terkadang menari-nari di sekeliling untuk menggoda siapa saja yang tidak beruntung keluar di malam hari. Meski awan mendung sudah menyingkir dari cakrawala, tak berarti dapat memberi cahaya yang cukup untuk menarik mundur kegelapan. Bulan masih terlalu muda. Gelap seakan terlalu kuat dan berkuasa untuk malam ini.
Bunyi suara kecipak sekali lagi terdengar saat sandal Dia beradu dengan genangan. Wajahnya yang pucat terpercik titik-titik hujan yang terbawa angin. Perlahan Dia merasa beku. Menarik erat jaketnya agar melingkupi badan, Dia menaikkan kecepatan agar segera sampai ke gedung di depan.
Pada pinggiran jalan yang Dia lewati terdapat taman berbentuk kotak, memanjang mengikuti jalanan. Di bagian luar tembok bata pendek yang membatasi taman, tumbuh rumput-rumput di lapangan yang cukup luas. Sangat terawat dan dipotong pendek. Beberapa bangku dan pohon mengisi lapangan tersebut.
Di depan teras Dia sampai. Sejenak menyempatkan diri untuk melihat kaki dan sandalnya yang basah. Tak ada noda lumpur atau tanah yang menempel, tapi terasa tak lagi nyaman dipakai.
Dia memutuskan untuk segera masuk ke dalam. Memasukkan kunci duplikat ke dalam lubang, dia membuka pagar besi, baru kemudian pintu besar. Sebuah lobi gelap yang tak terlalu besar kini terlihat. Dia masuk, di samping kiri dan kanan terdapat banyak piala yang dipajang rapi di dalam lemari kaca.
Pintu Dia tutup kembali agar tak menimbulkan kecurigaan---namun tak dikunci. Gelap gulita sekarang. Dia membuka tas untuk mengeluarkan senter kecil. Begitu dihidupkan, cahaya yang keluar tak terlalu terang. Sangat redup dan temaram.
Di ujung ia melihat lapangan dalam, dan terdapat dua buah belokan. Dia berjalan ke sana dan mengambil arah kanan. Sebuah lorong gelap dan panjang terbentang. Dia menyusuri sambil sesekali melihat keadaan. Pintu-pintu ruang kelas terkunci. Kosong dan sunyi. Langkah kaki Dia satu-satunya yang terdengar.
Dia terus mengitari lorong, sampai tiba di sebuah pintu. Masuk ke dalam, menampakkan lorong lain yang tak kalah panjang. Hanya saja lorong ini tak memiliki dinding-dinding yang membatasi. Bentuknya seperti jalanan setapak dengan banyak pilar dan papan-papan pengumuman di kiri-kanannya. Dia melewatinya. Di luar lantai lorong terdapat pelataran yang ditumbuhi rumput dan pohon-pohon. Satu di antaranya adalah pohon beringin yang cukup melegenda. Tampak kokoh berdiri. Di gelap malam ia seperti menghadirkan mimpi buruk bagi siapa saja yang melihatnya. Kelam dengan tali-tali panjang yang menjuntai ke bawah. Rimbun dengan daun dan ranting yang bergoyang-goyang.
Srek... Srek... Srek...
Angin bertiup.
Memberikan rasa mencekam dan paranoid.
Tanpa menoleh ke mana pun, Dia berlari di sepanjang koridor itu. Namun suara tapaknya seperti beradu dengan tapak lain. Ia mempercepat langkah. Langkah lain juga bertambah cepat.
Tak!
Tak!
Tak!
Dia terengah-engah. Ketakutan. Ada yang memburu jantung dan menekan dadanya.
Terus berlari masuk ke dalam gedung setelah terburu-buru membuka kunci. Berlari lagi untuk menuju tangga. Terus lari sampai lantai paling atas gedung. Di ujung ada sebuah pintu kayu besar dan tinggi. Dia mendekat dan membukanya. Hamparan rak-rak tinggi dan besar menyambut Dia. Melewati meja administrasi, Dia menuju pada meja paling besar di tengah-tengah.
Dia meletakkan tasnya. Menarik kursi dan duduk di sana.
Wajah dan bibir Dia seperti sudah tak dialiri darah. Tampak letih dan gemetar. Rambutnya yang panjang sepinggang menjadi kumal. Poni ratanya yang tebal berantakan.
Dibantu pencahayaan dari senter kecil, Dia membuka tas dan mencari sebatang lilin putih serta koreknya. Menggapai dan menyalakan benda itu.
Lilin diletakkan di meja.
Di tengah ruangan yang gelap gulita, cahaya lilin tampak seperti barrier bulat yang melingkupi Dia.
Mata sayu Dia kembali melihat ke dalam ransel. Sebuah tangan lentik dan lemah mengeluarkan dupa---menyalakan dan diletakkan pada tempat khusus. Lalu sebuah kamera. Dia menyalakan benda itu, disangga oleh tripod dan diletakkan di meja, lalu merekam dirinya.
Baru kemudian Dia mengeluarkan sebuah papan kayu datar. Di atasnya ditulis huruf dari A sampai Z, angka dari 0 sampai 9 yang terletak di tengah-tengah; simbol matahari dan kata "Ya" serta bulan dan kata "Tidak" pada kanan atas dan kiri; lalu kata "Selamat Tinggal" berada pada tengah bawah. Serta yang paling membuat Dia penuh pergulatan batin adalah kata "Ouija" yang ditulis pada bagian tengah atas.
Tangan Dia merogoh kantong kecil di tas, menarik keluar sebuah koin perak dan planchette*. Dia hendak meletakkan keduanya di atas papan. Tapi koin itu luput dan menggelinding di lantai, memasuki kegelapan dan berhenti entah di mana. Dia ingin mencari tapi kemudian memilih mengabaikan saja.
Memangnya apa yang mungkin terjadi jika tak ada koin perak itu?
*Berbentuk seperti segitiga dan bagian tengahnya bolong. Digunakan sebagai indikator yang nantinya akan bergerak menuju huruf demi huruf, atau yang lainnya.
Planchette diletakkan. Pada bolongan planchette tersebut tampak huruf "G". Dia meletakkan jari telunjuk dan tengahnya pada planchette, menggoyangkannya secara melingkar dan mulai berkonsentrasi. Dia membaca mantra di dalam hati, lalu menyapa roh, "Halo, apa kamu ada di sana?"
Tak ada jawaban. Dia masih menggerakkan planchette-nya secara melingkar. Terus fokus dan konsentrasi.
Planchette bergerak amat pelan. Menuju bagian atas dan berhenti.
Bolongan tengah benda itu menunjukkan kata "Ya".
"Siapa namamu?"
Planchette bergerak, ke huruf "M", "E", dan "Y".
Dia mengangguk. Terbersit di pikirannya tentang sebuah pertanyaan: Di mana videonya disembunyikan oleh Nixie? Tapi Dia menggeleng.
"Kamu selama ini berdiam diri di mana?"
Planchette bergerak cepat. Mula-mula menuju ke huruf "Z", kemudian "Y", "X", "W".
Dia panik. Roh itu berusaha melarikan diri. "A-aku rasa udah cukup... Selamat---" Planchette tak mau berhenti bergerak. Benda itu menuju ke "V". Dia memaksa planchette untuk bergerak ke "Selamat Tinggal", tapi gagal. Planchette malah bergerak ke angka "8". Kemudian dengan sangat cepat menuju "K", "U", "B", "U", "N", "U", "H", "K", "A", "U".
Dia memelotot dan bergerak panik. Tangannya lepas dari planchette dan melempar papan. Kursi yang ia duduki terbalik saat Dia bangkit.
Satu detik...
Dua detik...
Tiga detik...
Tak ada yang terjadi. Sunyi yang menyesakkan. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri.
Tak! Dia menoleh ke depan dengan tergesa.
Satu detik...
Dua detik...
Tiga detik...
Empat detik...
Lima detik...
Enam detik...
Sesuatu muncul dari dalam kegelapan. Menggelinding keluar. Bulat melonjong dengan banyak rambut panjang yang acak-acakan. Kepala manusia!
"AAA...," Dia berteriak. Berjengkit keluar dari kursi. Kepala yang berlumuran darah menggelinding ke arahnya.
Dia berlari menuju pintu. Kepala mengikuti.
"AAA..." Pintu macet tak bisa dibuka. "Buka...! Buka pintunya..." Dia menggedor benda itu kuat-kuat. Kepala menggelinding semakin dekat.
Dia berlari menghindar, mengambil arah ke kiri. Namun Kepala mencegatnya duluan. Terpaksa ia menginjak benda itu dan tersungkur ke bawah. Kepala tersentak menghantam dinding. Pecah dan mengeluarkan banyak darah hitam dari ubun-ubun. Menjijikkan.
Menunduk, Dia meringis mendengar Kepala mendekat. Menggelinding membasahi lantai keramik yang dingin, meninggalkan jejak-jejak hitam berbau busuk, bercampur ke mana-mana dengan rambut panjangnya. Semakin dekat. Dan Kepala berhenti di dekat kaki Dia.
Wajah Dia gemetar, terangkat pelan. Dan Kepala bergulir menyentuh kaki. Wajah Kepala menghadap Dia. Tertutupi rambut yang berlumuran darah. Ubun-ubun juga mengucurkan cairan hitam kental yang amat banyak, menggenangi lantai dan membasahi kaki Dia. Amis dan busuk sekali. Dia berusaha menyepak Kepala, tapi kelopak mata Kepala terbuka. Memelotot lebar. Seperti menangis, darah mengucur banyak sekali. Bola mata bergoyang-goyang. Copot. Dan menggelinding.
"AAAAAA!" Dia menyepak benda itu. Namun bergulir balik.
"AAA..." Gelap yang pertama terlihat. Dia ngos-ngosan.
"Buka pintunya!" Ketukan pintu menggema di seisi kamar. Semakin rapat suara itu saat Dia tak menjawab.
"Kamu kenapa? Ayo buka pintunya!"
Dia menoleh ke samping. Pada lampu redup di atas nakas, lemari pakaian, meja belajar, dan jendela yang menampilkan bulan muda.
Bulan muda?
Tanpa Dia sadari ketukan di pintu berhenti. Orang di baliknya, tertunduk sedih di kegelapan. Matanya sayu dan basah. Gaun tidurnya yang putih ia cengkeraman kuat. Merasa tak berguna karena tidak dapat melakukan apa pun. "Aku harap kamu baik-baik aja." Suara bisikan lirih yang keluar, seperti sebuah doa. Kemudian, dengan langkah berat ia berbalik, menjauh dari sana.
🥀🥀🥀
Gimana menurut kalian prolog ini? Please, kalo berkenan kasih pendapat---kritik dan saran gitu. Dan kira-kira udah seram belum?
Sincerely,
Dark Pappermint
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Adinda
serem dan menegangkan
2022-07-24
0
atmaranii
Bru awal udh tegang...trnyta mimpi yaa...
blm phm..msh nyimak
2021-09-24
0
Navizaa
lanjut thor
2021-09-02
1